Rabu, 27 Februari 2013

Menanggapi Buku Jesus Dynasty


Pada bulan April 2006, sejalan dengan terbitnya buku Injil Yudas, terbit juga buku kontroversial lainnya berjudul The Jesus Dynasty. Buku ini ditulis James D. Tabor (Simon & Schuster) dan sudah masuk ke toko-toko buku besar di Indonesia, dan pada bulan Februari 2007 diterbitkan oleh Gramedia dalam terjemahan bahasa Indonesia sebagai ‘Dinasti Yesus.’

Seperti yang diceritakan menurut sumber 4 Injil, Yesus dilahirkan oleh Maria ketika bertunangan dengan Yusuf dan ia memiliki 4 saudara/i. Ia kemudian menjalankan perintah Bapa di surga ketika berumur sekitar 30 tahun setelah dibaptiskan oleh Yohanes pembaptis. Sekitar 3 tahun kemudian ia dihukum mati dengan disalib, lalu dikuburkan dan pada hari ketiga bangkit dari kematian dan 40 hari kemudian naik ke surga.

Menurut versi Tabor dalam bukunya itu, pada masa hidupnya, Yesus berada dalam suasana kemelut politik dimana umat Israel sedang menunggu gerakan messianis untuk membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Yesus dan Yohanes pembaptis bergabung dalam gerakan Messianis itu dan menjalankan dua peran mesianik. Yohanes Pembaptis sebagai keturunan imam Harun, sedangkan Yesus sebagai keturunan raja Daud. Keduanya menjadi tokoh gerakan yang mendambakan kedatangan Kerajaan Allah di bumi Israel.

Yesus dan Yohanes pembaptis mengajarkan Torat dan hukum Yahudi, namun misi ini berubah ketika Yohanes dihukum mati. Setelah melalui masa ketidak-pastian, Yesus mulai mengkotbahkan hal baru di Galilea dan menantang kekuasaan Romawi. Ia mengangkat Dewan 12 murid yang masing-masing memerintah ke-12 suku bangsa Israel. Termasuk di antara 12 itu adalah ke-4 saudara Yesus.

Setelah Yesus disalib, saudaranya Yakobus mengambil alih kepemimpinan dari Dinasti Yesus itu. Sebagaimana Yesus dan Yohanes Pembaptis, Yakobus juga menganggap dirinya sebagai orang yahudi yang taat. Tidak seorangpun dari ketiganya yang menganggap gerakan mereka sebagai agama baru.

Menurut Tabor, adalah Paulus yang kemudian mengubah gerakan Yesus menjadi agama baru yang disebut Kristen setelah ia memutuskan hubungan dengan Yakobus dan pengikut Yesus lainnya. Yesus dikaburkan kemanusiaannya dan Yohanes pembaptis dan Yakobus menjadi terlupakan. Sekalipun ajaran Yakobus lebih dekat dengan ajaran Yesus, ia dikalahkan oleh Paulus.

James Tabor dalam buku Jesus Dynasty menggambarkan kekristenan awal yang berbeda dengan kekristenan Injil dan menggambarkan adanya gerakan spiritual, sosial dan politik pembebasan Yahudi yang dipimpin oleh satu dinasti yaitu Dinasti Yesus.

Salah satu hal kontroversial dalam berita Yesus versi Tabor adalah bahwa Yesus sekalipun dilahirkan oleh Maria, tetapi tidak berbapak Allah maupun Yusuf tetapi lebih mungkin seorang serdadu Romawi bernama Pantera, atau tepatnya Tiberius Julius Abdes Pantera, dimana tentu berkaitan dengan nama kaisar Tiberius (sesudah tahun 14) sedangkan nama Abdes Pantera berbau yahudi.

Tabor menjelaskan bahwa Yusuf meninggal waktu Yesus hidup sehingga menyebabkan Yesus menggantikannya sebagai kepala rumah tangga, dan ketika ia mati disalib, Yakobus saudara tirinya menggantikannya.

Dalam memaparkan versinya mengenai Dinasti Yesus ini, Tabor lebih memberi penekanan kepada text-Q (Quelle yang dalam bahasa Jerman berarti sumber) yang keberadaannya bersifat hipotesa itu. Dalam hipotesa sumber Q, dipercaya bahwa semua kitab Injil, termasuk kitab Markus yang dianggap Injil tertua, menggunakan sumber Q sebagai salah satu sumber Injil.

Pemaparan Tabor dalam bukunya itu dikatakan sebagai dihasilkan usaha penelitiannya atas naskah awal kekristenan dan juga ketika ia menemukan beberapa kuburan dilembah Hinom. Kuburan (ossuary) merupakan kebiasaan yang digunakan pada masa Yesus hidup untuk menyimpan tulang-belulang mereka yang telah mati. Di salah satu kuburan ditemukan beberapa petimati dimana diantaranya tertera nama-nama terkenal yang ditulis dalam bahasa Aram, yaitu a.l. Maria dan Salome.

Teori Tabor mengemukakan bahwa sebenarnya sejak abad-2 beredar tradisi cerita tentang Pantera, nama seorang prajurit Romawi yang kuburannya ditemukan di Jerman. Pantera itu dijadikan plesetan dari kata Yunani parthenos yang artinya perawan. Jadi sebenarnya nama Yeshua ben Pantera itu bukan menyebut Yesus anak (seorang) perawan tetapi Yesus anak Pantera, tentara itu.

Dalam mendukung teorinya mengenai dinasti Yesus, Tabor menyebut soal penemuan petimati pada tahun 2002 yang disebut sebagai petimati Yakobus, saudara Yesus. Penemu petimati itu bernama Oded Golan, tetapi ditahun 2003 ia telah diadili oleh pengadilan di Israel karena dituduh telah melakukan pemalsuan dengan menuliskan nama itu kemudian di diding petimati tersebut. Namun sekalipun demikian Tabor termasuk salah seorang yang ingin membenarkan keberpihakkan pada Golan.

Dengan adanya penemuan kuburan keluarga dimana ditemukan petimati dengan nama Maria dan Yakobus dan berisi kain kafan. Tabor mempercayai kemungkinan bahwa itu kuburan Dinasti Yesus dimana penemuan petimati Yakobus tahun 2002 oleh Golan kemungkinan juga berasal dari sana.

Menarik bahwa menghadapi kritik terhadap metoda penelitian historisnya, dalam Blog Tabor di internet (8 Juli 2006), ia sendiri mengkritik cerita-cerita seperti mengenai Yesus yang berkelana ke Inggeris dengan pamannya Yusuf dari Arimatea, Yesus yang belajar di Mesir atau India, Yesus yang menikah dengan Maria Magdalena dan mempunyai anak, semuanya dikatakannya sebagai legenda yang berada diluar sejarah dunia, namun sebaliknya dalam bukunya tanpa sadar sebenarnya Tabor menebarkan legenda baru yang sama fiktifnya demi popularitas dan uang.

Memang pada abad-2 ada tulisan Celcus, filsuf Yunani, yang menyebutkan bahwa Yesus anak tentara romawi bernama Pantera, tetapi tulisan itu ditolak oleh Origenes. Sejak teori pencurian mayat yang ditaburkan oleh orang Yahudi (Matius 28:13), para pengikut teori kebohongan itu (yang tidak percaya kebangkitan Yesus) berusaha menghadirkan legenda-legenda alternatif. Sekali lagi seperti disebutkan pada bagian terdahulu, alternatif-alternatif selain isi Injil Kanonik itu banyak sekali tetapi tidak pernah sepaham dan berbeda-beda.

Mengenai plesetan legenda Yesua ben Pantera yang diartikan Yesus anak (seorang) perawan, ini mengingatkan kita akan buku Barbara Thiering (‘Jesus the Man’) yang memplesetkan Barrabas yang disalibkan sebagai memiliki arti Bar-Abba (anak Bapa) yang maksudnya anak dari Yesus.

Berita mengenai dua messias Yohanes dan Yesus tidak didukung kitab Injil, dan dinasti Yesus yang kuburannya ditemukan di Yerusalem tua juga lebih merupakan spekulasi daripada kebenaran sejarah. Apalagi, Yesus yang disebut sebagai mendirikan dinasti yang berkuasa di Israel bertentangan dengan isi Injil dimana Yesus mengatakan: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini” (Yohanes 18:36).

Bagi seorang kolektor yang senang membaca puluhan buku sekitar Sejarah Yesus dalam dua dasawarsa terakhir ini, menarik untuk membandingkan satu buku dengan buku lainnya yang ternyata tidak seragam kesimpulannya dan bahkan saling menyalahkan.

James M. Robinson (buku terbarunya: ‘Jesus: According to the Earliest Witness’), fellow dari Jesus Seminar dan editor utama buku ‘The Nag Hammady Library’ yang terkenal itu, menanggapi Injil Yudas (yang diterjemahkan Gramedia) menyebutkan, bahwa “Injil Yudas tidak akan menawarkan hal-hal baru mengenai murid yang menghianati Yesus ... bagaimanapun ada manfaatnya ... tidak menyediakan pengertian yang lebih besar atas Alkitab.” Padahal, Bart D. Ehrman, penulis ‘Misquoting Jesus’ (yang juga diterjemahkan Gramedia) menyebut bahwa “Injil Yudas merupakan salah satu temuan paling besar yang menyaingi Gulungan Laut Mati dan Injil Gnostik yang ditemukan di Nag Hammadi.”

Jesus Seminar membenarkan ucapan-ucapan Yesus dalam Injil dan bahkan berani memutuskan (melalui voting) yang mana ucapan yang asli diucapkan Yesus yang mana tidak (‘The Five Gospel’). Bart Ehrman sebaliknya dalam ‘Misquoting Jesus’ menyimpulkan bahwa semua ucapan Yesus itu tidak benar karena mengalami kesalahan-kesalahan salinan yang telah berjalan berabad-abad lamanya.

Dikalangan milis Islib, menarik mengamati adanya polemik dimana ada yang memuji thesis Barbara Thiering dengan tehnik Peshernya yang menulis buku ‘Jesus The Man’ (di Australia diterbitkan sebagai ‘Jesus and the Ridlle of the Dead Sea Scrolls’), padahal thesis itu ditolak oleh penganut Jesus Seminar dalam milis yang sama.

Dikala dongeng Nicholas Notovitch (‘The Life of the Holy Issa’) yang diimani jemaat Ahmadyah (‘Nabi Isa, Dari Palestina ke Kashmir’) dan Anand Krishna (‘Isa: Hidup dan Ajaran Sang Mahisa’) menyebut bahwa Yesus kawin dan mati di Kashmir dan kuburannya ada di Srinagar, James Tabor mengkritiknya sebagai legenda diluar sejarah bahkan mengkritik juga teori khayal mengenai Yesus yang beristeri Maria Magdalena dan memiliki keturunan yang dipopulerkan buku ‘Holy Blood, Holy Grail’ dan ‘The Da Vinci Code.’

Pada umumnya buku-buku sensasi demikian menurut Luke Timothy Johnson (‘The Real Jesus: The Misguided Quest for the Historical Jesus and the Truth of the Traditional Gospels’) cenderung memiliki kesamaan, yaitu: (1) Ditekankannya keabsahan ilmiah buku dibanding pengajaran gereja; (2) Menawarkan ajaran baru yang tidak dikenal / ditolak gereja; (3) Kebenaran Injil ditawarkan menurut gengsi penyelidikan sejarah yang biasanya dilihat dari sumber-sumber-luar; (4) Ditonjolkannya kesan isi buku yang provokatip; dan (5) Buku mempunyai maksud agar kekristenan menguji kembali atau bahkan mengubah ajaran-ajaran gereja yang tradisional.

Sayang sekali bahwa dalam setahun terakhir ini, Gramedia penerbit buku utama itu tergiur juga menerbitkan terjemahan buku sensasi yang berpotensi menimbulkan keresahan SARA seperti Injil Yudas, Misquoting Jesus dan Jesus Dynasty, tapi tidak menerbitkan terjemahan buku-buku berbobot yang meneguhkan sejarah Yesus seperti karya-karya NT Wright, Graig Evans, Luke Timothy Johnson, Stephen Evans, Graham Stanton, Ben Werrington, dan banyak lainnya, yang sebenarnya memberi perimbangan informasi yang menguatkan sejarah Yesus dalam Injil. Kehidupan iman seseorang dipengaruhi apa yang didengarnya dan buku apa yang dibacanya.

Akhirnya, dari buku-buku demikian dan khususnya yang baru terbit ‘Jesus Dynasty’ dalam terjemahan bahasa Indonesia karya James D. Tabor itu, kita dapat menyimpulkan kembali, bahwa selama begitu banyak beredar buku-buku cerita sensasi yang berbeda-beda isinya dan tidak sepaham, maka berita Injil Kanonik Alkitab tetap bisa dipercaya sebagai bersejarah.

Salam kasih dari Thebelovedson