SAMARIA
Samaria adalah kota (dan tanah pegunungan) di Palestina, yang didirikan oleh raja Israel Omri pada sekitar tahun 870 sebelum Masehi. Tempat itu diperluas waktu dijadikan ibu-kota Kerajaan Utara sebagai pengganti (kota) Tirza (1 Raja-raja 16:24). Tempat pilihan itu baik adanya:
Samaria bisa bertahan terhadap serangan Siria (2 Raja-raja 6:1-33). Setelah dikepung selama tiga tahun, baru bisa dikalahkan oleh bangsa Asyur (721 sebelum Masehi). Mereka mengirim 30.000 penghuni Samaria ke pembuangan yang digantinya dengan koloni dari Asyur. Di bawah kekuasaan Persia Samaria menjadi ibu kota propinsi dan juga memerintah Yerusalem, sampai saat Nehemia memperoleh kekuasaan untuk Yehuda
Tahun 331 sebelum Masehi Samaria dikalahkan oleh Yohanes Hirkanus I. Herodes membangun Samaria menjadi salah sebuah kota kerajaan yang terbesar. Untuk menghormati Kaisar Agustus, nama Samaria diganti dengan nama Sebaste (Augusta). (Sekarang ini adalah desa Arab Sebastye).
Diakon Filipus mengkhotbahkan Injil kepada Samaria, kemudian Petrus dan Yohanes mengunjungi kota Samaria, (Kisah Para Rasul 8:5-25).
Penggalian-penggalian (1908/10, 1931/35 dan sejak 1965) mengungkapkan penemuan-penemuan yang sangat bernilai: Pada masa penjajahan Romawi masih ada sisa-sisa forum zaman Herodes, Basilika dan Hipodrom, teater dan jalan bertiang.
Pada zaman Israel istana Omri (1 Raja-raja 20:43; 2 Raja-raja 1:2) yang meniru contoh-contoh dari Asyur, kemudian telaga (1 Raja-raja 22:38), tembok kota, sejumlah besar ukiran dari tulang gading (1 Raja-raja 22:39; Amos 3:15) dan Ostraka.
Setelah kekalahan Samaria (± 721 sebelum Masehi) sebagian besar penghuni aslinya dibuang dan digantikan dengan kolonis-kolonis Asyur.
Dengan demikian timbul suatu bangsa campuran (2 Raja-raja 17:24), yang selanjutnya masih mengangkat YHVH sebagai Allah negara (2 Raja-raja 17:25-28), tetapi mereka juga menghormati para dewa Asyur (2 Raja-raja 17:29-34). Sebagian dari penghuni asli yang setia kepada YHVH nampaknya mengikuti ibadat di Yerusalem (2 Tawarikh 30:1; 34:9; Yeremia 41:5).
Dengan ditolaknya orang Samaria oleh Nehemia (Ezra 4:2-3) dan dengan langkah-langkah kebijaksanaan politik keagamaan oleh Ezra, maka orang Yahudi dan orang Samaria semakin terasing satu sama lain. Dan akhirnya mereka menjadi saling bermusuhan. Di bawah pimpinan Menasye orang Samaria membangun kenisah sendiri pada gunung Gerizim, yang di waktu pemerintahan Antiokhus IV Epifanes tidak dihancurkan (2 Makabe 6:2), tetapi dirusak oleh Yohanes Hirkanus I. Meskipun demikian Gerizim tetap menjadi tempat ibadah orang Samaria (Yohanes 4:20).
Pada zaman Yesus, kata orang Samaria adalah sebuah kata caci-maki atau ejekan (Yohanes 8:48). Orang Yahudi tidak bergaul dengan mereka (Yohanes 4:9). Yesus mengucapkan banyak kebaikan dari mereka (bandingkan dengan Pertemuan dengan wanita Samaria, Yohanes 4:4-42, dan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati pada Lukas 10:30-37) dan memerintahkan pula kepada para muridNya untuk memaklumkan Injil di Samaria (Kisah Para Rasul 1:8; 8:5-8). Orang Samaria hanya menerima Pentateukh dan mengharapkan kedatangan Mesias sebagai "yang akan datang
kembali", dan sebagai raja dan imam, yang harus memaklumkan ajaran yang benar (Yohanes 4:25).