Rasul Paulus mengingatkan jemaat Korintus supaya tidak mengikuti dosa yang dilakukan bangsa Israel, salah satunya adalah BERSUNGUT-SUNGUT! Ya, bersungut-sungut seringkali merupakan perbuatan yang paling mudah kita lakukan dan beberapa menjadi sebuah kebiasaan. Mari kita tinggalkan kebiasaan bersungut-sungut!
I. APA YANG DIMAKSUD DENGAN BERSUNGUT-SUNGUT?
Istilah bersungut-sungut dalam bahasa Yunani gungso dan dari kata Ibrani tekinah yang artinya mengomel (atau dengan memberengut). Dalam Alkitab terjemahan bahasa Inggris KJV dan NIV menggunakan istilah grumble yang artinya mengeluh, menggerutu atau mengomel. Jadi berseungut-sungut adalah sikap menggerutu dan mengomel karena kondisi atau sebab lain yang disadari atau tidak yang sebenarnya tertuju kepada Tuhan (Keluaran 16:6-8). Hal ini yang biasa dilakukan oleh bangsa Israel! Alkitab dengan tegas mengingatkan kita untuk tidak bersungut-sungut atau meneladani apa yang biasa dilakukan bangsa Israel ini (1 Korintus 10:10 band. Filipi 2:14; Yakobus 5:9).
II. KAPAN SESEORANG TERJEBAK UNTUK BERSUNGUT-SUNGUT?
Kapan seseorang bersungut-sungut? Pertama, ketika mengalami masalah atau pergumulan. Lihat saat bangsa Israel mengalami kekurangan mereka segera bersungut-sungut (Keluaran 16:2-3; 17:1-2). Juga saat kondisi yang sulit, dimana mereka menemukan air yang pahit dan tidak ada air yang diminum, merekapun bersungut-sungut (Keluaran 15:22-24) Saat mendapati ‘nasib’ yang penuh kesulitan, mereka juga bersungut (Bilangan 11:1). Bahkan saat menghadapi tantangan yang harus dihadapi untuk kemajuan mereka, mereka juga bersungut-sungut (Bilangan 14:1-2). Bagaimana dengan kita? Kedua, ketika keinginannya belum atau tidak terpenuhi (dipenuhi Allah). Bangsa Israel bersungut-sungut saat keinginan mereka belum atau tidak terpenuhi (Bilangan 11:4-6 band. ayat 10). Bagaimana dengan Saudara, apakah kita bersungut-sungut saat keinginan dan doa kita belum atau tidak terpenuhi? Ketiga, ketika kita mengalami disiplin dari Allah. Bangsa Israel bersungut-sungut pada waktu mereka didisiplin Allah (Bilangan 16:41-45). ditegur dan didisiplin memang ‘tidak enak’ dan memicu kita untuk bersungut-sungut. Tetapi sebenarnya ada tujuan Allah yang indah dalam disiplinnya.
III. AKIBAT DARI BERSUNGUT-SUNGUT
Bersungut-sungut adalah perbuatan yang sia-sia. Coba bayangkan, apa yang kita dapat setelah bersungut-sungut? Masalah kita terselesaikan? Tidak bukan? Justru akibat bersungut-sungut sangat merugikan. Pertama, bersungut-sungut hanya akan memperberat masalah yang kita hadapi. Masalah jadi semakin nampak semakin berat dan besar (lihat bangsa Israel). Masalah kecil jadi besar karena bersungut-sungut! Berikutnya, bersungut-sungut merusakkan suasana baik dalam lingkungan keluarga ataupun jemaat. Bukan hanya itu, bersungut-sungut menyebabkan sulit untuk berfikir jernih dalam menyelesaikan pergumulan atau kesulitan kita. Lalu buat apa bersungut? Kedua, bersungut-sungut membuat Allah murka (disedihkan). Kemarahan Allah selalu didahului dengan kesedihanNya (band. kitab Keluaran, dimana Allah bersabar - sedih karena persungutan bangsa Israel, baru pada kitab Bilangan Allah menyatakan murkaNya). Ketiga, bersungut-sungut menuai Hukuman Allah. Allah menghukum setiap persungutan umat Israel (Bilangan 11:1, 10, 14; 16:41-45). Mengapa? karena bersungut-sungut sebenarnya adalah sikap melecehkan kekudusan, kebaikan dan kemahakuasaanNya! Sedikit-sedikit bersungut, apakah Allah tidak baik, tidak setia dan siap menolong? Apakah Allah kurang mahakuasa? Bukankah lebih baik berdoa dan memohon campur tangan Allah? Jangan biarkan kebiasaan bersungut-sungut menempatkan kita di bawah hukuman Allah.
IV. RAHASIA TIDAK LAGI BERSUNGUT-SUNGUT
Bagaimana memiliki kehidupan Kristen yang tidak lagi bersungut-sungut? Paling tidak ada empat langkah yang penting kita lakukan.
1. Jadilah ciptaan baru dalan Tuhan Yesus Kristus.
Tanpa menjadi ciptaan baru,kita tidak mungkin hidup lepas dalam bersungut-sungut. Sebab itu percaya dan terimalah Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi Saudara dan Saudara menjadi ciptaan baru! (2 Korintus 5:17). Hanya di dalam Tuhan Yesus kita menjadi ciptaan baru dan diberi kuasa untuk tidak lagi hidup dalam persungutan, tetapi senantiasa dimampukan untuk bersyukur!
2. Dengan kekuatan Tuhan Yesus, disiplin diri untuk berhenti bersungut-sungut!
Tidak ada pilihan lain, berhentilah bersungut-sungut! Ya, tentu saja oleh kuat kuasa Tuhan Yesus. Hanya dengan bergantung pada kuasaNya kita dapat mendisiplin diri. Mulailah saat ini juga, dengan iman tinggalkan segala bentuk persungutan!
3. Jadikan ‘bersyukur senantiasa’ menjadi gaya hidup!
Kelemahan bangsa Israel adalah TIDAK PERNAH bersyukur. Sesudah mengalami pertolongan Tuhan, narator kitab Keluaran atau Bilangan jarang menceritakan mereka bersyukur (Lihat Keluaran 15, 17 dan Bilangan 11, 16 dan ayat-ayat lain). Kebiasaan yang terus menerus dilakukan akan bertumbuh menjadi karakter! JIka kita setiap hari bersyukur untuk semua berkat, kebaikan, kasih dan segala sesuatu dan dalam segala hal, pastilah kita menumbuhkan karakter bersyukur (Efesus 5:20; 1 Tesalonika 5:18). Jangan terkejut jika karakter bersungut-sungut yang kita miliki lenyap! Mari bersyukur senantiasa untuk segala sesuatu dan dalam segala hal!
4. Tetap percaya kepada kebaikan, kesetiaan dan kemahakuasaan Allah!
Sikap terus-menerus percaya kepada Allah yang baik, setia dan penuh kuasa seharusnya mengikis segala persungutan! Bila kita tetap percaya bahwa Allah itu baik dan setia, maka apapun yang kita hadapi, kita akan yakin akan kebaikan dan kesetiaanNya dibalik pergumulan itu! Bukankah “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatang kebaikanNya...” ? (Roma 8:28). Jika doa kita belum terjawab, pastilah Allah punya maksud dalam kebaikan dan kesetiaanNya! Jika pergumulan berat menimpa kita, kita seharusnya percaya bahwa Allah sanggup mengatasinya, bukannya bersungut-sungut. Jika demikian, maka tidak ada tempat bagi bersungut-sungut, bukan? Nah, mari kita bangun iman yang penuh kesetiaan dan yang terus memandang kepada Allah dalam Yesus Kristus, Tuhan kita!
Akhirnya, jika bersungut-sungut adalah perbuatan sia-sia bahkan sangat merugikan, mengapa kita harus melakukannya? Bukankah lebih baik kita bersyukur, bersyukur dan terus bersyukur? Dan kemudian kita melihat lagi kebaikan, kesetiaan dan kuasa Allah yang tidak terkirakan! Amin.
Pdt. Lukas Widiyanto, S.Th.