Di Roma 12:21 Paulus menghimbau Jemaat di Roma untuk "kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan." Begitu banyak kejahatan yang terjadi baik di masa kini ataupun pada masa kekaisaran Roma. Tanpa ada satu hari pun yang berlalu tanpa kejahatan terjadi di dunia. Melihat kejahatan begitu merajarela, kita seakan-akan harus menyimpulkan bahwa kejahatanlah yang sebenarnya sedang mengalahkan kebaikan di dunia ini. Apakah mungkin mengalahkan kejahatan dengan kebaikan?
"Kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan" merupakan suatu bahasa
peperangan. Kita tahu kejahatan dan kebaikan bukanlah hanya menyangkut persoalan
moral tetapi merupakan perwujudan dari dua kekuatan yang nyata. Ada agama dan
filsafat yang mengajarkan bahwa kuasa dari yang baik dan yang jahat itu berada
pada kekuatan yang seimbang. Dasar pikiran inilah yang berada di balik agama
yang menyembah keduanya, mereka menyembah personifikasi dari ilah-ilah yang baik
dan juga yang jahat. Keduanya harus disembah agar yang baik dan yang jahat
berada di dalam keadaan yang seimbang. Sesajian diberikan dengan harapan
ilah-ilah dari kedua pihak dapat ditenangkan dan tidak menganggu kita. Menurut
filsafat agama ini, kebaikan dan kejahatan berada dalam satu hubungan yang
mutlak.
Tetapi dari Alkitab kita memperoleh bukti yang nyata bahwa
kuasa kebaikan itu jauh lebih besar dari kuasa kejahatan. Yang baik secara
relatif lebih kuat dari yang jahat. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam
kasus pengusiran roh-roh jahat yang dapat kita baca di dalam Injil. Dalam kasus
pengusiran roh-roh jahat, kita memperoleh bukti nyata yang menunjukkan bahwa
kuasa jahat tunduk secara mutlak di bawah kuasa yang baik. Hal ini terjadi
karena sumber dari segala yang baik hanyalah berasal dari Allah. Dia-lah yang
merupakan perwujudan dari kuasa yang baik (Luk. 18:19) Ini merupakan satu
kebenaran mutlak di dalam Alkitab.
Setiap dari kita yang ingin bergabung dan berperang di pihak
yang baik, kita dapat melakukannya dengan memenangkan peperangan di antara yang
baik dan yang jahat di dalam kehidupan kita sendiri. Setiap hari, kita
diperhadapkan dengan pilihan. Apakah setiap pilihan yang kita buat itu merupakan
pilihan yang berpihak kepada yang baik? Atau yang sebaliknya yang terjadi, kita
membiarkan yang jahat yang mengendali hidup kita dengan tidak memilih untuk
melakukan yang baik?
Pada suatu malam di tanggal 8 Februari yang lalu, sekitar jam
11 seorang anak muda berumur 24 tahun, Seng Chun mendengar keributan di tempat
parkir restoran tempat kerjanya. Kemudian Seng Chun bergegas lari ke luar dan
melihat dua perampok berusaha melarikan mobil mewah milik pelanggannya yang baru
selesai makan di restoran. Tanpa berpikir panjang, ia berlari mengejar mobil itu
dan berhasil membuka pintu mobil bagian belakang. Di dalam mobil ia bergulat
dengan para perampok dan berusaha untuk mengagalkan usaha melarikan mobil
tersebut. Malangnya selang beberapa menit kemudian Seng Chun dilempar keluar
dari mobil dan mungkin karena jengkel para perampok sengaja menggiling tubuh
Seng Chun yang sudah tergeletak di tanah. Meskipun Seng Chun sempat dilarikan ke
rumah sakit tetapi dokter menyatakan bahwa ia sudah dalam keadaan mati otak.
Membaca kisah nyata ini membawa kita pada kesimpulan bahwa
kejahatan sekali lagi sudah menang. Usaha Seng Chun berbuat baik justru menuai
kecelakaan bagi dirinya. Saya percaya banyak orang yang membaca berita ini di
koran akan berkata, "Nah, itulah penjahat sekarang sudah semakin jahat, lain
kali, tidak usahlah ikut campur dengan urusan orang lain." Mungkin ini ada
benarnya, di dunia yang semakin kacau ini, kita sering harus bertindak dengan
"bijaksana" untuk dapat bertahan hidup.
Tetapi apakah kematian Seng Chun itu sia-sia? Apakah kejahatan
itu sebenarnya sudah menang di atas kebaikan? Ayah daru Seng Chun yang bernama
Tang memutuskan untuk menyumbangkan organ-organ tubuh Seng Chun kepada
pasien-pasien yang membutuhkannya. Lewat kematian Seng Chun di usianya yang
masih muda, kornea matanya membuat seseorang dapat melihat, dua pasien sakit
ginjal mendapatkan ginjal yang baru dan katup jantungnya yang masih sehat itu
sedang memberikan hidup kepada seseorang yang tidak dikenalnya. Menurut Tang,
keputusannya menyumbangkan organ-organ tubuh Seng Chun pasti akan menyenangkan
anaknya. "Seng Chun adalah seorang yang sangat pengasih dan suka membantu orang,
ia akan melakukan apa saja untuk membantu orang yang membutuhkan. Pada
kenyataannya, ia telah memberikan nyawanya untuk membantu orang yang sama sekali
tidak dikenalinya." Kematian anaknya tidaklah sia-sia.
Bagi saya, dalam peristiwa ini, kebaikan telah menang secara
mutlak di atas kejahatan. Terutamanya bagi kita yang hidup bukan untuk dunia ini
tetapi bagi dunia yang akan datang. Kematiannya tidaklah sia-sia di mata Tuhan
yang maha adil dan penyayang. Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke
dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan
menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan
memeliharanya untuk hidup yang kekal (Yoh. 12:24-25).