Rabu, 04 Januari 2012

Pandangan Martin Luther mengenai Kasih Karunia, Taurat dan Injil serta Pembenaran oleh Iman


Menurut Martin Luther, seorang theolog sejati harus mampu membedakan fungsi Hukum Taurat dengan Injil. Dalam tafsirannya terhadap Surat Galatia (tahun 1531), Luther mengatakan, "Barangsiapa yang dapat dengan jelas membedakan antara Injil dan Hukum Taurat harus bersyukur kepada Tuhan dan dia adalah seorang theolog yang sejati." Seperti yang kita ketahui, Luther menempatkan doktrin pembenaran hanya oleh iman sebagai prinsip dasar dari sistem theologinya. Meskipun Luther telah membahas doktrin pembenaran hanya oleh iman, namun doktrin ini akan berkembang dengan benar dan baik jika didasarkan pada pemahaman perbedaan fungsi antara Hukum Taurat dan Injil.

Mengapa memahami perbedaan fungsi Hukum Taurat dengan Injil begitu penting bagi Martin Luther? Apakah hubungan Hukum Taurat dan Injil? Apakah Hukum Taurat berkontradiksi dengan Injil? Bagaimana Martin Luther menyelesaikan permasalahan antara Hukum Taurat dengan Injil?

Manusia berdosa gagal memelihara dan menaati isi Hukum Taurat sehingga mereka berada dalam murka Tuhan. Beriman kepada Kristus, berdasarkan jasa dan kebenaran Kristus, adalah inti pembenaran hanya oleh iman.

A. Perbedaan Antara Hukum Taurat dan Injil
Kata ˜perbedaan" yang dimaksud di sini bukan dimaksudkan sebagai suatu pemisahan atau pertentangan. Bagi Luther, Hukum Taurat tidak dapat dipertentangkan dengan Injil. Luther dalam tulisannya juga tidak bermaksud menawarkan suatu pilihan atau alternatif antara Hukum Taurat atau Injil. Ia tidak sependapat dengan kaum Antinomianisme yang salah mengerti bahwa orang percaya hanya membutuhkan Injil dan tidak membutuhkan hukum Taurat, sebab hukum Taurat dan Injil tidak ada hubungannya. Di samping itu, Luther juga menentang pendapat kaum Legalisme yang menekankan sisi hukum sebagai dasar pembenaran di hadapan Tuhan atau menambahkan hukum ke dalam Injil. Luther berpendapat bahwa demi kemurnian Injil, Hukum Taurat harus dipertahankan. Baik Hukum Taurat maupun Injil keduanya tidak boleh ditiadakan. Di antara keduanya tidak ada yang lebih utama dari yang lain, sebab kedua hal itu saling melengkapi dan harus dibicarakan sebagai satu kesatuan pada waktu yang bersamaan.

Di samping itu Luther juga membedakan antara Hukum Taurat dan Injil melalui konteks proklamasi. Apakah dasar pemahaman Luther dalam meninjau perbedaan antara Hukum Taurat dan Injil dari sudut proklamasi? Injil adalah berita baik yang menawarkan kasih karunia Tuhan melalui pengampunan dosa di dalam Yesus Kristus. Tetapi realitasnya adalah manusia hidup di bawah Hukum Taurat dan diperbudak olehnya. Karena itu, tanpa pengertian yang mendalam tentang kondisi manusia yang hidup di bawah Hukum Taurat, maka sulit sekali bagi manusia untuk mengerti intisari karya keselamatan Kristus. Selain anugerah Tuhan yang dinyatakan dalam kematian dan kebangkitan Kristus, terdapat juga kenyataan bahwa di luar Hukum Taurat, manusia akan sulit mengerti kebesaran dari karya Kristus bagi orang berdosa. Hukum Taurat telah menempatkan manusia di bawah kutuk dan penghakiman Tuhan, namun pengenalan pada kondisi tersebut akan memberikan pengharapan untuk datang kepada Injil.

Jika diperhatikan sungguh-sungguh, memang pada kenyataannya ada perbuatan manusia secara umum yang bisa disebut kebenaran, tapi semua perbuatan itu bukanlah kebenaran yang mendatangkan kepastian keselamatan. Kebenaran dalam ajaran Alkitab adalah kebenaran pasif, melalui pembenaran hanya oleh iman, bukan kebenaran yang aktif, melalui segala usaha manusia untuk menjadi benar. Kebenaran yang pasif artinya kebenaran yang dikaruniakan oleh Tuhan atau kebenaran yang berada di luar diri manusia sendiri, yaitu kebenaran Kristus yang dikaruniakan kepada manusia berdosa hanya melalui iman kepada Dia. Kebenaran ini didasarkan pada apa yang Allah kerjakan melalui Yesus Kristus bukan apa yang manusia usahakan. Dari sudut pandang ini, manusia harus mengabaikan sisi kebenaran aktif dan memusatkan diri kepada Injil.

B. Hukum Alamiah dan Hukum Taurat

Hukum alamiah yang dimaksudkan di sini bukanlah hukum alam yang mengatur keteraturan universal, melainkan Hukum Allah yang secara alamiah berada dalam diri manusia sejak penciptaan. Manusia mengenal Hukum Allah sejak penciptaan atau sebelum Hukum Taurat dikaruniakan oleh Tuhan kepada Musa, sebab Allah telah menempatkan Hukum-Nya di dalam hati manusia, dan hukum ini disebut hukum alamiah. Luther mengajarkan doktrin ini menurut Roma 2:14-16, di mana Paulus mengatakan bahwa orang bukan Yahudi yang tidak mempunyai Hukum Allah secara tertulis dapat mengenal Hukum itu di dalam hatinya. Sebab itu semua manusia tidak dapat menolak keberadaan Hukum Allah.
Hukum alamiah dasar kewajibannya ditinjau dari dua hal, yang pertama kewajiban kepada Tuhan. Karena hukum alamiah ini, maka semua manusia baik sadar atau tidak sadar memiliki rasa keagungan kepada Pribadi yang dianggap lebih tinggi daripadanya sehingga rasa hormat itu menuntunnya untuk beribadah kepada illah atau Allah. Kedua kewajiban kepada sesama. Dari sudut keberadaan Hukum Allah secara alamiah ini, maka ada dua kewajiban manusia sebagai ciptaan-Nya untuk mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Sebab itu, di sini terdapat keserasian esensi antara hukum alamiah dengan Hukum Taurat Musa yang diberikan Allah di Gunung Sinai (bdk. Kel. 6:1-5).

Kalau memang Tuhan telah menaruh Hukum-Nya ke dalam hati manusia sejak penciptaan, mengapa Ia perlu mewahyukan Hukum Taurat? Apakah fungsi dari Hukum Taurat yang tertulis itu? Apakah relasi Hukum Taurat yang tertulis dengan yang tidak tertulis?
B. A. Gerrish mengatakan dengan tepat bahwa Hukum Allah diberikan melalui tiga tahap, yaitu tahap pertama, Hukum Allah secara alamiah. Hukum ini dimiliki oleh semua manusia baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Tahap kedua, Tuhan memberikan Hukum Taurat kepada Musa atau kepada bangsa Yahudi sebagai suatu tindakan wahyu khusus. Dan tahap terakhir, Kristus sendiri mewahyukan Hukum-Nya.

Hukum Taurat yang diberikan kepada Musa mengungkapkan kehendak Tuhan. Karena itu, pada dasarnya Hukum Taurat dikaruniakan bukan untuk menghancurkan manusia, tetapi agar melaluinya manusia dimungkinkan untuk mengenal diri sendiri dan mengenal kehendak Tuhan, sebab pencemaran dosa mengakibatkan kekaburan Hukum Allah yang tidak tertulis secara objektif tetapi ada di dalam hati manusia. Luther percaya bahwa Hukum Tuhan itu bersifat kudus, baik dan rohani.
Paul Althaus mengatakan bahwa seluruh isi Hukum Taurat adalah kehendak Tuhan yang kekal dan keselamatan manusia terletak pada pengenapan Hukum itu.1 Berdasarkan Roma 7:10, Luther berkomentar bahwa Hukum Allah diberikan untuk "kebaikan" dan "kehidupan". Setiap Hukum Allah terdiri dari dua hal yang berguna, yaitu janji dan penuntun perilaku. Tuntutan Hukum Taurat adalah kesucian hidup, sebab itu Hukum mengajarkan apa yang harus diperbuat oleh manusia dan bukan melakukan Hukum itu supaya selamat. Hukum Allah mengungkapkan apa yang harus diberikan dan dilakukan untuk memuliakan Dia. Melalui tuntutan Hukum Taurat ini, sebenarnya tidak ada seorang pun yang telah memenuhi dan menaati Hukum itu dengan sempurna menurut pandangan Tuhan. Rasul Paulus mengatakan tentang kondisi manusia sebagai berikut, "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Tuhan. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada orang telah berbuat baik, seorangpun tidak" (Rm. 3:11-12).

Peraturan Hukum Taurat adalah suatu tuntutan kesucian bagi umat Tuhan, sedangkan bagi mereka yang hidup di luar perjanjian Tuhan, Hukum-Nya mendatangkan penghakiman.

C. Dwifungsi Hukum Taurat

Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang fungsi Hukum Taurat, kita perlu mempresentasikan pemahaman Luther tentang kondisi manusia setelah kejatuhan. Sebab bagi Luther tanpa pemahaman yang benar tentang kondisi kejatuhan manusia, kita mungkin bisa mengarah kepada pemahaman yang keliru tentang fungsi utama Hukum Taurat dan sifat dasar Injil.

Luther berkeyakinan penuh bahwa pencemaran dosa mencakup berbagai aspek, seperti rasio, kehendak, emosi, dan perbuatan. Semua manusia telah berdosa di hadapan Tuhan. Fakta kejatuhan Adam dan akibat kejatuhan itu bagi keturunannya telah menimbulkan kerusakan total yaitu pencemaran baik internal maupun eksternal.

Perbedaan antara Hukum Taurat dan Injil terletak pada Hukum itu sendiri, bukan terletak pada Injil, sebab Injil hanya mempunyai fungsi tunggal, sedangkan Hukum Taurat itu mempunyai lebih dari satu fungsi. Injil diwahyukan oleh Tuhan untuk menggenapi Hukum Taurat, bukan Hukum itu ditambahkan kepada Injil. Karena itu, tanpa Hukum Taurat, maka Injil akan mengalami kehilangan makna. Meskipun demikian, baik Injil maupun Hukum Taurat adalah firman Tuhan.

Luther berargumentasi bahwa Hukum Taurat mempunyai dwifungsi, yaitu politis/sipil dan theologis/rohani. Fungsi hukum politis atau sipil adalah untuk mencegah penyebaran dosa dan kejahatan yang dikontrol oleh Iblis di dalam masyarakat. Manusia pada dasarnya bisa mengenapi fungsi Hukum Taurat ini. Tetapi penggenapan kebenaran ini tidak dapat membuat seseorang diperhitungkan sebagai orang yang benar di hadapan Allah, karena manusia dalam segala kapasitasnya tidak mampu mengenal Tuhan yang benar.

Fungsi kedua Hukum Taurat adalah fungsi rohani. Fungsi ini sangat berbeda secara mendasar dengan fungsi Hukum Taurat dari segi politis. Fungsi Taurat secara rohani adalah fungsi yang sejati, paling tinggi, dan mendasar dalam relasi dengan pemahaman Injil. Hukum Taurat menuntut kemurnian hati, ketaatan yang sempurna, ketakutan dan kasih kepada Tuhan. Penggenapan Hukum Taurat ini bersifat internal. Hal ini harus digenapi sebelum kejatuhan, namun manusia telah gagal, sebab itu Hukum Taurat tidak mampu menolong manusia untuk menjadi benar melalui ketaatan. Hukum Taurat merefleksikan kenyataan keberdosaan. Sebab itu tujuan Hukum Taurat adalah untuk memampukan manusia memandang dirinya sendiri, kondisi kejatuhannya, dan ketidakmampuan naturnya. Luther dalam khotbahnya secara jelas mengatakan bahwa keberadaan Hukum Taurat secara terus menerus mengungkapkan diri kita sebagai manusia berdosa yang telah melanggar Hukum-Nya dan harus menghadapi kematian dan neraka.

Tatkala manusia menyadari ketidakmampuannya dalam menggenapi atau menjaga Hukum Allah, maka mereka senantiasa dituntut oleh Hukum itu untuk menebus kesalahan, di samping itu mereka berhadapan dengan suatu kenyataan, yaitu kemarahan dan penghukuman Tuhan. Sebab itu manusia menjadi tidak berdaya dengan dosanya.

Luther menggunakan tiga alegori untuk menjelaskan tiga sikap manusia terhadap Hukum Allah yang melampaui kapasitasnya untuk taat, dan tiga sikap tersebut tertuang dalam gambaran dari tindakan Musa:



a) Musa menghancurkan 10 perintah Tuhan tatkala bangsa Israel menyembah lembu emas (Kel. 32:19). Hal ini menggambarkan sikap manusia yang tidak mau menerima Hukum Tuhan sama sekali dan berusaha menghancurkannya.

b) Musa membawa 10 perintah Tuhan yang baru dan diterima oleh orang Yahudi, namun kulit muka Musa bersinar, sehingga Harun dan seluruh bangsa Israel tidak berani mendekat dan memandang wajah Musa. Hal ini menggambarkan sikap kedua dari manusia yang menerima Hukum Tuhan namun hanya mengamati segi luar Hukum-Nya. Hal ini disebabkan kemunafikan telah menutupi kemuliaan Hukum Allah.

c) Yosua menjadi penerus Musa untuk menjadi peminpin bangsa Israel. Ia meminpin bangsa Israel melewati sungai Yordan menuju tanah Perjanjian yaitu tanah Kanaan. Karena itu Yosua adalah tipe Kristus yang akan datang untuk memimpin bangsa Israel melalui iman menggenapi seluruh Taurat Tuhan.

Karena tuntutan Hukum Taurat maka seluruh umat manusia berada dalam kutukan dan penghakiman Tuhan. Sebab itu Luther mengatakan bahwa segala sesuatu tanpa iman adalah berada di bawah kutukan. Hukum Allah tidak mampu menyelamatkan manusia dari kutukan karena Hukum Allah tidak memberikan kuasa kepada manusia. Hukum Taurat hanya akan efektif bila digenapi oleh manusia sebelum kejatuhan, bukan setelah kejatuhan. Setelah kejatuhan, Hukum Taurat tidak digenapi oleh manusia dan melaluinya mereka dibenarkan oleh Allah. Kebenaran ini adalah fungsi Hukum Taurat, melalui Hukum Taurat, dosa dan penghakiman Tuhan semakin jelas dinyatakan.

Mengapa Tuhan mewahyukan Hukum Taurat? Mengapa Allah membebankan Hukum Taurat ke atas bahu manusia jikalau Hukum Allah tidak mengaruniakan hidup? Sebagaimana telah dibahas di atas bahwa pembenaran di hadapan Tuhan atas orang berdosa tidak dapat dicapai melalui ketaatan kepada Hukum Taurat, lalu apakah kegunaan Hukum Taurat?

Luther menekankan bahwa esensi Hukum Taurat itu benar, baik, dan rohani. Dilihat dari sudut sifat dasar Hukum Taurat, maka persoalan utama bukanlah terletak pada Hukum Allah itu sendiri, melainkan pada ketidakmampuan manusia dalam memenuhi tuntutan Hukum Allah. Sebab itu jika ditinjau dari sudut negatif, maka fungsi Hukum Taurat adalah memaparkan kondisi keberdosaan dan murka Allah. Tetapi ditinjau dari sudut positif, Hukum Taurat mengarahkan atau meminpin kepada pengharapan keselamatan melalui pembenaran hanya oleh iman dalam Kristus. Hukum Taurat diberikan supaya manusia memiliki kesungguhan hati menantikan benih janji Tuhan.22

Pada kenyataannya dalam Alkitab, Hukum Taurat mendahului Injil. Sebab itu Hukum Taurat memimpin manusia untuk percaya kepada Injil. Di satu pihak Hukum Taurat telah membawa seluruh umat berada dalam kutukan dan penghakiman Tuhan, namun di lain pihak, Taurat Tuhan itu juga telah memimpin manusia untuk menerima anugerah Tuhan melalui iman saja. Sebab itu barangsiapa yang percaya pada Kristus, mereka tidak berada di bawah Hukum Taurat lagi, tetapi berada di dalam anugerah Tuhan. Anugerah Tuhan telah membuat manusia hidup harmonis dengan Hukum-Nya, karena Kristus telah menggenapi seluruh Hukum Taurat, sehingga Hukum Taurat tidak bertentangan lagi dengan manusia, karena dalam Kristus Hukum Allah berada di sisi manusia.

D. Kesatuan Hukum Taurat dan Injil

Luther telah membuat suatu perbedaan yang tajam namun tetap menekankan kesatuan dwifungsi Hukum Taurat, yaitu fungsi Hukum Taurat dari segi sipil yang menuntut kebenaran dalam masyarakat dan memberi kesadaran pada dosa dan tujuan Injil, serta fungsi Hukum Taurat dari segi rohani yang menggenapi tuntutan Hukum Taurat. Tapi Luther tetap melihat ada suatu perbedaan yang jelas antara kedudukan Hukum Taurat dengan Injil seperti yang ia katakan, "Hukum Taurat harus lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan Injil". Argumentasi Luther adalah karena Hukum Taurat diwahyukan melalui malaikat dan nabi, namun Injil diwahyukan melalui Tuhan sendiri. Injil mengajarkan mengenai sumber kuasa manusia untuk menaati Hukum Taurat, tetapi Hukum Taurat mengajarkan apa yang harus dilakukan untuk diperkenan Tuhan. Injil menjanjikan keselamatan dalam Yesus Kristus, tetapi Hukum Taurat menuntut ketaatan sempurna untuk memperoleh keselamatan. Injil berisi Kristus yang telah mati bagi dosa, Hukum Taurat berisi kehendak Tuhan yang sempurna dan penghukuman bagi mereka yang melawan Hukum itu. Hukum menuntut kesucian hati namun Injil memproklamasikan penerimaan Allah atas manusia berdosa berdasarkan jasa Kristus. Hukum Taurat tidak pernah memberikan Roh Kudus, tapi Injil menjanjikan Roh Kudus bagi mereka yang percaya. Sebab itu Hukum Taurat tidak memberikan kuasa untuk taat seperti yang dinyatakan dalam Injil.

Hukum Taurat memperhitungkan kebenaran bagi mereka yang taat, tetapi Injil bergantung pada jasa Kristus sebagai Sumber kebenaran dan Orang benar di hadapan Allah. Melalui Hukum Taurat, manusia mengenal dosanya sendiri dengan sempurna sedangkan melalui Injil manusia mengenal pengampunan dosa melalui kuasa darah Kristus. Sebab itu tanpa Kristus dan Roh Kudus, manusia tidak mungkin menaati Hukum Taurat. Kebenaran Allah yang diungkapkan dalam Injil tidak sama seperti kebenaran yang diungkapkan dalam Hukum Taurat.

Perbedaan dan kesatuan ini merupakan suatu rahasia seperti apa yang dikatakan Luther, "Di dalam dunia ini tidak ada seorang pun yang mengetahui perbedaan Hukum Taurat dan Injil". Namun kita akan mengerti perbedaan itu tatkala firman Tuhan diproklamasikan melalui khotbah, karena melalui khotbah terjadi pemberitaan Hukum Tuhan dan sekaligus Injil Kristus, dan di dalam khotbah, Roh Kudus akan bekerja membedakan dan menyatukan keduanya. Perbedaan antara Hukum dan Injil itu harus tetap dipegang, tetapi sulit sekali memisahkan atau mengantitesis keduanya karena ada keharmonisan di antara keduanya.

Luther mengatakan bahwa seluruh Alkitab dibagi menjadi dua bagian, yaitu perintah dan janji Tuhan. Perintah Tuhan menyatakan apa yang harus dilakukan namun tidak memberikan kuasa untuk melakukannya. Perintah itu hanya menunjukkan ketidakmampuan dan keberdosaan manusia. Tetapi di bagian kedua, Hukum Allah menekankan janji Allah. Janji Allah memberikan apa yang dituntut dalam perintah-Nya dan menggenapi apa yang ditulis di dalamnya. Dari pemahaman ini dapat disimpulkan bahwa hanya Allah yang dapat melakukan baik tuntutan perintah-Nya maupun penggenapan perintah-Nya. Hukum tidak melawan janji Allah, sebab janji itu tidak bergantung pada Hukum Taurat. Perintah Tuhan dan janji mengarah kepada penggenapan dalam diri Sang Mediator, yaitu Kristus. Sebab itu Luther mengatakan bahwa seluruh bapabapa dan para nabi dalam Perjanjian Lama memiliki isi dan objek iman yang sama, yaitu Kristus, dan demikian juga dengan Injil seperti yang dinyatakan oleh Paulus.

Luther selalu menekankan jalan tengah antara kedua ekstrim legalisme dan antinomianisme, sebab pemberita Injil harus menekankan baik Hukum Tuhan dan Injil sebagai satu kesatuan seperti pertobatan dan kepercayaan kepada Tuhan yang hidup. Luther dalam Table Talk menekankan keseimbangan Injil dan Hukum, tetapi ia juga mengatakan bagaimana patokan keseimbangan tersebut bukanlah suatu hal yang pasti. Kristus sendiri mengkhotbahkan Hukum Tuhan dan Injil menurut konteksnya, sebab itulah kita harus menggunakan Hukum Tuhan dan Injil karena kita mempunyai keduanya. Tidak benar jika segala sesuatu ditarik hanya ke dalam Injil atau ke dalam Hukum saja.

E. Hukum Taurat dan Kehidupan Orang Kristen

Tentu kita tidak boleh berpikir bahwa Luther mempercayai ketidakbergunaan Hukum Tuhan bagi mereka yang telah dibenarkan dalam Kristus. Apakah alasan Luther yang mendukung bahwa Hukum Taurat masih berfungsi dalam kehidupan orang Kristen? Luther memberikan dua alasan, pertama, Luther percaya bahwa Hukum Taurat selalu terus-menerus mengingatkan manusia pada ketidakmampuannya untuk menyenangkan hati Allah melalui ketaatannya kecuali bagi mereka yang beriman kepada Kristus. Kedua, dari segi edukasi Hukum Taurat adalah kehendak Tuhan yang perlu diajarkan kepada gereja.

Melanchthon, pada sekitar tahun 1530, mengembangkan trifungsi Hukum Taurat, walaupun Martin Luther pada tahun 1522 sudah pernah mengemukakannya. Apa yang dimaksud dengan trifungsi Hukum Taurat? Hukum Taurat diberikan bukan untuk tujuan pembenaran. Allah membenarkan barangsiapa yang percaya dalam Injil Yesus Kristus. Iman berperan sebagai saluran untuk menerima anugerah Tuhan. Beriman kepada Yesus Kristus berarti menerima janji Tuhan. Melalui iman, manusia percaya bahwa semua tuntutan Hukum Taurat telah digenapi oleh Yesus Kristus, karena itu mereka yang beriman telah bebas dari Hukum Tuhan. Suatu hubungan yang baru antara manusia berdosa sekaligus orang benar dengan Tuhan, mereka telah dibebaskan dari perbudakan Hukum Taurat yang memimpin kepada penghukuman Allah. Kristus sebagai Allah dan Manusia yang sejati telah menggantikan posisi penghukuman Allah atas dosa manusia, dan ini berefek pada pendamaian dengan Allah dan Allah mengaruniakan kebenaran-Nya.

Pembenaran hanya melalui iman telah mendatangkan kehadiran Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Secara eksternal melalui pemberitaan firman dan kesaksian Roh Kudus, Allah menaruh iman ke dalam hati umat-Nya untuk percaya kepada janji Allah. Luther mengatakan, "Kristus masuk ke dalam hati melalui Injil dari telinga manusia dan Ia berdiam di sana; kehadiran-Nya bukan dengan tangan kosong, melainkan Ia membawa diri-Nya, Roh Kudus dan segala kepenuhan-Nya."