Senin, 25 Februari 2013

Mata Tuhan Yesus selalu Melihat kita

Awas Mata Tuhan Melihat
Oleh : Pdt. Burtono, S.Th.,MM

DALAM Kejadian 39:1-23, diceritakan bagaimana seorang yang bernama Yusuf hidup dalam kekudusan. Hidup Yusuf berlaku dua segi, yakni segi kasih karunia Allah, yang nyata dalam dalam hal Tuhan menyertai Yusuf, dan segi usaha Yusuf, sebagai tanggapan terhadap kasih karunia Allah. Ada tiga hal yang menonjol dalam diri Yusuf.Pertama, ia mempunyai pengertian yang jelas tentang dosa. Iblis memakai istri potifar untuk mendekati Yusuf. Dapat dipastikan bahwa istri potifar adalah seorang wanita yang cantik molek harum merangsang. Memang dalam Alkitab tidak disebutkan secara eksplisit bahwa ia cantik atau bahwa ia buruk, bahwa ia berbau harum atau bahwa ia berbau amis. Tetapi apabila kita ingat, bahwa pada zaman itu para pembesar mencari istri dengan seleksi yang ketat dan istri para pembesar senantiasa memakai wangi-wangian yang mengharumkan tubuh, maka kita dapat menyimpulkan bahwa istri potifar pastilah seorang wanita yang cantik molek, harum merangsang.


”Marilah tidur dengan aku,” demikian rayunya. Tetapi Yusuf menolak rayuan tersebut. Mengapa? Karena Yusuf mempunyai pengertian yang jelas tentang dosa.
Ada model gaun wanita yang diberi judul You can see . anda dapat melihat ketiak, belahan dada, punggung, dan entah apa lagi yang dari si pemakai gaun tersebut. Orang seharus tidak berprinsip you can see, tetapi God can see. Allah senantiasa melihat. Alangkah baik apabila setiap ruang kantor, di setiap ruang tamu, di setiap kamar tidur, di setiap kamar mandi, di setiap kamar hotel, di setiap lorong, di manapun, bahkan di ruang hati kita, tercantum tulisan God can see. Atau, “Awas, mata Tuhan Melihat!”
Pengerian tentang dosa sering kali kabur. Orang lebih senang memakai bahasa yang tidak terus terang. Itu salah satu sebabnya. ”Sebaiknya pak Pendeta jangan terlalu blak-blakan membicarakan dosa. Katakan saja itu kekeliruan atau kehilafan. Jangan berbicara terlalu lugas tentang dosa,” kata seorang anggota majelis Jemaat kepada pendetanya, seusai kebaktian umum. Pendeta itu pergi ke lemari obat dan mengambil sebuah botol yang berisi strychnine. Pada botol tersebut tertulis, ”Awas, racun!” sambil menunjuk pada botol itu, ia menjawab, ”saya mengerti maksud anda. Anda menghendaki agar tulisan di botol itu saya ganti. Tetapi apabila hal itu saya lakukan, misalnya dengan mengganti tulisan ’awas, racun!’ ini dengan tulisan ’gula-gula’, apakah anda melihat bahaya yang timbul akibatnya? Etiket yang tidak berterus terang dan yang tidak sesuai dengan isi yang sebenarnya justru akan membahayakan.
Kedua, Yusuf tidak mau mendengar suara Iblis. Walaupun dari hari ke hari istri Potifar merayunya, Yusuf tidak bergeming. Yusuf menutup telinga hatinya rapat-rapat terhadap suara iblis. Sebaliknya, ia membuka telinga hatinya lebar-lebar terhadap suara Allah.
Suara iblis membuat segala sesuatu menjadi kelihatan relatif dan kabur. Tidak ada patokan yang tegas. Misalnya apabila saya ditolong seorang, karena saya sudah menyuap dia, maka saya mengatakan bahwa dia itu baik. Tetapi apakah benar dia itu baik? Amsal 28:4, mengatakan, ”orang yang mengabaikan hukum memuji orang fasik, tetapi orang yang berpegang pada hukum menentangnya.”
Ketiga, lari meninggalkan godaan. Yusuf segera lari meninggalkan tempat ia bisa jatuh ke dalam dosa. Dia tidak membiarkan dirinya terus berada di tempat godaan itu.
Itulah yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus dalam Doa Bapa Kami, ketika Ia mengajarkan kita untuk mengucapkan kalimat, ”janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.”
Menghindar dari hal-hal yang dapat menyebabkan kita jatuh ke dalam dosa adalah sikap yang tepat, walaupun kadang hal itu sulit kita lakukan.
Tiga hal yang dilakukan oleh Yusuf dalam menanggapi panggilan Tuhan kepada pengudusan hidupnya. Ia memiliki pengertian yang jelas tentang dosa. Ia tidak mau mendengarkan suara iblis. Dan ia segera meninggalkan godaan.
Tetapi ada resiko tidak enak yang harus ia tanggung karena sikapnya tersebut. Lihatlah, justru karena ia berani menolak ajakan berzinah, ia malah difitnah dan di tuduh memperkosa. Resiko semacam itu tetap ada, bagi setiap orang yang mau berpegang terus pada pengertian yang benar tentang dosa, yang tidak mau mendengarkan suara iblis, dan yang lari menjauhi godaan.
Barangkali nasib Yusuf akan lebih enak, apabila dia mau menuruti kemauan istri potifar pada waktu itu. Kenikmatan duniawi akan dia reguk. Kemewahan yang melimpah akan dia miliki. Nah mau apa lagi? Mumpung!
Tetapi tidak! Yusuf tidak mau itu semua. Tambahan lagi, apabila Yusuf pada waktu itu tidak menolak rayuan istri Potifar, memang pengabnya penjara tidak akan dia alami, namun cerita penyelamatan negeri Mesir dan negara-negara sekitarnya dari bencana paceklik juga tidak akan terukir dalam sejarah. Awas Mata Tuhan Melihat!