Jumat, 14 Maret 2014

"Tuhan, terima kasih untuk kanker ini"

"Tuhan, terima kasih untuk kanker ini, karena setelah divonis, saya segera bisa membedakan di antara hal yang sepele dengan hal yang lebih penting. Maut sudah berada di depan mata. Saya tidak tahu apakah saya mempunyai tiga bulan, enam bulan, sepuluh tahun. Saya tidak akan pernah mengalami kejelasan ini tanpa mendapat penyakit kanker ini." Paul Henderson menulis ini di journalnya setelah divonis menderita kanker darah pada November 2009.
Menjadi agen perubahan
Paul Henderson adalah pemain hoki legendaris dari Kanada. Beliau menulis buku "The Goal of the Century" (Gol Abad ini). Banyak yang berpikir bahwa bukunya tentang gol yang dicetaknya saat bermain melawan Rusia di tahun 1972 yang membuatnya terkenal. Tapi menurut Henderson, "Buku ini adalah tentang gol yang lebih penting, tentang misi saya yakni menjadi agen perubahan dari Tuhan."
Gol yang berakar di dalam Kitab Suci: "Menjadi layak untuk dipakai oleh Tuhan." 2 Timotius 2:21 adalah salah satu ayat yang memandu hidup Henderson, "Jika seseorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi alat untuk maksud yang mulia, dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya, dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia."
Tuhan mulai menyiapkan Henderson untuk dipakainya saat dia berumur 32 tahun. Di usianya yang 29 tahun, Henderson telah menjadi pemain hoki yang paling popular di negaranya. Dia tidak dapat bepergian tanpa dikerumuni oleh orang banyak. Setelah mencapai impian untuk menjadi pemain hoki professional, seharusnya dia sangat bersyukur dan merasa diberkati, tapi dia malah mengalami kegelisahan dan ketidak-puasan yang tidak dapat dia abaikan.
Saya merasa marah, pahit dan frustrasi, dan terdapat banyak hal tentang hidup yang saya tidak tahu bagaimana menanganinya. Saya mempunyai banyak masalah dengan teman-teman di team saya. Saya sedang bermain dengan team yang terbaik yang merupakan impian dan cita-cita saya, tapi entah mengapa saya telah menjadi orang yang dipenuhi kepahitan dan kemarahan.
Jadi saya mulai minum untuk meredakan rasa sakit ini. Saat Anda frustrasi dan marah, Anda akan berusaha untuk mencari jalan keluar. Anda keluar bersama teman-teman dan mengajak mereka untuk berpesta dan bergembira. Keesokan harinya Anda bangun namun perasaan kosong itu tetap ada.
Seorang teman mendorong saya untuk meneliti klaim yang dibuat oleh Yesus. Teman saya ini memberitahu saya bahwa saya tidak pernah mempedulikan jiwa saya dan tidak pernah melihat ada apa di dalam saya. Perkataannya masuk akal bagi saya, lalu saya mulai membaca Alkitab dan melihat apa yang diklaim oleh Yesus. Setelah pencarian selama dua tahun, saya diyakinkan bahwa Yesus mengasihi saya dan ingin saya lebih mengenal dia.
Suatu keputusan yang menentukan
Namun, merupakan suatu pergumulan yang nyata untuk menjadi seorang Kristen. Alasannya banyak. Pertama, saya selalu bermegah bahwa saya adalah orang yang mandiri dan tidak mengandalkan orang lain untuk kesuksesan saya. Saya terbiasa mengendali hidup saya sendiri. Saya juga khawatir dengan pendapat orang lain. Ketiga, saya memandang Kekristenan sebagai serangkaian peraturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sesuatu yang sangat sempit. Bagaimana saya bisa tetap bergaul dengan teman-teman lain namun tetap menjadi seorang Kristen? Saya khawatir saya harus mengorbankan terlalu banyak hal.
Akhirnya, saya membaca di Alkitab bahwa jika sesungguhnya saya mengasihi Tuhan saya tidak perlu takut untuk memberitahukan pada orang lain tentang Dia. Tapi bagi saya, kalau saya menjadi seorang Kristen, saya tidak mau memberitahu orang lain tentang hal itu. Ini membuat saya frustrasi, karena saya tidak dapat melangkah lebih jauh.
Suatu hari, saya tidak kuat untuk melawannya lagi. Saya membuang semua ketakutan dan dengan jujur berkata pada Tuhan: "Saya takut, dan saya tidak mau mengakui hal ini pada siapapun." Dan saya menyerahkan hidup saya pada Tuhan.
Sejak hari itu, saya tidak lagi menjadi orang yang sama. Tuhan berdampak secara positif di dalam setiap aspek kehidupan saya. Yang paling penting, Dia telah melenyapkan semua kemarahan dan kepahitan saya. Tentunya, hidup saya tidak bebas dari masalah. Salah satu tantangan terberat adalah saat istri saya di rumah sakit dan berada di ambang maut. Saya marah pada Tuhan, tapi malam itu saya menyadari bahwa kehidupan adalah anugerah dari Allah, dan saya memutuskan pada waktu itu juga untuk menempatkan segala sesuatu di tanganNya. Dan Allah telah membuktikan kesetiaanNya selama bertahun-tahun saya berjalan bersamanya.
Maut tidak dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan
Saya berusaha setiap hari untuk menjalin hubungan yang intim dengan Allah. Menghabiskan waktu bersamanya di pagi hari dan memastikan saya memiliki persekutuan yang akrab denganNya. Saya meminta Allah untuk memenuhi saya dengan RohNya dan saya melangkah dengan suatu keyakinan yang luar biasa bahwa saya adalah milik Tuhan.
Saya telah menghafal mungkin ribuan ayat-ayat dari Kitab Suci. Jika setiap hari Anda mengizinkan Firman kebenaran itu menerangi Anda, Anda akan dapat melihat dengan perspektif dan cara pandang yang luar biasa jelas."
Akal budinya yang telah diperbarui lewat interaksinya dengan Firman selama 37 tahun membuat Henderson bisa berkata saat dia berhadapan dengan maut, "Saya tidak pernah bertanya, 'mengapa saya?' Saya tidak akan mengubah tempat saya dengan siapa pun di dunia ini. Saya meletakkan iman saya pada Allah. Saya tidak takut mati. Saya masih memiliki saat ini, dan jika saya masih ada besok itu bagus juga."
"Saya sedang berada di dalam tahapan hidup di mana saya banyak ketawa. Saya menertawakan diri saya sendiri, sikap perfeksionis saya, ketidak-sabaran saya dan ada kalanya cara saya yang tidak diplomatis saat membicarakan hal-hal yang dekat dengan hati saya."
"Sekarang, ketenangan batin, kepuasan dan kedamaian yang saya alami setiap hari menyakinkan saya bahwa janjiNya untuk mengasihi dan mempedulikan saya itu nyata dan benar. Menderita sakit kanker darah ini tidak mengubah semuanya itu. Karena di atas semuanya itu, saya merindukan untuk menghabiskan kekekalan bersamaNya."
"Kematian Yesus telah memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidup berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut - Ibrani 2:14-15"
Itulah kebenaran yang sangat memerdekakan yang dapat dialami oleh setiap orang yang hidupnya dijalani bersama Tuhan.