"Tuhan, terima kasih untuk kanker ini, karena setelah divonis, saya
segera bisa membedakan di antara hal yang sepele dengan hal yang lebih penting.
Maut sudah berada di depan mata. Saya tidak tahu apakah saya mempunyai tiga
bulan, enam bulan, sepuluh tahun. Saya tidak akan pernah mengalami kejelasan ini
tanpa mendapat penyakit kanker ini." Paul Henderson menulis ini di journalnya
setelah divonis menderita kanker darah pada November 2009.
Menjadi agen perubahan
Paul Henderson adalah pemain hoki legendaris
dari Kanada. Beliau menulis buku "The Goal of the Century" (Gol Abad ini).
Banyak yang berpikir bahwa bukunya tentang gol yang dicetaknya saat bermain
melawan Rusia di tahun 1972 yang membuatnya terkenal. Tapi menurut Henderson,
"Buku ini adalah tentang gol yang lebih penting, tentang misi saya yakni menjadi
agen perubahan dari Tuhan."
Gol yang berakar di dalam Kitab Suci: "Menjadi
layak untuk dipakai oleh Tuhan." 2 Timotius 2:21 adalah salah satu ayat yang
memandu hidup Henderson, "Jika seseorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang
jahat, ia akan menjadi alat untuk maksud yang mulia, dikuduskan, dipandang layak
untuk dipakai tuannya, dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang
mulia."
Tuhan mulai menyiapkan Henderson untuk
dipakainya saat dia berumur 32 tahun. Di usianya yang 29 tahun, Henderson telah
menjadi pemain hoki yang paling popular di negaranya. Dia tidak dapat bepergian
tanpa dikerumuni oleh orang banyak. Setelah mencapai impian untuk menjadi pemain
hoki professional, seharusnya dia sangat bersyukur dan merasa diberkati, tapi
dia malah mengalami kegelisahan dan ketidak-puasan yang tidak dapat dia
abaikan.
Saya merasa marah, pahit dan frustrasi, dan
terdapat banyak hal tentang hidup yang saya tidak tahu bagaimana menanganinya.
Saya mempunyai banyak masalah dengan teman-teman di team saya. Saya sedang
bermain dengan team yang terbaik yang merupakan impian dan cita-cita saya, tapi
entah mengapa saya telah menjadi orang yang dipenuhi kepahitan dan
kemarahan.
Jadi saya mulai minum untuk meredakan rasa sakit
ini. Saat Anda frustrasi dan marah, Anda akan berusaha untuk mencari jalan
keluar. Anda keluar bersama teman-teman dan mengajak mereka untuk berpesta dan
bergembira. Keesokan harinya Anda bangun namun perasaan kosong itu tetap
ada.
Seorang teman mendorong saya untuk meneliti
klaim yang dibuat oleh Yesus. Teman saya ini memberitahu saya bahwa saya tidak
pernah mempedulikan jiwa saya dan tidak pernah melihat ada apa di dalam saya.
Perkataannya masuk akal bagi saya, lalu saya mulai membaca Alkitab dan melihat
apa yang diklaim oleh Yesus. Setelah pencarian selama dua tahun, saya diyakinkan
bahwa Yesus mengasihi saya dan ingin saya lebih mengenal dia.
Suatu keputusan yang
menentukan
Namun, merupakan suatu pergumulan yang nyata
untuk menjadi seorang Kristen. Alasannya banyak. Pertama, saya selalu bermegah
bahwa saya adalah orang yang mandiri dan tidak mengandalkan orang lain untuk
kesuksesan saya. Saya terbiasa mengendali hidup saya sendiri. Saya juga khawatir
dengan pendapat orang lain. Ketiga, saya memandang Kekristenan sebagai
serangkaian peraturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sesuatu
yang sangat sempit. Bagaimana saya bisa tetap bergaul dengan teman-teman lain
namun tetap menjadi seorang Kristen? Saya khawatir saya harus mengorbankan
terlalu banyak hal.
Akhirnya, saya membaca di Alkitab bahwa jika
sesungguhnya saya mengasihi Tuhan saya tidak perlu takut untuk memberitahukan
pada orang lain tentang Dia. Tapi bagi saya, kalau saya menjadi seorang Kristen,
saya tidak mau memberitahu orang lain tentang hal itu. Ini membuat saya
frustrasi, karena saya tidak dapat melangkah lebih jauh.
Suatu hari, saya tidak kuat untuk melawannya
lagi. Saya membuang semua ketakutan dan dengan jujur berkata pada Tuhan: "Saya
takut, dan saya tidak mau mengakui hal ini pada siapapun." Dan saya menyerahkan
hidup saya pada Tuhan.
Sejak hari itu, saya tidak lagi menjadi orang
yang sama. Tuhan berdampak secara positif di dalam setiap aspek kehidupan saya.
Yang paling penting, Dia telah melenyapkan semua kemarahan dan kepahitan saya.
Tentunya, hidup saya tidak bebas dari masalah. Salah satu tantangan terberat
adalah saat istri saya di rumah sakit dan berada di ambang maut. Saya marah pada
Tuhan, tapi malam itu saya menyadari bahwa kehidupan adalah anugerah dari Allah,
dan saya memutuskan pada waktu itu juga untuk menempatkan segala sesuatu di
tanganNya. Dan Allah telah membuktikan kesetiaanNya selama bertahun-tahun saya
berjalan bersamanya.
Maut tidak dapat memisahkan kita dari kasih
Tuhan
Saya berusaha setiap hari untuk menjalin
hubungan yang intim dengan Allah. Menghabiskan waktu bersamanya di pagi hari dan
memastikan saya memiliki persekutuan yang akrab denganNya. Saya meminta Allah
untuk memenuhi saya dengan RohNya dan saya melangkah dengan suatu keyakinan yang
luar biasa bahwa saya adalah milik Tuhan.
Saya telah menghafal mungkin ribuan ayat-ayat
dari Kitab Suci. Jika setiap hari Anda mengizinkan Firman kebenaran itu
menerangi Anda, Anda akan dapat melihat dengan perspektif dan cara pandang yang
luar biasa jelas."
Akal budinya yang telah diperbarui lewat
interaksinya dengan Firman selama 37 tahun membuat Henderson bisa berkata saat
dia berhadapan dengan maut, "Saya tidak pernah bertanya, 'mengapa saya?' Saya
tidak akan mengubah tempat saya dengan siapa pun di dunia ini. Saya meletakkan
iman saya pada Allah. Saya tidak takut mati. Saya masih memiliki saat ini, dan
jika saya masih ada besok itu bagus juga."
"Saya sedang berada di dalam tahapan hidup di
mana saya banyak ketawa. Saya menertawakan diri saya sendiri, sikap perfeksionis
saya, ketidak-sabaran saya dan ada kalanya cara saya yang tidak diplomatis saat
membicarakan hal-hal yang dekat dengan hati saya."
"Sekarang, ketenangan batin, kepuasan dan
kedamaian yang saya alami setiap hari menyakinkan saya bahwa janjiNya untuk
mengasihi dan mempedulikan saya itu nyata dan benar. Menderita sakit kanker
darah ini tidak mengubah semuanya itu. Karena di atas semuanya itu, saya
merindukan untuk menghabiskan kekekalan bersamaNya."
"Kematian Yesus telah memusnahkan dia, yaitu
Iblis, yang berkuasa atas maut; supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan
mereka yang seumur hidup berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada
maut - Ibrani 2:14-15"
Itulah kebenaran yang sangat memerdekakan yang
dapat dialami oleh setiap orang yang hidupnya dijalani bersama Tuhan.