Senin, 12 Agustus 2013

MEMAHAMI KEADILAN TUHAN

Habakuk 1:12-17

Salah satu sifat moral Tuhan adalah keadilan, tetapi untuk menerima bahwa setiap realitas dalam kehidupan ini tetap dalam kontrol keadilanNya bukanlah persoalan sederhana. Habakuk adalah salah satu contohnya. Dia bertanya perihal keadilan Tuhan karena dalam penglihatannya, Tuhan bertindak berbeda dengan pengenalannya.

Pergumulan Habakuk mengenai keadilan Tuhan ini sering juga menjadi pergumulan kita dewasa ini, juga tidak jarang membuat kita kecewa, protes dan bahkan berbalik dari jalan Tuhan. Apakah sebenarnya keadilan Tuhan itu? dan bagaimana hubungannya dengan pemeliharaan Tuhan atas kita?

1. Pengenalan Habakuk (ayat 12)

“Bukankah Engkau, ya Tuhan, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus?” Pengenalan tersebut menjadi dasar Habakuk memahami, tetapi pemeliharaan Allah atas umatNya “... tidak akan mati kami,...” Habakuk memahami bahwa pemeliharaan Allah itu menunjuk pada realitas hidup yang bebas dari segala bentuk tekanan dan penderitaan. Dari mana sebenarnya pengenalan tersebut bisa terbangun? Dimulai dari sebutan Allahku, sebutan Allah selalu dipahami sebagai sebutan Ilahi dari kelompok nama-nama Ilahi dengan awalan ‘El’ seperti “El-Eliyon” yang berarti Allah Mahatinggi (Kejadian 14:19), “El-Shaddai” yang berarti Allah yang Mahakuasa (Kejadian 17:1), “El-Olam” yang berarti Allah Mahakekal (Kejadian 21:33), dan bahkan disebut Mahakudus yang berarti Allah bebas (tidak berkompromi) dari segala sesuatu yang najis atau jahat. Penjelasan tersebut membuat kita paham dan bahkan telah berada di dalam pengenalan Habakuk ini; bahwa saat ini; kita memiliki Allah, itu berarti kita telah berada dalam zona aman, bebas pergumulan saudara. Cukupkah pengenalan kita akan terhadap Allah berhenti sampai disitu? Jawabnya adalah TIDAK! Kita harus mengerti bahwa Dia berdaulat dan bekerja dalam seluruh kesatuan sifat-sifat ilahiNya, yaitu moral, kudus, adil dan benar.

2. Pergumulan memahami Keadilan Tuhan (ayat 12b)

Perhatikan ungkapan Habakuk: “Ya Tuhan, telah Kau tetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kau tentukan dia untuk menyiksa. MataMU terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman; Mengapa? (baca ayat 5-9). Di sini terlihat Habakuk mengalami goncangan iman yang sangat serius, karena Tuhan bertindak berbeda dengan pengenalannya. Habakuk berteriak: “dimanakah keadilan Tuhan?” Seringkali goncangan dan teriakan tersebut juga kita alami dalam menjalani hari-hari hidup kita. Banyak kali kita juga merasa Tuhan diam terhadap semua persoalan yang kita hadapi, kitapun menjadi bingung dan bertanya: “Masihkah Allah konsisten dengan sifat-sifat moralNya, seperti kekudusan, kebenaran dan keadilan untuk menolong saya dan saudara?” Sementara jawaban Alkitab juga tidak pernah berubah, yakni bahwa Alkitab sempurna dalam segala tindakanNya (Ulangan 32:4; Mazmur 119:142). Disini kita harus mengerti bahwa keadilan Allah berarti Allah itu adil dalam pelaksanaan hukumNya. Keadilan Allah tidak bisa diukur berdasarkan jangka pendek. Dalam kehidupan di dunia ini seringkali keadilan belum lengkap atau sempurna, akan tetapi ada kehidupan lain di balik kehidupan dunia ini, dan dalam lingkup abadi, itulah keadilan Allah yang sesungguhnya (Band. Roma 8:18).

3.Lingkup Pemeliharaan Allah

Seperti Habakuk mengerti pemeliharaan Allah hanya pada lingkup sehat, aman dan kelimpahan, bukankah kita pun demikian? Fokus kita selalu mujizat dan mengabaikan penyataan pemeliharaanNya yang prosesnya kadang menuntut harga yang mahal dari kita (Lih. Keluaran 15:26). Mari kita perhatikan kisah dimana pemeliharaanNya berbeda terhadap dua rasul yang sama-sama dikenanNya (Kisah para Rasul 12:1-11). Disini kita harus benar-benar mau merubah konsep yang salah kita tentang lingkup pemeliharaan Allah sebab sesungguhnya pemeliharaan Allah itu selalu berkaitan dengan bagaimana Allah ingin menggenapkan rencanaNya yang berdaulat atas sejarah melalui dan di dalam kita, kita hanyalah alat untuk tujuanNya.

Oleh karena itu apapun yang kita alami Allah tidak bisa disalahkan, justru sebaliknya, di dalam semua hal yang kita hadapi kita harus mengerti beberapa hal, Pertama. Bahwa pengenalan akan Allah tidak cukup dari apa yang kita dengar atau terima secara terus menerus, tetapi kita juga harus menerima dan mengenali Dia dalam setiap kenyataan hidup kita. Kedua. Bahwa tidak cukup kita percaya Allah bisa melakukan yang terbaik bagi kita, tetapi kita juga harus percaya bahwa Allah punya cara dan waktu sendiri atas kita. Ketiga. Bahwa Allah tidak pernah mengingkari sifat ilahiNya, tetapi sesungguhnya Allah sedang menggenapkan setiap rencanaNya. Keempat. Jangan menggerakkan kehidupan ini dengan perasaan yang banyak kali dikerjakan oleh keadaan, tetapi hiduplah di dalam iman yang merupakan basis kekuatan kita.

Tetaplah percaya kepada Allah di tengah situasi terburuk sekalipun, termasuk saat kita merasa belum ada tanda-tanda jawaban atas keadaan kita. Bukankah Ibrani 11:1 katakan bahwa Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat?

Tuhan Yesus memberkati.

 Pdt Adrian L. Manikome