Keselamatan bisa hilang atau tidak telah menjadi perdebatan yang sengit diantara orang-orang Kristen terutama mereka yang menganut Armenianisme dan Calvinisme. Mereka yang percaya keselamatan dapat hilang pada umumnya mendasarkan pada keyakinan bahwa keselamatan didapat manusia karena kerjasama antara manusia dengan Allah. Allah yang menawarkan keselamatan dan manusia menerima tawaran keselamatan itu dengan iman. Nah, karena dalam perjalanan hidupnya setelah percaya manusia masih mungkin jatuh di dalam dosa, maka keselamatan itu bisa hilang sekalipun Roh Kudus selalu menyertai orang percaya itu. Jadi jelaslah bahwa orang Kristen yang percaya bahwa keselamatan bisa hilang adalah mereka yang percaya bahwa keselamatan manusia itu tergantung pada manusia itu sendiri bukannya pada Allah.
Nah, sekarang marilah kita pelajari apakah keselamatan itu tergantung sepenuhnya pada manusia atau secara mutlak tergantung pada Allah.
1. Keselamatan seseorang sudah direncanakan oleh Allah sebelum dunia dijadikan dan Allah yang berdaulat mutlak akan melaksanakan rencana-Nya secara sempurna dan tidak mungkin gagal.
Dari Efesus 1: 3 – 23 kita dapat belajar bahwa:
1) Berdasarkan kerelaan kehendak-Nya semata Allah memilih dan menentukan kita untuk menjadi anak-anak-Nya sebelum dunia dijadikan. Jadi keselamatan kita tidak tergantung pada kehendak dan perbuatan kita tetapi sepenuhnya tergantung pada kasih karunia Allah.
Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia. (Roma 11:6 ), dan
Dan kasih karunia yang Allah berikan kepada kita tidak akan berubah, kasih karunia itu akan tetap menjadi milik kita sampai selama-lamanya. Tidak ada sesuatu apapun yang memisahkan kita dari kasih karunia Allah ini. (Roma 8: 35-39)
Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya. ( Roma 11:29)
2. Allah tidak hanya merencanakan keselamatan kita, tetapi juga yang mewujudkan rencana-Nya itu dan memeliharanya.
Menurut keputusan kehendak-Nya, kita mendapat penebusan dan pengampunan dosa, dapat mendengar Injil keselamatan, dan dimateraikan dengan Roh Kudus. Roh Kudus yang ada di dalam diri kita bukan hanya Penolong dan Penghibur, tetapi merupakan jaminan bahwa kita akan memiliki seluruh proses keselamatan sehingga kita pada akhirnya benar-benar menjadi milik Allah.
Bagian ini paralel dengan pernyataan Rasul Paulus :
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan,mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya. (Roma 8: 29-30)
Nah, kalau Allah yang bekerja di dalam diri kita untuk mewujudkan rencana-Nya, adakah yang dapat menghalangi-Nya? Adakah yang dapat menghentikan-Nya? Dan adakah yang dapat menggagalkan-Nya?
Kita dapat dengan yakin berkata seperti Rasul Paulus : “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” (Roma 8: 31,37).
Keberatan dan jawabannya
Paling tidak ada dua alasan mengapa Banyak orang yang tidak mau menerima pengajaran di atas tetapi percaya bahwa keselamatan dapat hilang.
1) Manusia mempunyai kehendak bebas, ia bebas untuk menerima atau menolak keselamatan, ia bebas untuk meneruskan keselamatan atau meninggalkan keselamatannya.
Benarkah demikian?
Manusia memang bebas untuk memilih, tetapi pemilihan manusia pasti dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam diri manusia (terutama hatinya) maupun dari luar diri manusia. Dengan kata lain manusia tidak benar-benar bebas untuk melakukan segala sesuatu. Kebebasannya dibatasi oleh hal-hal yang berada di luar kontrolnya. Contoh, adanya gaya gravitasi membuat manusia tidak bisa melompat dan bergerak sekehendak hatinya. Lompatan dan gerakannya pasti terbatas.
Dalam hal rohani, hati manusia yang telah dikuasi oleh dosa membuat manusia tidak mau mencari Allah, tidak mau berbuat baik (menurut standar Allah), dan tidak dapat mengerti kebenaran (tidak berakal budi).
Seperti ada tertulis: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. (Roma 3: 10 – 12)
Apakah orang seperti ini bisa merespon keselamatan dari Allah? Tidak mungkin bukan? Mencari Allah saja tidak, apalagi mau merespon Allah!
Tanpa Allah mengubah hati (melahirkan baru) seseorang, maka orang tersebut tidak dapat merespon Allah dan kebenaran-Nya dan taat kepada kehendak Allah.
Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya. (Yehezkiel 36: 26-27)
Jadi, tanpa kasih karunia Allah, tidak ada orang yang dapat memilih Kristus. Kalau kita diselamatkan itu semata-mata karena Allah yang lebih dahulu memilih kita, bukan karena pilihan kita. Kita tidak punya andil apapun dalam hal keselamatan. Kalau kita berandil dalam keselamatan, maka keselamatan bukan lagi kasih karunia, tetapi karena perbuatan kita. Kalau kasih karunia harus tanpa perbuatan secuilpun dari kita, kalau karena perbuatan maka tidak ada kasih karunia ikut andil di dalamnya. Kasih karunia plus perbuatan itu tidak ada!
Sekali lagi, dalam soal keselamatan tidak ada kebebasan untuk memilih. Tanpa kasih karunia Allah, manusia akan binasa sesuai dengan upah dosanya, dan karena kasih karunia manusia yang lainnya dipilih untuk hidup kekal!
Demikian juga ketika manusia sudah diselamatkan, dia tidak bebas memilih untuk murtad, karena hatinya sudah diubahkan oleh Tuhan. Hatinya yang baru memungkinkan ia untuk taat pada Tuhan dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Kalau hatinya yang lama condong dan cenderung untuk melakukan kejahatan maka hatinya yang baru condong dan cenderung untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Sama seperti orang yang tidak berkehendak untuk terbang karena ia tahu hal itu mustahil karena ada tarikan gaya gravitasi, demikian juga orang yang sudah selamat tidak berkehendak untuk murtad karena tarikan kasih karunia Allah jauh lebih kuat dari pada keinginan untuk murtad.
2) Kalau manusia tidak punyak kehendak bebas dalam hal keselamatan, maka manusia itu robot dan Allah jadi tukang main paksa.
Sekali lagi, karena hatinya yang dikuasai dosa tidak memungkinkan seseorang untuk berkehendak mencari Allah, apalagi mampu merespon keselamatan dari Allah. Ia sudah nyaman dengan keberdosaannya. Jadi kalau ia tidak memilih keselamatan bukan karena Allah memaksa ia untuk tidak memilih melainkan karena ia memang nyaman dalam keadaan berdosanya sehingga ia tidak mau mencari Allah yang benar.
Demikian juga dengan orang yang sudah diselamatkan. Hatinya yang baru membuat ia nyaman untuk menjalani kehidupannya yang baru. Sekarang ia menjadi orang yang suka melakukan kehendak Allah dan sebaliknya membenci kehidupan di dalam dosa.
Orang yang beranggapan bahwa tidak adanya pilihan untuk murtad bagi orang yang diselamatkan berarti Allah suka main paksa hanyalah orang yang tidak mengerti dan bahkan mungkin sekali tidak mengalamai apa itu kuasa dari kelahiran baru. Orang seperti ini sama dengan orang yang percaya keselamatan bisa hilang dengan alasan kalau keselamatan tidak bisa hilang maka orang Kristen akan bisa hidup seenaknya. Mereka ini adalah orang-orang Kristen yang tidak tahu perbedaan antara orang yang belum lahir baru dan orang yang sudah lahir baru, atau orang yang beranggapan bahwa keadaan orang yang belum dan sudah lahir baru itu sama saja, yaitu suka yang jahat dari pada yang baik!
3. Keselamatan merupakan janji Allah yang bersifat kekal
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. ( Yohanes 3:16 )
Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, (Yohanes 3:36 )
Dari kedua ayat di atas sangat jelas bahwa keselamatan yang dijanjikan Allah bersifat kekal, sehingga perjanjian-Nya-pun bersifat kekal.
Perjanjian disebut kekal apabila: 1) yang berjanji juga bersifat kekal dan mempunyai kuasa dan kedaulatan mutlak untuk mewujudkan janji itu. 2) Perwujudan janji sepenuhnya tergantung pada Pemberi janji dalam hal ini adalah Allah. Kalau dalam perwujudan janji itu (keselamatan) tergantung pada manusia yang fana dan tidak berdaya maka janji itu hanya omong kosong belaka. Ini sama saja seorang ayah yang menjanjikan sesuatu kepada anaknya yang berumur 5 tahun jika anak tersebut dapat mengangkat beban 50 kg.
Tetapi ada banyak orang yang membantahnya bahwa dalam janji di atas ada syarat yaitu jika percaya, jadi kalau seseorang percaya kemudian suatu saat tidak percaya, maka janji itu tidak berlaku lagi. Untuk keberatan ini akan saya jawab.
1) Jika perwujudan janji itu tergantung pada manusia, maka seharusnya hidup yang diberikan pada orang percaya bukan bersifat kekal, tetapi bersifat sementara yaitu selama orang itu percaya. Tetapi ternyata tidak bukan? Hidup yang diberikan kepada orang percaya adalah hidup yang kekal. Begitu orang percaya kepada Kristus, maka dia sudah memiliki hidup yang kekal, bukan temporer.
2) Sekarang yang menjadi persoalan adalah jenis percaya atau iman yang tercakup dalam perjanjian keselamatan tersebut. Kata percaya yang dipakai di kedua ayat tersebut adalah dari bahasa Yunani pisteuo (kata kerja) yang berasal dari kata benda pistis. Kata pistis juga dipakai oleh Rasul Paulus di dalam Efesus 2: 8,9 yang diterjemahkan sebagai iman: Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
Sekarang jelaslah bahwa jenis iman yang menyelamatkan adalah iman pemberian Allah yang tumbuh di dalam hati orang yang sudah dilahirkan baru. Iman seperti ini akan membuat orang yang memilikinya untuk taat dan setia kepada yang memberi iman itu yaitu Allah. Dalam perumpamaan tentang penabur, iman seperti ini adalah buah dari firman Allah yang jatuh di tanah yang subur.
Iman / percaya yang lahir dari hati orang yang belum lahir baru atau iman / percaya yang timbul dari pikiran semata jelas tidak termasuk dalam janji keselamatan Allah tersebut. Dengan kata lain iman seperti ini adalah iman yang tidak menyelamatkan. Dalam perumpaan tentang seorang penabur iman seperti ini adalah seumpama benih yang ditaman di tanah yang berbatu. Benih itu belum sempat menghasilkan buah keselamatan, tetapi sudah terlanjur mati.
Sebenarnyalah mereka yang mempercayai keselamatan dapat hilang adalah mereka yang menganggap bahwa setiap orang yang percaya kepada Yesus ( tidak peduli jenis imannya bagaiamana) pasti diselamatkan. Sehingga kalau orang yang imannya tidak menyelamatkan ( karena hanya sekedar percaya di pikiran atau imannya sendiri dan bukannya pemberian Allah) tersebut gugur di dalam perjalanan percayanya pada Tuhan Yesus, orang tersebut dikatakan murtad. Padahal sebenarnya yang terjadi adalah orang tersebut belum diselamatkan sehingga tidak bisa dikatakan sebagai murtad.
Keberatan umum tentang doktrin keselamatan tidak bisa hilang dan jawabannya.
Keberatan pertama.
Dari berbagai forum diskusi keberatan yang sering disampaikan oleh mereka yang tidak menerima doktrin ini adalah jika memang keselamatan tidak bisa hilang mengapa ada peringatan jangan murtad seperti dalam Ibrani 6: 4-6 : 4 Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum. Adanya peringatan jangan murtad ini menunjukkanadanya kemungkinan keselamatan seseorang bisa hilang. Benarkah demikian?
Jawabannya: belum tentu. Adanya suatu peringatan tidak boleh melakukan sesuatu kepada seseorang belum tentu orang tersebut punya potensi untuk melakukan hal yang diperingatkan. Ilustrasi: Di lingkungan tempat kerja saya dimana-mana ada peringatan “Jangan Merokok”. Peringatan ini punya dua tujuan, pertama bagi orang yang sudah biasa merokok supaya tidak merokok lagi karena merokok itu berbahaya bagi kesehatannya. Kedua bagi orang yang tidak merokok peringatan ini bertujuan supaya ia semakin diteguhkan bahwa pilihannya selama ini benar karena merokok memang berbahaya. Bagi orang yang biasa merokok adanya peringatan ini memang tidak bisa menjamin ia tidak akan merokok lagi, tetapi bagi orang yang memang tidak merokok, adanya peringatan ini justru semakin membulatkan tekadnya untuk tidak pernah merokok karena ia tahu bahayanya.
Demikian juga dengan peringatan jangan murtad dalam surat Ibrani di atas. Kalau peringatan itu disampaikan kepada orang Kristen KTP / orang Kristen ilalang / orang Kristen yang tidak sungguh-sungguh Kristen memang tidak ada jaminan bahwa mereka akan tetap setia kepada Kristus dan diselamatkan. Tetapi kalau disampaikan kepada orang yang benar-benar telah diselamatkan, peringatan tersebut justru semakin mendorong mereka untuk tetap setia kepada Kristus sehingga merteka tidak mungkin akan murtad. Ini dibuktikan dengan pernyataan penulis Ibrani di bagian selanjutnya; Tetapi, hai saudara-saudaraku yang kekasih, sekalipun kami berkata demikian tentang kamu, kami yakin, bahwa kamu memiliki sesuatu yang lebih baik, yang mengandung keselamatan. (Ibrani 6: 9). Bahkan untuk menyakinkan bahwa keselamatan mereka merupakan hal yang pasti penulis Ibrani mengingatkan akan perjanjian Allah dengan Abraham dan bahwa Allah pasti menempati janji-Nya. Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah, supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, (Ibarani 6: 17-19)
Pengharapan akan keselamatan seperti ini hanya dimiliki oleh mereka yang percaya bahwa keselamatan tidak mungkin hilang. Bagi mereka yang percaya bahwa keselamatan mungkin hilang, mereka tidak bisa punya pengharapan yang demikian karena mereka tidak bisa menentukan apakah mereka tetap bisa percaya kepada Kristus di masa mendatang. Hal ini wajar karena mereka mengandalkan pengharapan keselamatanya pada iman mereka sendiri, bukan kepada Kristus yang ada surga.
Orang Kristen memang tidak mungkin murtad dalam arti kehilangan keselamatannya, tetapi mereka bisa murtad dalam arti mengalami kemunduran atau tidak setia kepada Tuhan. Untuk mereka yang murtad jenis kedua ini, Allah, berdasarkan kasih karunia-Nya senantiasa memanggil mereka untuk kembali kepada-Nya dan kalau memang orang pilihan Allah, mereka pasti akan kembali kepada Allah sehingga tidak akan kehilangan keselamatannya.
Kembalilah, hai anak-anak yang murtad! Aku akan menyembuhkan engkau dari murtadmu.” “Inilah kami, kami datang kepada-Mu, sebab Engkaulah TUHAN, Allah kami. (Yeremia 3:22 )
Keberatan kedua
Alasan lain mengapa mereka tidak percaya keselamatan tidak bisa hilang adalah kalau hal itu benar maka akan meniadakan tanggung jawab manusia sehingga manusia yang telah diselamatkan akan hidup seenaknya.
Pernyataan seperti di atas hanya menunjukkan mereka tidak belajar Alkitab secara sungguh-sungguh. Memang benar bahwa keselamatan yang diperoleh manusia 100% adalah anugerah Allah, tetapi kehidupan orang setelah diselamatan merupakan kerjasama antara Allah dan orang itu. Bagian Allah adalah mengubah hati dan roh (melahirkan baru) orang yang diselamatkan sehingga memungkinkan orang itu untuk bisa taat pada kehendak Allah, dan bagian orang yang diselamatkan adalah menaati kehendak Allah dengan bimbingan Roh Kudus. Iman yang ditaruh Allah di dalam hati orang yang diselamatan akan bekerja dan menghasil buah-buah pertobatan, ini adalah iman yang disertai dengan perbuatan. Dalam perjalanan keselamatannya orang itu masih mungkin jatuh, tetapi karena kasih karunia Allah ia akan bangkit lagi.
Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah. (Mazmur 55:22b)
Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana. (Amsal 24:16 )
Jadi, doktrin keselamatan tidak bisa hilang tidak meniadakan tanggung jawab manusia, tetapi justru meneguhkannya karena membuat orang semakin terdorong untuk menjalani keselamatannya dengan rendah hati dan bergantung mutlak pada Allah, serta menjalani kehidupan percayanya dengan penuh sukacita karena tidak ada kekuatiran keselamatannya akan hilang.
Nah, sekarang marilah kita pelajari apakah keselamatan itu tergantung sepenuhnya pada manusia atau secara mutlak tergantung pada Allah.
1. Keselamatan seseorang sudah direncanakan oleh Allah sebelum dunia dijadikan dan Allah yang berdaulat mutlak akan melaksanakan rencana-Nya secara sempurna dan tidak mungkin gagal.
Dari Efesus 1: 3 – 23 kita dapat belajar bahwa:
1) Berdasarkan kerelaan kehendak-Nya semata Allah memilih dan menentukan kita untuk menjadi anak-anak-Nya sebelum dunia dijadikan. Jadi keselamatan kita tidak tergantung pada kehendak dan perbuatan kita tetapi sepenuhnya tergantung pada kasih karunia Allah.
Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia. (Roma 11:6 ), dan
Dan kasih karunia yang Allah berikan kepada kita tidak akan berubah, kasih karunia itu akan tetap menjadi milik kita sampai selama-lamanya. Tidak ada sesuatu apapun yang memisahkan kita dari kasih karunia Allah ini. (Roma 8: 35-39)
Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya. ( Roma 11:29)
2. Allah tidak hanya merencanakan keselamatan kita, tetapi juga yang mewujudkan rencana-Nya itu dan memeliharanya.
Menurut keputusan kehendak-Nya, kita mendapat penebusan dan pengampunan dosa, dapat mendengar Injil keselamatan, dan dimateraikan dengan Roh Kudus. Roh Kudus yang ada di dalam diri kita bukan hanya Penolong dan Penghibur, tetapi merupakan jaminan bahwa kita akan memiliki seluruh proses keselamatan sehingga kita pada akhirnya benar-benar menjadi milik Allah.
Bagian ini paralel dengan pernyataan Rasul Paulus :
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan,mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya. (Roma 8: 29-30)
Nah, kalau Allah yang bekerja di dalam diri kita untuk mewujudkan rencana-Nya, adakah yang dapat menghalangi-Nya? Adakah yang dapat menghentikan-Nya? Dan adakah yang dapat menggagalkan-Nya?
Kita dapat dengan yakin berkata seperti Rasul Paulus : “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” (Roma 8: 31,37).
Keberatan dan jawabannya
Paling tidak ada dua alasan mengapa Banyak orang yang tidak mau menerima pengajaran di atas tetapi percaya bahwa keselamatan dapat hilang.
1) Manusia mempunyai kehendak bebas, ia bebas untuk menerima atau menolak keselamatan, ia bebas untuk meneruskan keselamatan atau meninggalkan keselamatannya.
Benarkah demikian?
Manusia memang bebas untuk memilih, tetapi pemilihan manusia pasti dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam diri manusia (terutama hatinya) maupun dari luar diri manusia. Dengan kata lain manusia tidak benar-benar bebas untuk melakukan segala sesuatu. Kebebasannya dibatasi oleh hal-hal yang berada di luar kontrolnya. Contoh, adanya gaya gravitasi membuat manusia tidak bisa melompat dan bergerak sekehendak hatinya. Lompatan dan gerakannya pasti terbatas.
Dalam hal rohani, hati manusia yang telah dikuasi oleh dosa membuat manusia tidak mau mencari Allah, tidak mau berbuat baik (menurut standar Allah), dan tidak dapat mengerti kebenaran (tidak berakal budi).
Seperti ada tertulis: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. (Roma 3: 10 – 12)
Apakah orang seperti ini bisa merespon keselamatan dari Allah? Tidak mungkin bukan? Mencari Allah saja tidak, apalagi mau merespon Allah!
Tanpa Allah mengubah hati (melahirkan baru) seseorang, maka orang tersebut tidak dapat merespon Allah dan kebenaran-Nya dan taat kepada kehendak Allah.
Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya. (Yehezkiel 36: 26-27)
Jadi, tanpa kasih karunia Allah, tidak ada orang yang dapat memilih Kristus. Kalau kita diselamatkan itu semata-mata karena Allah yang lebih dahulu memilih kita, bukan karena pilihan kita. Kita tidak punya andil apapun dalam hal keselamatan. Kalau kita berandil dalam keselamatan, maka keselamatan bukan lagi kasih karunia, tetapi karena perbuatan kita. Kalau kasih karunia harus tanpa perbuatan secuilpun dari kita, kalau karena perbuatan maka tidak ada kasih karunia ikut andil di dalamnya. Kasih karunia plus perbuatan itu tidak ada!
Sekali lagi, dalam soal keselamatan tidak ada kebebasan untuk memilih. Tanpa kasih karunia Allah, manusia akan binasa sesuai dengan upah dosanya, dan karena kasih karunia manusia yang lainnya dipilih untuk hidup kekal!
Demikian juga ketika manusia sudah diselamatkan, dia tidak bebas memilih untuk murtad, karena hatinya sudah diubahkan oleh Tuhan. Hatinya yang baru memungkinkan ia untuk taat pada Tuhan dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Kalau hatinya yang lama condong dan cenderung untuk melakukan kejahatan maka hatinya yang baru condong dan cenderung untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Sama seperti orang yang tidak berkehendak untuk terbang karena ia tahu hal itu mustahil karena ada tarikan gaya gravitasi, demikian juga orang yang sudah selamat tidak berkehendak untuk murtad karena tarikan kasih karunia Allah jauh lebih kuat dari pada keinginan untuk murtad.
2) Kalau manusia tidak punyak kehendak bebas dalam hal keselamatan, maka manusia itu robot dan Allah jadi tukang main paksa.
Sekali lagi, karena hatinya yang dikuasai dosa tidak memungkinkan seseorang untuk berkehendak mencari Allah, apalagi mampu merespon keselamatan dari Allah. Ia sudah nyaman dengan keberdosaannya. Jadi kalau ia tidak memilih keselamatan bukan karena Allah memaksa ia untuk tidak memilih melainkan karena ia memang nyaman dalam keadaan berdosanya sehingga ia tidak mau mencari Allah yang benar.
Demikian juga dengan orang yang sudah diselamatkan. Hatinya yang baru membuat ia nyaman untuk menjalani kehidupannya yang baru. Sekarang ia menjadi orang yang suka melakukan kehendak Allah dan sebaliknya membenci kehidupan di dalam dosa.
Orang yang beranggapan bahwa tidak adanya pilihan untuk murtad bagi orang yang diselamatkan berarti Allah suka main paksa hanyalah orang yang tidak mengerti dan bahkan mungkin sekali tidak mengalamai apa itu kuasa dari kelahiran baru. Orang seperti ini sama dengan orang yang percaya keselamatan bisa hilang dengan alasan kalau keselamatan tidak bisa hilang maka orang Kristen akan bisa hidup seenaknya. Mereka ini adalah orang-orang Kristen yang tidak tahu perbedaan antara orang yang belum lahir baru dan orang yang sudah lahir baru, atau orang yang beranggapan bahwa keadaan orang yang belum dan sudah lahir baru itu sama saja, yaitu suka yang jahat dari pada yang baik!
3. Keselamatan merupakan janji Allah yang bersifat kekal
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. ( Yohanes 3:16 )
Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, (Yohanes 3:36 )
Dari kedua ayat di atas sangat jelas bahwa keselamatan yang dijanjikan Allah bersifat kekal, sehingga perjanjian-Nya-pun bersifat kekal.
Perjanjian disebut kekal apabila: 1) yang berjanji juga bersifat kekal dan mempunyai kuasa dan kedaulatan mutlak untuk mewujudkan janji itu. 2) Perwujudan janji sepenuhnya tergantung pada Pemberi janji dalam hal ini adalah Allah. Kalau dalam perwujudan janji itu (keselamatan) tergantung pada manusia yang fana dan tidak berdaya maka janji itu hanya omong kosong belaka. Ini sama saja seorang ayah yang menjanjikan sesuatu kepada anaknya yang berumur 5 tahun jika anak tersebut dapat mengangkat beban 50 kg.
Tetapi ada banyak orang yang membantahnya bahwa dalam janji di atas ada syarat yaitu jika percaya, jadi kalau seseorang percaya kemudian suatu saat tidak percaya, maka janji itu tidak berlaku lagi. Untuk keberatan ini akan saya jawab.
1) Jika perwujudan janji itu tergantung pada manusia, maka seharusnya hidup yang diberikan pada orang percaya bukan bersifat kekal, tetapi bersifat sementara yaitu selama orang itu percaya. Tetapi ternyata tidak bukan? Hidup yang diberikan kepada orang percaya adalah hidup yang kekal. Begitu orang percaya kepada Kristus, maka dia sudah memiliki hidup yang kekal, bukan temporer.
2) Sekarang yang menjadi persoalan adalah jenis percaya atau iman yang tercakup dalam perjanjian keselamatan tersebut. Kata percaya yang dipakai di kedua ayat tersebut adalah dari bahasa Yunani pisteuo (kata kerja) yang berasal dari kata benda pistis. Kata pistis juga dipakai oleh Rasul Paulus di dalam Efesus 2: 8,9 yang diterjemahkan sebagai iman: Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
Sekarang jelaslah bahwa jenis iman yang menyelamatkan adalah iman pemberian Allah yang tumbuh di dalam hati orang yang sudah dilahirkan baru. Iman seperti ini akan membuat orang yang memilikinya untuk taat dan setia kepada yang memberi iman itu yaitu Allah. Dalam perumpamaan tentang penabur, iman seperti ini adalah buah dari firman Allah yang jatuh di tanah yang subur.
Iman / percaya yang lahir dari hati orang yang belum lahir baru atau iman / percaya yang timbul dari pikiran semata jelas tidak termasuk dalam janji keselamatan Allah tersebut. Dengan kata lain iman seperti ini adalah iman yang tidak menyelamatkan. Dalam perumpaan tentang seorang penabur iman seperti ini adalah seumpama benih yang ditaman di tanah yang berbatu. Benih itu belum sempat menghasilkan buah keselamatan, tetapi sudah terlanjur mati.
Sebenarnyalah mereka yang mempercayai keselamatan dapat hilang adalah mereka yang menganggap bahwa setiap orang yang percaya kepada Yesus ( tidak peduli jenis imannya bagaiamana) pasti diselamatkan. Sehingga kalau orang yang imannya tidak menyelamatkan ( karena hanya sekedar percaya di pikiran atau imannya sendiri dan bukannya pemberian Allah) tersebut gugur di dalam perjalanan percayanya pada Tuhan Yesus, orang tersebut dikatakan murtad. Padahal sebenarnya yang terjadi adalah orang tersebut belum diselamatkan sehingga tidak bisa dikatakan sebagai murtad.
Keberatan umum tentang doktrin keselamatan tidak bisa hilang dan jawabannya.
Keberatan pertama.
Dari berbagai forum diskusi keberatan yang sering disampaikan oleh mereka yang tidak menerima doktrin ini adalah jika memang keselamatan tidak bisa hilang mengapa ada peringatan jangan murtad seperti dalam Ibrani 6: 4-6 : 4 Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum. Adanya peringatan jangan murtad ini menunjukkanadanya kemungkinan keselamatan seseorang bisa hilang. Benarkah demikian?
Jawabannya: belum tentu. Adanya suatu peringatan tidak boleh melakukan sesuatu kepada seseorang belum tentu orang tersebut punya potensi untuk melakukan hal yang diperingatkan. Ilustrasi: Di lingkungan tempat kerja saya dimana-mana ada peringatan “Jangan Merokok”. Peringatan ini punya dua tujuan, pertama bagi orang yang sudah biasa merokok supaya tidak merokok lagi karena merokok itu berbahaya bagi kesehatannya. Kedua bagi orang yang tidak merokok peringatan ini bertujuan supaya ia semakin diteguhkan bahwa pilihannya selama ini benar karena merokok memang berbahaya. Bagi orang yang biasa merokok adanya peringatan ini memang tidak bisa menjamin ia tidak akan merokok lagi, tetapi bagi orang yang memang tidak merokok, adanya peringatan ini justru semakin membulatkan tekadnya untuk tidak pernah merokok karena ia tahu bahayanya.
Demikian juga dengan peringatan jangan murtad dalam surat Ibrani di atas. Kalau peringatan itu disampaikan kepada orang Kristen KTP / orang Kristen ilalang / orang Kristen yang tidak sungguh-sungguh Kristen memang tidak ada jaminan bahwa mereka akan tetap setia kepada Kristus dan diselamatkan. Tetapi kalau disampaikan kepada orang yang benar-benar telah diselamatkan, peringatan tersebut justru semakin mendorong mereka untuk tetap setia kepada Kristus sehingga merteka tidak mungkin akan murtad. Ini dibuktikan dengan pernyataan penulis Ibrani di bagian selanjutnya; Tetapi, hai saudara-saudaraku yang kekasih, sekalipun kami berkata demikian tentang kamu, kami yakin, bahwa kamu memiliki sesuatu yang lebih baik, yang mengandung keselamatan. (Ibrani 6: 9). Bahkan untuk menyakinkan bahwa keselamatan mereka merupakan hal yang pasti penulis Ibrani mengingatkan akan perjanjian Allah dengan Abraham dan bahwa Allah pasti menempati janji-Nya. Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusan-Nya, Allah telah mengikat diri-Nya dengan sumpah, supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, (Ibarani 6: 17-19)
Pengharapan akan keselamatan seperti ini hanya dimiliki oleh mereka yang percaya bahwa keselamatan tidak mungkin hilang. Bagi mereka yang percaya bahwa keselamatan mungkin hilang, mereka tidak bisa punya pengharapan yang demikian karena mereka tidak bisa menentukan apakah mereka tetap bisa percaya kepada Kristus di masa mendatang. Hal ini wajar karena mereka mengandalkan pengharapan keselamatanya pada iman mereka sendiri, bukan kepada Kristus yang ada surga.
Orang Kristen memang tidak mungkin murtad dalam arti kehilangan keselamatannya, tetapi mereka bisa murtad dalam arti mengalami kemunduran atau tidak setia kepada Tuhan. Untuk mereka yang murtad jenis kedua ini, Allah, berdasarkan kasih karunia-Nya senantiasa memanggil mereka untuk kembali kepada-Nya dan kalau memang orang pilihan Allah, mereka pasti akan kembali kepada Allah sehingga tidak akan kehilangan keselamatannya.
Kembalilah, hai anak-anak yang murtad! Aku akan menyembuhkan engkau dari murtadmu.” “Inilah kami, kami datang kepada-Mu, sebab Engkaulah TUHAN, Allah kami. (Yeremia 3:22 )
Keberatan kedua
Alasan lain mengapa mereka tidak percaya keselamatan tidak bisa hilang adalah kalau hal itu benar maka akan meniadakan tanggung jawab manusia sehingga manusia yang telah diselamatkan akan hidup seenaknya.
Pernyataan seperti di atas hanya menunjukkan mereka tidak belajar Alkitab secara sungguh-sungguh. Memang benar bahwa keselamatan yang diperoleh manusia 100% adalah anugerah Allah, tetapi kehidupan orang setelah diselamatan merupakan kerjasama antara Allah dan orang itu. Bagian Allah adalah mengubah hati dan roh (melahirkan baru) orang yang diselamatkan sehingga memungkinkan orang itu untuk bisa taat pada kehendak Allah, dan bagian orang yang diselamatkan adalah menaati kehendak Allah dengan bimbingan Roh Kudus. Iman yang ditaruh Allah di dalam hati orang yang diselamatan akan bekerja dan menghasil buah-buah pertobatan, ini adalah iman yang disertai dengan perbuatan. Dalam perjalanan keselamatannya orang itu masih mungkin jatuh, tetapi karena kasih karunia Allah ia akan bangkit lagi.
Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah. (Mazmur 55:22b)
Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana. (Amsal 24:16 )
Jadi, doktrin keselamatan tidak bisa hilang tidak meniadakan tanggung jawab manusia, tetapi justru meneguhkannya karena membuat orang semakin terdorong untuk menjalani keselamatannya dengan rendah hati dan bergantung mutlak pada Allah, serta menjalani kehidupan percayanya dengan penuh sukacita karena tidak ada kekuatiran keselamatannya akan hilang.