Rabu, 27 Februari 2013

Masih Relevankah Pengajaran Alkitab Saat ini?


Banyak orang berpandangan Kristus menghendaki kita menjadi orang yang religius. Mereka berpikir Yesus datang untuk mengambil semua kesenangan hidup dan memberi kita aturan-aturan yang tidak mungkin dijalankan. Mereka bersedia menyebut-Nya pemimpin besar dari masa lalu. Tapi mengatakan Dia tidak relevan dengan kehidupan masa kini.

Josh McDowell adalah mahasiswa yang diajarkan bahwa Yesus cuma salah satu pemimpin religius yang menetapkan aturan hidup yang tidak mungkin dijalankan. Jadi untuk McDowell, Yesus sama sekali tidak relevan dalam hidupnya.

Hingga suatu hari, saat makan siang, seorang mahasiswi duduk di sebelah Mc Dowell dengan senyum lebar. Merasa tertarik, dia bertanya kenapa mahasiswi itu begitu bahagia. Jawaban langsungnya adalah, “Yesus Kristus!”

Yesus Kristus? pikir McDowell, yang berbalik mengatakan: “Oh, demi Tuhan, jangan beri saya sampah itu! Saya muak dengan agama; saya muak dengan gereja; saya muak dengan Alkitab! Jangan beri saya sampah tentang agama!”

Tanpa merasa tergantung, mahasiswi itu dengan tenang menjelaskan, “Tuan, saya tidak mengatakan agama. Saya katakan Yesus Kristus”. McDowell terkejut. Dia tidak pernah memandang Yesus lebih dari sekedar tokoh agama, dan tidak ingin menjadi bagian dari kemunafikan religius.

Namun wanita Kristen yang gembira itu berbicara tentang Yesus sebagai seseorang yang membawa arti kehidupan kepadanya. Kristus mengklaim akan menjawab semua pertanyaan mendalam mengenai eksistensi kita. Pada satu saat, kita semua akan mempertanyakan apa arti kehidupan itu.

Apakah Anda pernah melihat ke langit yang gelap gulita dan merenungkan siapa yang menaruh bintang-bintang itu di sana? Atau apakah Anda pernah melihat matahari terbenam dan berpikir tentang pertanyaan terbesar dalam hidup, yaitu:
Siapa saya?
Kenapa saya ada di sini?
Kemana saya pergi setelah meninggal?

Meski para filsuf dan pemimpin agama lain menawarkan jawaban tentang arti kehidupan, hanya Yesus Kristus yang telah membuktikan kredensial-Nya (apa yang dikatakanNya) dengan bangkit dari kematian.

Skeptis seperti McDowell, yang pada awalnya mengejek kebangkitan Yesus, telah menemukan banyak bukti yang menyatakan, bahwa hal itu benar-benar terjadi. Yesus menawarkan hidup dalam arti yang sebenarnya. Dia mengatakan hidup lebih besar dari mengumpulkan harta, bersenang-senang, sukses dan berakhir di kuburan.

Kendati begitu, masih banyak orang mencoba menemukan arti kehidupan dalam ketenaran dan kesuksesan, bahkan juga bintang-bintang terbesar.

Madonna mencoba menjawab pertanyaan, “Kenapa saya di sini?” dengan menjadi seorang penyanyi terkenal (diva). Ia mengakui, “Bertahun-tahun lalu saya pernah berpikir bahwa ketenaran, kekayaan dan penerimaan publik akan memberikan kebahagiaan. Tapi suatu hari kamu akan bangun dan menyadari bukan itu. Saya masih merasa kurang. Saya ingin tahu arti kebenaran dan kebahagiaan sejati serta bagaimana saya menemukannya.”[1]

Yang lain, Kurt Cobain sudah menyerah untuk menemukan arti kehidupan itu, Kurt Cobain seorang vokalis Nirvana, grup band grunge asal Seattle, merasa putus asa pada usia 27 tahun dan bunuh diri. Kartunis era Jazz, Ralp Barton, juga menemukan hidup tanpa arti dan meninggalkan pesan bunuh dirinya, “Saya punya beberapa kesukaran, banyak teman, sukses hebat; saya sudah berpindah dari satu istri ke istri yang lain, dari rumah ke rumah, mengunjungi negara-negara di dunia, tapi saya muak dengan upaya menemukan allah-allah untuk mengisi 24 jam sehari.”[2]

Pascal, filsuf besar Perancis percaya kekosongan hati yang kita semua alami hanya bisa diisi oleh Allah. Dia mengatakan, “Allah membentuk ruang kosong di hati setiap orang yang hanya bisa diisi oleh Yesus Kristus”[3] Jika Pascal benar, maka kita akan berharap bahwa Yesus tidak hanya menjawab pertanyaan tentang identitas kita dan arti kehidupan, tapi juga memberi kita harapan akan kehidupan setelah kematian.

Apakah ada arti kehidupan tanpa Allah? Tidak menurut ateis Bertrand Russell, yang menulis, “Sampai Anda berasumsi adanya allah, pertanyaan tujuan hidup itu tidak ada artinya.”[4] Dalam bukunya, Why I am not a Christian (Kenapa saya bukan orang Kristen), Russell membantah semua yang Yesus katakan mengenai arti kehidupan, termasuk janjiNya akan kehidupan kekal.

Tapi jika Yesus benar-benar mengalahkan kematian seperti klaim para saksi mata, (Lihat “Did Jesus Rise from the Dead?”) maka Dia sendiri yang akan memberitahu kami semua tentang hidup dan menjawab, “Kemana saya pergi?” Memahami kata-kata Yesus mengenai kehidupan dan kematian dapat membentuk identitas kita, memberi kita makna dalam hidup dan memberikan harapan untuk masa depan. Oleh karena itu kita perlu memahami apa yang dikatakan tentang Tuhan, tentang kami dan tentang diriNya sendiri.
Apa yang Yesus katakan tentang Allah?
Allah Itu Relasional

Banyak orang berpendapa,t Allah hanya sebagai sebuah kekuatan, bukan satu pribadi, yang bisa kita kenal dan bergaul denganNya. Allah yang disebutkan Yesus bukanlah kekuatan impersonal di Star Wars, yang kebaikannya bisa diukur dalam voltase. Dia juga bukan sosok besar menakutkan di angkasa, yang senang membuat hidup kita sengsara.

Sebaliknya, Allah itu relasional seperti kita, tapi lebih dalam lagi. Dia berpikir, Dia mendengar, dan Dia berkomunikasi dalam bahasa yang kita pahami. Yesus menjelaskan kepada kita dan memperlihatkan Allah itu seperti apa. Menurut Yesus, Allah tahu setiap kita dengan sangat baik dan personal, dan terus memikirkan kita.
Allah Itu Kasih

Dan Yesus mengatakan kepada kita, Allah itu kasih. Yesus mendemonstrasikan kasih Allah kemanapun Dia pergi, seperti ketika Dia menyembuhkan orang sakit, serta menolong yang disakiti dan miskin.

Kasih Allah sangat berbeda secara radikal dengan (kasih) kita, karena tidak berdasarkan ketertarikan atau penampilan. Kasih (Allah) itu secara total mengorbankan diri dan tidak mementingkan diri. Yesus membandingkan kasih Allah dengan kasih bapa/ayah yang sempurna. Ayah yang baik menghendaki yang terbaik untuk anak-anaknya, berkorban untuk mereka, dan memberikan kebutuhan mereka. Tapi untuk kepentingan terbaik mereka, dia juga mendisiplinkan mereka.

Yesus mengilustrasikan hati kasih Allah dengan cerita tentang seorang anak, yang memberontak dan menolak nasehat ayahnya mengenai yang terpenting dalam kehidupan. Kesombongan dan keinginan diri membuat, anak itu berhenti bekerja dan “hidup semaunya”. Daripada menunggu sampai ayahnya membagi warisan, dia mulai memaksa ayahnya untuk memberikan warisan itu kepadanya.

Dalam cerita Yesus, ayahnya memberi permintaan anaknya. Tapi keadaan buruk menimpa anaknya. Setelah menghabiskan uang untuk bersenang-senang, anak pemberontak itu terpaksa bekerja di peternakan babi. Ketika dia begitu lapar makanan babi pun terlihat enak (diceritakan dia memakan makanan babi). Putus asa dan tidak yakin ayahnya akan menerimanya kembali, dia membereskan tasnya dan pulang ke rumah.

Yesus menceritakaan kepada kita bukan saja sang ayah menyambutnya, tapi dia lari memeluknya. Dan kemudian secara radikal total dalam kasihnya, sang ayah menyelenggarakan pesta besar untuk merayakan kembalinya si anak.

Ini sangat menarik. Kendati ayahnya sangat mengasihi putranya, dia tidak mengejarnya. Dia membiarkan sang anak yang dikasihinya, merasakan kesakitan dan penderitaan karena konsekuensi pilihan pemberontakannya. Dengan cara yang sama, ayat-ayat Alkitab mengajarkan kasih Allah tidak pernah mengkompromikan tentang apa yang terbaik untuk kita. Kasih itu akan membiarkan kita menderita atas pilihan-pilihan salah kita.

Yesus juga mengajarkan Allah tidak akan pernah mengkompromikan karakterNya. Karakter adalah siapa kita adanya. Itu adalah esensi kita, dimana pikiran-pikiran dan tindakan kita berasal. Jadi seperti apa Allah — esensinya?
Allah Itu Suci

Disepanjang Alkitab (hampir 600 kali), Allah disebut sebagai “suci”. Suci artinya karakter Allah secara moral murni dan sempurna dalam semua jalanNya. Sempurna. Ini berarti Dia tidak pernah mempunyai pikiran tidak murni atau inkonsisten dengan kesempurnaan eksistensi moralNya.

Karena itu, kesucian Allah berarti Dia tidak bisa hadir jika ada kejahatan. Karena kejahatan bertentangan dengan keberadaan Allah, Dia membencinya. Itu seperti polusi bagiNya.

Tapi jika Allah itu Suci dan menolak kejahatan, kenapa Dia tidak membuat karakter kita seperti Dia? Kenapa ada yang melecehkan anak-anak, pembunuh, pemerkosa, dan penyesat? Dan kenapa kita terus berjuang dengan pilihan-pilihan moral kita sendiri? Hal ini membawa kita lebih lanjut pada pencarian kita akan arti (kehidupan). Apa yang Yesus katakan mengenai diri kita?


Diciptakan Untuk Berhubungan Dengan Allah

Jika Anda membaca seluruh Perjanjian Baru, Anda akan menemukan bahwa Yesus terus-menerus berbicara tentang nilai yang tinggi (berharga) diri kita bagi Allah, mengatakan kepada kita bahwa Allah menciptakan kita untuk jadi anakNya.

Bintang rock band Irlandia, U2, Bono menegaskan dalam sebuah wawancara,” Konsep mengejutkan bahwa Allah pencipta alam semesta mungkin mencari teman dan hubungan sungguh-sungguh dengan manusia….”[5] Dengan kata lain, sebelum alam semesta diciptakan, Allah berencana untuk mengadopsi kita menjadi keluargaNya. Tidak hanya itu, tapi Dia merencanakan warisan luar biasa bagi kita. Seperti ayah pada inti cerita Yesus, Allah ingin melimpahkan kita sebuah warisan berkat, yang tidak terbayangkan, dan hak istimewa. Di mata-Nya, kita spesial (khusus).
Kebebasan Memilih

Dalam sebuah film, Stepford Wives, dalam kondisi lemah dan terbaring, orang serakah dan pembunuh ini telah menciptakan robot-robot penurut dan patuh untuk menggantikan istri-istri mereka yang bebas, dan mereka nilai sebagai ancaman. Kendati laki-laki diharapkan mencintai istri-istri mereka, mereka menggantikannya dengan mainan untuk memaksakan kepatuhan.

Allah bisa membuat kita seperti itu – manusia robot (iPeople) – diprogram untuk mengasihi dan mematuhi Dia, program puji-pujian dimasukkan kepada kita seperti “screensaver”. Tapi akibatnya, kasih terpaksa itu tidak ada artinya. Allah ingin kita mengasihi Dia dengan bebas. Dalam hubungan sebenarnya, kita ingin seseorang mencintai kita apa adanya, bukan karena paksaan.

Andaikan ada seorang raja yang mencintai pelayan sederhananya. Raja itu tidak seperti raja-raja lain. Semua pejabat negara gemetar dihadapan kuasanya ….. dan tetap saja raja, yang sangat kuat ini, meleleh karena cinta terhadap pelayan sederhana itu. Bagaimana dia menyatakan cintanya kepada pelayan itu? Dalam cara yang tidak biasa, dia terikat oleh “wibawa raja”. Jika dia membawanya ke istana dan memahkotai dia dengan permata … dia pasti tidak akan menolak – tidak seorangpun berani menolak dia. Tapi apakakh pelayan itu mencintainya? Tentu saja dia akan mengatakan dia mencintainya, tapi apakah sungguh-sungguh?[6]

Anda lihat masalahnya. Ini masalah yang lebih sederhana: bagaimana Anda putus dengan pacar yang sudah tahu segalanya? (“Ini tidak berhasil buat kita, tapi saya rasa kamu sudah tahu.”) Namun untuk memungkinkan saling mencintai, Allah menciptakan manusia dengan kapasitas unik: kehendak bebas.
Pemberontakan Melawan Hukum Moral Allah

C.S. Lewis menjelaskan meski kit secara internal diprogram dengan keinginan untuk mengetahui Allah, kita memberontak atas itu sejak saat kita lahir.[7] Lewis juga memulai penelitiannya dengan motifnya sendiri, dimana dia menemukan bahwa secara insting dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.

Lewis heran darimana berasal perasaan salah dan benar ini. Kita semua mengalami rasa salah dan benar. Ketika kita membaca Hitler membunuh enam juta orang Yahudi, atau seorang pahlawan mengorbankan nyawanya untuk orang lain. Kita, secara insting, tahu bahwa salah untuk berbohong dan curang. Rasa pengakuan inilah, telah diprogram dalam hati kita dengan hukum moral, yang membuat seorang mantan ateis mencapai kesimpulan pasti ada “pemberi hukum” moral.

Sebenarnya, menurut Yesus dan Alkitab, Allah telah memberi kita hukum moral untuk dipatuhi.. Dan bukan hanya menolak berhubungan dengan Allah, kita juga telah melanggar hukum-hukum moral yang telah ditetapkan Allah. Sebagian besar dari kita mengetahui Sepuluh Perintah Allah:


“Jangan berbohong, mencuri, membunuh, berzinah, dan seterusnya.” Yesus menyimpulkannya dengan mengatakan kita harus mengasihi Allah dengan seluruh jiwa kita dan sesama manusia seperti diri kita sendiri. Dosa, karena itu, tidak hanya melakukan kesalahan ketika kita melanggar hukum, tapi juga kegagalan kita melakukan apa yang benar.

Allah membuat alam semesta dengan hukum-hukum yang mengatur segalanya. Hukum-hukum ini tidak bisa dihindarkan dan tidak berubah. Ketika Einstein menemukan formula E=MC2. dia membuka misteri energi nuklir. Campur bahan-bahan yang tepat dengan kondisi tertentu dan tenaga sangat besar akan terlepaskan. Alkitab mengatakan kepada kita hukum moral Allah tidak berubah karena keluar dari esensi karakter-Nya.

Sejak laki-laki dan perempuan pertama, kita telah melanggar hukum-hukum Allah, kendati hukum ada demi kebaikan kita. Dan kita telah gagal melakukan apa yang benar. Kita mendapat warisan kondisi ini dari manusia pertama, Adam. Alkitab menyebut ini sebagai ketidakpatuhan, dosa, yang berarti “tidak kena sasaran”, seperti seorang pemanah yang gagal mengenai sasarannya. Jadi dosa kita telah mematahkan hubungan yang sudah dikehendaki Allah dengan kita. Memakai ilustrasi pemanah sebagai contoh, kita telah gagal mengenai sasaran yang sebenarnya merupakan tujuan penciptaan kita.

Dosa menyebabkan pemutusan semua hubungan: manusia dengan lingkungannya (keterasingan), individu-individu saling terpecah (rasa salah dan malu), masyrakat terputus hubungan dari masyarakat lain (perang, pembunuhan), dan manusia terputus dari Allah (kematian spiritual). Seperti mata rantai, sekali satu mata rantai putus antara Allah dengan manusia, seluruh hubungan jadi tidak menyambung lagi.

Dan kita sudah putus. Seperti disimpulkan Kayne West, “saya tidak berpikir bahwa saya tidak bisa melakukan apapun untuk membenarkan kesalahan saya….. saya ingin berbicara dengan Allah. Tapi saya takut karena kita sudah lama tidak saling berbicara.” Pernyataan ini diambil dari lirik lagu West yang berbicara mengenai perpisahan yang dibawa oleh dosa dalam kehidupan kita. Dan menurut Alkitab, perpisahan ini lebih dari sekedar lirik di sebuah lagi rap. Itu punya konsekuensi mematikan.
Dosa Kita Telah Memisahkan Kita Dari Kasih Allah

Pemberontakan kita (dosa) telah menciptakan tembok pemisah antara kita dengan Allah (lihat Yesaya 59:2). Dalam ayat Alkitab, “perpisahan” berarti kematian spiritual. Dan kematian spiritual berarti terpisah sepenuhnya dari cahaya dan kehidupan Allah.

“Tapi tunggu dulu,” mungkin ini yang Anda katakan. “Bukankah Allah tahu semua sebelum Dia menciptakan kita?

Kenapa Dia tidak melihat bahwa rencanaNya sudah gagal total?” Tentu saja, Allah maha tahu akan menyadari bahwa kita akan memberontak dan berdosa. Kenyatannya, kegagalan kita membuat rencanaNya jadi sangat mengejutkan. Hal ini membawa kita pada alasan Allah datang ke bumi dalam bentuk manusia. Dan bahkan lebih menakjubkan —- alasan yang harus dicatat karena kematiannya.
Solusi Sempurna Allah

Selama tiga tahun kehidupan pelayanan-Nya, Yesus mengajarkan kita bagaimana untuk hidup dan melakukan banyak mukjizat, bahkan membangkitkan orang yang sudah meninggal. Tapi Dia menyatakan misi utamanya adalah menyelamatkan kita dari dosa kita.

Yesus memproklamirkan Dia adalah Mesias yang sudah dijanjikan dan akan mengangkat beban kesalahan kita. Nabi Yesaya telah menulis mengenai Mesias 700 tahun sebelumnya dan memberi kita beberapa tanda atas identitasnya. Namun tanda yang paling sukar dipahami adalah. Mesias adalah manusia sekaligus Allah!.


” Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, …. dan namanya disebut orang: Penasehat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal, Raja damai.” (Yesaya 9:5)

Penulis Ray Stedman menuliskan janji Allah atas Mesias,”Sejak permulaan Perjanjian Lama, ada pengharapan yang digambarkan seperti suara langkah kaki yang mendekat: seseorang datang!…. Harapan itu meningkat sepanjang catatan nabi ke nabi yang memproklamirkan tanda-tanda menjanjikan: ada yang datang!”[8]

Para nabi telah menyatakan Mesias akan jadi korban dosa sempurna bagi Allah, untuk memuaskan keadilan-Nya. Manusia sempurna ini akan memenuhi kualifikasi untuk mati bagi kita. (Yesaya 53:6)

Menurut para penulis Perjanjian Baru, satu-satunya alasan Yesus pantas mati untuk kita adalah karena sebagai Allah, Dia menjalani hidup sempurna secara moral dan tidak berdosa.

Sukar untuk mengerti bagaimana kematian Yesus itu menebus dosa-dosa kita. Mungkin analogi yudisial akan memperjelas bagaimana Yesus menyelesaikan dilema, Allah, yang sempurna kasih-Nya dan keadilan-Nya.

Bayangkan Anda memasuki ruang sidang, bersalah karena pembunuhan (Anda punya isu serius disini) Ketika Anda mendekati meja, Anda menyadari bahwa hakim itu ayah Anda. Karena tahu dia mengasihi Anda, Anda langsung mulai memohon,”Pak, bebaskan saya!”

Dia menjawab,”Aku mengasihimu, nak, tapi saya hakim. Saya tidak bisa membebaskanmu begitu saja.”

Akhirnya, dia mengetuk palu dan menyatakan Anda bersalah. Keadilan tidak bisa dikompromikan, paling tidak oleh seorang hakim. Tapi karena dia mengasihi Anda, dia turun dari kursi, membuka jubahnya, dan menawarkan diri untuk membayar denda untuk Anda. Pada kenyataannya, dia menggantikan Anda di kursi listrik.

Inilah gambar yang dilukis di Perjanjian Baru. Allah turun memasuki sejarah manusia, dalam bentuk manusia Yesus Kristus dan duduk di kursi listrik (baca: salib) menggantikan kita, untuk kita. Yesus bukanlah pihak ketiga kambing hitam, mengambil dosa kita, tapi Dia adalah Allah sendiri. Lebih jelas lagi, Allah punya dua pilihan: menghakimi dosa kita atau mengambil alih hukuman itu kepada diri-Nya sendiri. Dalam Kristus, Dia memilih yang terakhir.

Meski Bono U2 tidak berkehendak jadi teolog, dia secara akurat mengatakan alasan kematian Yesus,


“Maksud kematian Kristus adalah Kristus mengambil dosa-dosa dunia, sehingga apa yang kita lakukan tidak kembali lagi kepada kita, dan sifat dosa kita tidak menghasilkan kematian. Inilah alasan utamanya. Hal ini seharusnya membuat kita rendah hati. Bukan perbuatan baik yang membuat kita bisa melewati gerbang surga”[9]

Dan Yesus menegaskan hanya Dia satu-satunya, yang bisa membawa kita kepada Allah. Dikatakan, “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak seorangpun bisa datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes14:6)

Tapi banyak yang berargumentasi klaim Yesus bahwa Dia adalah satu-satunya jalan kepada Allah itu terlalu sempit. Disebutkan ada banyak jalan menuju Allah. Mereka yang percaya bahwa semua agama sama, menolak bahwa kita punya masalah dosa. Mereka tidak menerima perkataan Yesus dengan serius. Mereka mengatakan kasih Allah akan menerima kita semua, apapun yang sudah kita buat.

Mungkin Hitler pantas diadili, menurut pandangan mereka, tapi bukan mereka atau yang lain yang “hidup layak”. Ini sama saja mengatakan Allah memberikan nilai, dan semua yang dapat D- atau lebih baik akan masuk (surga). Tapi ini menelurkan dilema.

Seperti sudah kita lihat, dosa bertentangan dengan karakter suci Allah. Jadi kita telah menghina (menyinggung) Pencipta kita, yang telah mengasihi kita sampai mengorbankan Anak-Nya bagi kita. Pemberontakan kita sama seperti meludahi muka-Nya.Kebaikan, agama, meditasi, atau karma tibak bisa membayar hutang dosa kita yang telah terjadi.

Menurut teolog R. C. Sproul, hanya Yesus sendiri satu-satunya yang mampu membayar hutang itu. Dia menulis,


“Musa jadi perantara hukum; Muhammad bisa mengangkat pedang; Buddha bisa memberikan konsultasi personal; Konfusius menawarkan kalimat-kalimat kebajikan; tapi tidak satupun orang ini punya kualifikasi untuk jadi penebus dosa dunia. Hanya Kristus satu-satunya yang pantas mendapat pujian dan pelayanan tidak terbatas.”[10]
Pemberian Yang Tidak Semestinya

Istilah Alkitab untuk menggambarkan pengampunan gratis Allah melalui pengorbanan kematian Yesus adalah anugerah. Diampuni dan menyelamatkan kita dari apa yang seharusnya kita terima, anugerah dari Allah, memberi kita apa yang seharusnya tidak pantas kita terima. Mari kita tinjau sebentar apa yang Kristus telah lakukan terhadap kita yang tidak bisa kita sendiri lakukan:
Allah mengasihi kita dan menciptakan kita untuk berhubungan denganNya.[11]
Kita diberi kebebasan untuk menerima atau menolak hubungan itu.[12]
Dosa dan pemberontakan kita terhadap Allah dan hukum-Nya telah menciptakan tembok pemisah antara kita dengan Dia.[13]
Meski kita pantas dihukum selama-lamanya, Allah telah membayar lunas hutang kita dengan kematian Yesus yang menggantikan kita. Hal ini memungkinkan kita hidup selama-lamanya bersama Dia.[14]

Bono memberi kita perspektifnya atas anugerah.


“Anugerah melampaui akal dan logika. Kasih menginterupsi, jika Anda suka istilah ini, konsekuensi tindakan Anda, Dalam kasus saya ini benar-benar berita baik, karena saya melakukan banyak hal-hal bodoh… Saya akan mendapat masalah besar jika karma pada akhirnya jadi hakim saya…. itu tidak memaafkan kesalahan-kesalahan saya, tapi saya berpegang pada anugerah. Saya memegang (janji) bahwa Yesus menanggung dosa saya di Kayu Salib, karena saya tahu siapa saya, dan saya berharap saya tidak harus bergantung pada ke-religius-an saya sendiri.”[15]

Sekarang kita punya gambaran rencana Allah selama ini. Tapi masih ada satu hal yang belum lengkap. Menurut Yesus dan para penulis Perjanjian Baru, setiap dari kita, secara individu, harus menjawab pemberian cuma-cuma yang ditawarkan Yesus kepada kita. Dia tidak akan memaksa kita menerimanya.


Anda Sendiri Memilih Akhirnya

Kita terus membuat pilihan-pilihan …… apa yang akan dipakai, apa yang akan dimakan, karir, pasangan perkawinan, dan seterusnya. Hal yang sama juga terjadi pada hubungan dengan Allah. Penulis Ravi Zacharias menulis,


“Pesan Yesus mengungkap bahwa setiap orang yang datang untuk mencari Allah bukan karena kebajikan kelahiran, tetapi oleh kesadaran pilihan untuk mempersilahkan Dia masuk dan hukum-hukum-Nya mengatur hidupnya.”[16]

Pilihan-pilihan kita sering dipengaruhi orang lain. Namun dalam beberapa hal, kita diberi nasihat yang salah. Pada 11 September 2001, enam ratus orang tak bersalah pecaya pada nasihat yang salah, dan menderita konsekuensinya. Kisah nyatanya seperti ini.

Seseorang yang sedang ada di lantai 92 tower selatan World Trade Center, baru saja mendengar sebuah jet menabrak tower utara. Kaget karena ledakan, dia menelepon polisi dan meminta instruksi apa yang harus diperbuat. “Kita perlu tahu apakah kita harus keluar dari sini, karena kita tahu ada ledakan,” tanyanya di saluran darurat.

Suara di ujung lainnya menasihati dia untuk tidak keluar gedung. “Saya akan menunggu sampai ada pemberitahuan berikutnya.”

“Baiklah, ” sang penelepon menjawab. “Jangan keluar gedung.” Kemudian dia menutup telepon itu.

Beberapa saat setelah pukul 09.00, sebuah jet lain menabrak lantai 80 di tower selatan. Hampir enam ratus orang di lantai atas tower selatan meninggal. Kegagalan evakuasi dari gedung merupakan salah satu tragedi terbesar hari itu.[17]

Ke 600 orang tewas karena mereka menggantungkan diri pada informasi yang salah, walaupun diberikan oleh orang yang mencoba menolong. Tragedi tidak akan terjadi jika ke 600 korban diberi informasi yang benar.

Kesadaran pilihan kita terhadap Yesus sangatlah jauh lebih penting daripada menghadapi korban-korban 9/11 yang salah informasi. Taruhannya keabadian. Kita bisa memilih satu dari tiga respon berbeda. Kita bisa tidak memperdulikan Dia kita bisa menolak Dia atau, kita bisa menerima Dia.

Alasan kenapa banyak orang hidup dengan tidak mempedulikan Allah adalah mereka terlalu sibuk mendesakkan agendanya sendiri. Chuck Colson seperti itu. Pada usia 39 tahun, Colson menempati kantor disebelah kantor presiden Amerika Serikat. Dia adalah “orang tangguh” Gedung Putih era Nixon, “pembunuh bayaran” yang akan mengambil keputusan-keputusan sulit. Pada tahun 1972, skandal Watergate menghancurkan reputasinya dan dunianya terpecah-belah. Setelah itu dia menulis:


“Saya hanya memikirkan diri sendiri. Saya melakukan ini dan itu, saya mencapai tujuan, saya sukses dan saya tidak memberi Allah kehormatan (atas semua keberhasilan itu), tidak pernah berterima kasih kepada-Nya atas pemberian Dia kepada saya. Saya tidak pernah berpikir ada pribadi “tak terhitung superioritasnya” dibandingkan saya, atau jika penah berpikir tentang ke-maha kuasa-an Allah, saya tidak menghubungkannya dengan kehidupan saya.”[18]

Banyak orang sama dengan Colson. Sudah terperangkap dalam kecepatan kehidupan dan hanya punya sedikit atau tidak ada waktu untuk Allah. Kendati begitu, tidak mempedulikan tawaran anugerah Allah akan pengampunan punya konsekuensi mengerikan. Hutang dosa kita tetap tidak terbayar.



Dalam kasus-kasus kriminal, hanya sedikit sekali yang memperoleh pengampunan penuh (pembebasan). George Burdick, 1915, editor kota New York Tribune, melakukan pelanggaran hukum. President Woodrow Wilson mengumumkan pengampunan penuh terhadap Burdick atas semua kesalahan “diperbuat atau mungkin diperbuatnya”. Yang membuat kasus Burdick bersejarah adalah dia menolak pengampunan itu. Keputusannya membuat kasusnya masuk ke Makamah Agung, yang akhirnya mendukung dan Burdick, menyatakan pengampunan presiden tidak bisa dipaksakan kepada siapapun.

Ketika menolak pengampunan penuh Kristus, orang-orang memberi berbagai alasan. Banyak yang mengatakan kurang bukti, Bertrand Russell dan skeptis lain tidak cukup tertarik untuk sungguh-sungguh melakukan investigasi. Yang lainnya menolak melihat lebih jauh karena beberapa orang Kristen munafik yang mereka kenal. Merekamenunjuk orang-orang tersebut menampilkan perilaku tidak berbelas kasihan. Selebihnya menyebutkan inkonsisten sebagai alasan. Dan lainnya masih tetap menolak Kristus karena mereka menyalahkan Allah atas pengalaman sedih atau tragis yang mereka derita.

Namun, Zacharias, yang berdebat dengan banyak intelektual di ratusan universitas, percaya, bahwa alasan utama kebanyakan orang menolak Allah adalah moral. Dia menulis:


“Seseorang menolak Allah bukan karena tuntutan intelektual, juga bukan karena kelangkaan bukti. Seseorang menolak Allah karena perlawanan moral menolak mengakui kebutuhannya akan Allah.[19]

Keinginan kebebasan moral telah menjauhkan C.S. Lewis dari Allah disebagian besar masa kemahasiswaannya. Setelah pencarian akan kebenaran membawanya kepada Allah, Lewis menjelaskan bagaimana menerima Kristus melibatkan lebih dari persetujuan intelektual atas fakta-fakta. Dia menulis:


“Orang yang jatuh bukanlah hanya karena mahluk tidak sempurna yang membutuhkan perbaikan: dia pemberontak yang harus menyerahkan senjatanya. Menyerahkan senjata, menyerah, mengatakan Anda minta ampun, menyadari bahwa Anda berada pada jalan yang salah dan siap memulai hidup baru lagi…. itulah yang disebut orang Kristen sebagai lahir baru.”[20]

Lahir baru adalah kata yang berarti cara berpikir yang secara dramatis berbalik arah.. Itulah yang terjadi terhadap mantan “pembunuh bayaran” Nixon. Setelah Watergate terbuka, Colson mulai memikirkan tentang hidup secara berbeda. Merasa dia tidak punya tujuan (tidak tahu apa yang harus dilakukan), dia mulai membaca buku “Kekristenan Biasa” (Mere Christianity), ditulis oleh Lewis, yang diberikan seorang teman kepadanya. Dilatih sebagai pengacara, Colson mengambil buku tulis dan menuliskan semua argumen-argumen Lewis. Colson mengingat:


“Saya tahu waktunya sudah tiba bagi saya. . Apakah saya akan menerima Yesus Kristus tanpa syarat sebagai Tuhan aas hidup saya. Itu seperti sebuah gerbang untuk saya? Tidak ada jalan untuk melangkah memutarinya. Saya masuk atau saya tetap diluar. Satu ‘mungkin’ atau ‘saya butuh tambahan waktu’ sama dengan memperolok diri sendiri.”

Setelah pergulatan di dalam hati, mantan pembantu presiden Amerika Serikat ini akhirnya menyadari Yesus Kristus pantas memperoleh kesetiaan total darinya. Dia menulis:


“Kemudian, pada Jumat pagi, ketika saya duduk sendirian melihat ke laut yang saya cintai, kalimat yang saya tidak pasti bisa saya pahami atau katakan meluncur begitu saja dari bibir saya, “Tuhan Yesus, saya percaya Engkau”. Saya terima Engkau. Mohon masuklah dalam hidup saya. Saya berkomitmen kepada-Mu.”[21]



Colson menemukan bahwa pertanyaannya, “Siapa saya?” “Kenapa saya ada di sini?” dan “Kemana saya pergi?” Semua terjawab dalam hubungan personal dengan Yesus Kristus. Rasul Paulus menulis, “Aku katakan “di dalam Kristus”, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan.” (Efesus 1:11 )

Ketika kita memasuki hubungan personal dengan Yesus Kristus, Dia mengisi kekosongan dalam hati kita, memberi kita kedamaian, dan memuaskan keinginan kita akan arti kehidupan dan harapan. Dan kita tidak lagi membutuhkan stimultan sementara untuk mengisi kita. Ketika Dia masuk kedalam kita, Dia juga memuaskan keinginan paling dalam dan kebutuhan akan kasih dan kedamaian sejati.

Dan hal paling menakjubkan adalah Allah sendiri datang sebagai manusia untuk membayar seluruh hutang kita. Karena itu, kita tidak lagi ditindas hukuman dosa. Paulus menulisnya dengan jelas kepada jemaat Roma, ketika ditulisnya,


“Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematianNya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Kolose 1:21b-22a).

Jadi Allah melakukan apa yang tidak mampu kita lakukan sendiri. Kita dibebaskan dari dosa oleh pengorbanan Yesus sampai mati. Ini seperti pembunuh massal datang kepada hakim dan diberikan pengampunan penuh dan menyeluruh. Dia tidak pantas menerima pengampunan itu, dan juga kita. Pemberian kehidupan abadi Allah sepenuhnya gratis —- dan dibagi-bagikan (kepada siapapun yang mau). Tapi meski pengampunan ditawarkan kepada kita, tetap tergantung kepada kita untuk menerimanya (atau tidak). Pilihan ada pada Anda.

Apakah Anda ada pada titik dalam hidup dimana Anda akan menerima tawaran gratis Allah?

Mungkin seperti Madonna, Bono, Lewis, dan Colson, hidup Anda juga kosong. Tidak satupun yang telah Anda coba bisa memuaskan kekosongan (jiwa) yang Anda rasakan. Allah bisa mengisi kekosongan itu dan mengubah Anda dalam sekejab. Dia telah menciptakan Anda agar Anda mempunyai hidup yang membanjir dengan arti dan tujuan. Yesus mengatakan, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b)

Atau mungkin semua berjalan baik-baik dalam hidup Anda, tetapi Anda tidak bisa istirahat dan tidak ada kedamaian. Anda menyadari Anda telah melanggar hukum-hukum Allah dan terpisah dari kasih dan pengampunan-Nya. Anda takut akan penghakiman Allah. Yesus mengatakan, “Saya pergi dengan memberi kamu berkat –kedamaian pikiran dan hati. Dan kedamaian yang saya beri tidak sama dengan yang diberikan dunia.”

Jadi kapanpun Anda lelah akan kekosongan hidup atau terusik oleh ketiadaan perdamaian dengan Pencipta Anda, jawabannya ada dalam Yesus Kristus.

Ketika Anda percaya dalam Yesus Kristus, Allah akan mengampuni semua dosa-dosa Anda – di masa lalu, sekarang, dan masa depan dan menjadikan Anda anak-anak-Nya. Dan sebagai anak yang dikasihi-Nya, Dia memberi Anda tujuan dan arti kehidupan di bumi dan menjanjikan kehidupan abadi bersama-Nya.

Firman Tuhan, “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya.” (Yohanes 1:12)

Pengampunan dosa, tujuan hidup, dan kehidupan abadi semuanya untuk Anda jika Anda memintanya. Anda bisa mengundang Kristus memasuki hidup Anda sekarang ini dengan iman melalui doa. Berdoa adalah berbicara dengan Allah. Allah tahu hati Anda dan tidak terlalu memperhatikan kata-kata Anda karena Dia melihat sikap hati Anda. Di bawah ini ada saran doa:


“Ya Allah, saya ingin mengenal-Mu secara pribadi dan hidup abadi bersama-Mu. Terima kasih, Tuhan Yesus, karena mati di kayu salib bagi dosa-dosa saya. Saya buka pintu kehidupan saya dan menerima Engkau sebagai Penyelamat dan Tuhan. Ambil hidup saya dan ubah saya, jadikan saya orang yang Engkau kehendaki.”

Apakah doa ini mengekspresikan keinginan hati Anda? Jika ya, berdoalah seperti saran di atas dalam bahasa Anda sendiri.

Jika Anda sudah meminta Yesus Kristus masuk dalam hidup Anda, kami mendorong Anda untuk mulai membaca Firman (Alkitab) dan bergabung dengan yang lain yang juga ingin hidup untuk Dia.

Sangat penting bagi Anda untuk belajar rahasia-rahasia kehidupan indah yang Allah rencanakan bagi Anda. Di bawah ada studi Alkitab yang akan membantu Anda menghubungkan potongan-potongan rencana indah-Nya bagi Anda dan bagi pertumbuhan iman Anda.



Amin