Tidak ada yang menduga bahwa Cicilia pemenang sebuah kontes di kalangannya adalah seorang pria yang bernama Stanly Ernest Tikoalu. Bermula dari masa kecilnya yang kurang perhatian dari seorang ayah, membuat Stanly yang gemulai diperdaya oleh seorang pria.
“Saya pikir beliau menjadi sosok figur seorang ayah buat saya, ternyata tidak. Pada suatu hari dia mengajak saya ke hotel. Saya tidak tahu, saya pikir saya mau diajak apa. Tiba-tiba saya diikat dan dipaksa harus melakukan oral seks. Pada saat dia selesai, dia mengancam untuk jangan bilang siapa-siapa, ” ungkap Stanly.
Mulai saat itu kebenciannya kepada pria semakin menjadi dan Stanly pun memutuskan untuk menjadi seorang wanita.
“Yang ada dalam pikiran saya, saya jijik melihat pria. Saya takut karena saya sering melihat papa saya memukuli mama saya sehingga saya memilih untuk menjadi seorang wanita. Saya melihat wanita itu penuh kelembutan,” ungkap Stanly.
Stanly pun memutuskan untuk pergi dari rumah sampai akhirnya Stanly pun menjadi seorang germo dan tenggelam dalam dunia prostitusi dan narkoba.
“Tahun 2001, saya mengalami sakau. Saya telpon pulang ke rumah. Saya bilang ke mama bahwa saya sudah ga kuat, saya ingin pulang dan saya dalam keadaan sakit. Saya nangis-nangis,” kata Stanly mengenang kejadian tersebut.
Dengan bantuan orang tuanya, Stanly pun membuka bisnis kecantikan dan mulai saat itu Stanly dikenal sebagai seorang waria.
“Setelah saya sembuh tidak memakai lagi, mama saya memberi saya modal untuk membuka salon. Saya bertemu dengan komunitas waria dan saya bergabung dalam ikatan waria se-Bekasi. Pada saat itu mereka mengadakan lomba khusus para waria. Setiap lomba saya selalu menang sampai tingkat daerah kabupaten. Akhirnya saya pun ikut yang di Jakarta. Waktu itu saya menjadi juara runner up, dari pemenang itu kami diutus untuk ikut lomba ke Thailand.”
Dua minggu sebelum lomba, Stanly dan teman-temannya mengadakan sebuah pesta narkoba. Namun di tengah pesta narkoba yang gila-gilaan itu, tiba-tiba sebuah peristiwa yang menegangkan terjadi.
“ Jadi saya mulai mabuk, pusing, tidak enak badan, dan pingsan. Ketika saya sadar, saya sudah di rumah sakit. Di situ saya merasa diri saya sudah tidak berguna lagi. Banyak orang datang untuk mendoakan bagi orang-orang yang butuh didoakan. Ketika saya didoakan justru saya mengusir mereka sampai saya marah-marah. Saya mengatakan, ‘Kalian mau apa ke sini, kalian mau mendoakan saya mati.’ Pada saat itu saya sudah tidak bisa melihat dan saya lumpuh.”
Di tengah keputusasaannya, Stanly pun menerima tawaran seorang teman kakaknya untuk menghadiri sebuah camp di Puncak.
“Ketika saya masuk di camp itu ternyata isinya pria semua. Saya melihat mayoritas adalah bapak-bapak. Di situ timbul lagi perasaan saya, kok di sini tempatnya bapak-bapak semua, ini orang-orang yang saya benci semua, ”ungkapnya.
Namun akhirnya sesi demi sesi diikuti oleh Stanly. Di tiap sesi diungkapkan tentang luka-luka hati, keterbukaan dan pengampunan.
“Pada saat itu sebenarnya saya berat mengampuni apalagi papa saya atau sama orang yang telah melecehkan saya itu, berat sekali. Saya merasa jijik dan benci karena saya berpikir bahwa mereka tidak pantas untuk dimaafkan. Tetapi karena di sana hamba Tuhan bilang kalau kita ingin sembuh, kita harus mengaku dosa dan mengampuni orang lain. Saat itu saya menangis dan saya mau mengampuni mereka. Ternyata setelah saya melepaskan pengampunan, saya menjadi orang yang baru dan saya merasa beban saya sudah ringan,” ungkapnya.
Saat ini Stanly menjadi seorang fasilitator yang menangani kaum gay dan waria.
“Saya bersyukur, saya sudah menjadi pria sejati karena menjadi laki-laki adalah masalah kelahiran tetapi menjadi pria sejati adalah masalah pilihan. 1, 2, 3... Yes!," kata Stanly menutup kesaksiannya (Kisah ini ditayangkan 4 Mei 2011 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Stanly Ernest Tikoalu