Rabu, 27 Februari 2013

Benarkah ada Konspirasi dalam KeKristenan?


Da Vinci Code tidak bisa dikesampingkan hanya sebagai karya fiksi belaka. Karena premisnya adalah Yesus Kristus telah dibentuk (direkayasa) kembali untuk kepentingan politik dan telah menyerang langsung pondasi utama kekristenan.

Pengarangnya, Dan Brown, di depan televisi nasional menyatakan, kendati cerita itu fiksi, dia percaya cerita mengenai identitas Yesus benar.

Jadi apa itu kebenaran? Mari kita lihat;
Apakah Yesus secara rahasia menikah dengan Maria Magdalena?
Apakah ke-Tuhan-an Yesus diciptakan oleh Konstantin dan gereja?
Apakah catatan orisinil Yesus dihancurkan?
Apakah penemuan terbaru manuskrip menceritakan kebenaran akan Yesus?

Apakah konspirasi maha besar itu bermuara pada rekayasa (penciptaan) kembali Yesus?

Menurut buku itu dan filmnya, The Da Vinci Code, itulah yang terjadi.

Beberapa bagian buku memperlihatkan bau konspirasi mengenai Yesus. Contohnya, buku menyebutkan,


“Tidak seorangpun menyatakan Kristus merupakan kebohongan, atau membantah Dia pernah berjalan di bumi dan menginspirasi jutaan orang untuk hidup lebih baik. Kita hanya mengatakan Konstantin memanfaatkan substansi dari pengaruh dan pentingnya Yesus itu. Dan dalam melakukannya, dia membentuk wajah kekristenan yang kita kenal sekarang ini”.[1]

Apakah mungkin pernyataan dari buku laris Dan Brown ini benar? Atau premis dibelakangnya hanyalah bahan-bahan yang bagus untuk novel konspirasi — sama dengan kepercayaan bahwa pesawat luar angkasa asing jatuh di Roswell, New Mexico, atau ada penembak kedua di lapangan rumput di Dallas ketika JFK dibunuh?

Apapun itu, cerita memang menarik. Tidak heran buku Brown telah jadi salah satu buku paling laku dalam satu dekade terakhir.

The Da Vinci Code dimulai dengan pembunuhan kurtor museum Perancis bernama Jacques Sauniere. Seorang pakar dari Universitas Harvard dan perempuan cantik Perancis ahli kritologi diminta mengartikan sebuah pesan yang ditinggalkan kurator sebelum kematiannya. Pesan itu ternyata mengungkap konspirasi besar dalam sejarah manusia: sebuah penipuan pesan sebenarnya tentang Yesus Kristus oleh tangan rahasia gereja Katolik Roma disebut Opus Dei.

Sebelum kematiannya, sang kurator punya bukti yang akan menghapuskan ke-Tuhan-an Kristus. Kendati (menurut cerita di buku) gereja selama berabad-abad mencoba menghapus bukti-bukti, para pemikir dan seniman besar telah menanam petunjuk dibanyak tempat: dalam lukusan seperti Mona Lisa dan Perjamuan Malam Terakhir oleh da Vinci, dalam arsitektur katedral-katedral, bahkan dalam kartun-kartun Disney. Klaim utama buku adalah:
Kaisar Romawi Konstantin berkonspirasi untuk men-Tuhan-kan Yesus Kristus.
Konstantin secara pribadi memilih buku-buku di dalam Perjanjian Baru.
Injil Gnostik dilarang oleh para laki-laki untuk menindas perempuan.
Yesus dan Maria Magdalena secara rahasia menikah dan punya anak.
Ada ribuan dokumen yang bertentangan dengan poin-poin kunci KeKristenan.

Brown mengungkapkan konspirasinya melalui seorang ahli, fiksi, sejarahwan bangsawan Inggris, bernama Sir Leigh Teabing. Digambarkan sebagai seorang pakar yan bijak dan tua, Teabing mengungkapkan kepada ahli kriptologi Sophie Neveu bahwa pada sidang Dewan Nicaea tahun 325 “banyak aspek dari KeKristenan diperdebatan dan diambil pemungutan suara (untuk memutuskannya),” termasuk ke-Tuhan-an Yesus.


“Sampai pada momen historis,” katanya, “Yesus dipandang oleh para pengikutnya sebagai nabi fana …. seorang besar dan berkuasa, tapi tetap seorang manusia biasa.”

“Relatif menang tipis dalam pemungutan suara,” tukas Teabing yang sangat mengejutkan ahli kriptologi itu.[2]

Neveu kaget sekali. “Bukan Putra ALLAH?” Tanyanya.

Teabing menjelaskan, ”Penetapan Yesus sebagai ‘Putra ALLAH’ secara resmi diusulkan dan dipilih oleh Dewan Nicaea.”

“Tunggu. Anda katakan Ke-Tuhan-an Yesus adalah hasil pemungutan suara.”

Jadi menurut Teabing, Yesus belum dipandang sebagai ALLAH sampai Dewan Nicaea bersidang tahun 325, ketika catatan sebenarnya tentang Yesus dikatakan dilarang dan dihancurkan. Jadi, menurut teori itu, seluruh dasar KeKristenan berdiri diatas kebohongan.

The Da Vinci Code telah menjual ceritanya denga bagus,menarik komentar dari para pembaca seperti “jika tidak benar maka tidak akan dipublikasikan!” Yang lain menulis dia “tidak akan menginjakkan kakinya di gerja lagi.” Seorang pengulas buku memujinya karena “riset sempurna (meyakinkan)[3] Cukup meyakinkan buat sebuah cerita fiksi.

Mari kita sebentar menerima pandangan Teabing yang mungkin benar. Kenapa, dalam kasus ini, Dewan Nicaea memutuskan untuk mengangkat Yesus menjadi ALLAH?

“Karena kekuasaan,” imbuh Teabing. “Kristus sebagai Mesias sangat penting supaya Gereja dan negara bisa berfungsi. Banyak ahli mengklaim gereja mula-mula secara harafiah mencuri Yesus dan para pengikut asli, membajak pesan kemanusiaannya, menutupiNya dengan jubah Ke-Tuhan-an yang tidak bisa ditembus, dan menggunakanNya untuk memperluas kekuasaan mereka sendiri.”[4]

Dalam banyak cara, The Da Vinci Code adalah konspirasi teori paling lengkap. Jika penuturan Brown benar, maka kita telah dibohongi oleh — gereja, oleh sejarah, dan oleh Kitab Suci. Mungkin bahkan oleh mereka yang paling kita percayai: orangtua kita atau guru-guru kita. Dan itu semua hanya untuk meraih kekuasaan.

Meskipun The Da Vinci Code merupakan cerita fiksi, sebagian besar premisnya diambil dari kejadian nyata (Dewan Nicaea), orang-orang nyata (Konstantin dan Arius), dan dokumen nyata (injil Gnostik). Jika kita memasuki dasar dari konspirasi, proyek kita harus meneliti tuduhan Brown dan memisahkan fakta dengan fiksi.
Konstantin Dan Kekristenan

Beberapa ratus tahun sebelum Konstantin berkuasa di Kekaisaran Romawi, orang Kristen mengalami penindasan berat. Tapi kemudian, ketika akan melancarkan perang, Konstantin dilaporkan melihat salib terang di angkasa dengan tulisan “Taklukkan dengan ini.” Dia bertempur dengan tanda salib dan mengambil alih kekuasaan kekaisaran.

Pertobatan Konstantin jadi Kristen terlihat jelas dalam sejarah gereja. Roma jadi kekaisaran Kristen. Untuk pertama kalinya, selama hampir 300 tahun, orang Kristen relatif aman dan bahkan merasa keren untuk jadi Kristen.

Orang Kristen tidak lagi ditindas karena iman mereka. Kemudian Konstantin berusaha menyatukan Kekaisaran Barat dan Timur, yang terpecah karena perbedaan keyakinan, sekte, dan golongan, sebagian besar berpusat pada isu identitas Yesus Kristus.

Ada bagian-bagian yang benar dalam The Da Vinci Code, dan bagian-bagian yang benar ini jadi prasyarat bagi sebuah kesuksesan teori konspirasi apapun. Tapi cerita dalam buku membuat Konstantin jadi tokoh konspirator. Jadi, mari dilihat pertanyaan kunci yang ditujukan kepada teori Brown: apakah Konstantin menciptakan doktrin Kristen tentang Ke-Tuhan-an Yesus?



Untuk menjawab tuduhan Brown, kita pertama-tama harus menemukan apa yang dipercaya orang Kristen secara umum sebelum Konstantin menyelenggarakan sidang Nicaea.

Orang Kristen telah memuja Yesus sebagai ALLAH sejak abad pertama. Tapi pada abad ke empat, seorang pemimpin gereja dari timur, Arius, melakukan kampanye untuk mempertahankan ke-esa-an ALLAH. Dia mengajarkan Yesus merupakan ciptaan khusus, lebih tinggi dari malaikat, tapi bukan ALLAH. Athanasius dan sebagian besar pemimpin gereja, dipihak lain, yakin bahwa Yesus adalah ALLAH dalam daging.

Konstantin ingin menyelesaikan pertikaian ini, berharap membawa damai di kekaisarannya, menyatukan timur dan barat yang terpecah. Jadi, tahun 325, dia menyelenggarakan konvensi lebih dari 300 uskup di Nicaea (sekarang bagian dari Turki) dari seluruh dunia Kristen. Pertanyaan penting adalah, apakah gereja purba berpikir Yesus adalah Pencipta atay hanyalah ciptaan — Anak ALLAH atau anak seorang tukang kayu? Jadi, apa yang ajarkan oleh para rasul tentang Yesus? Dari catatan paling awal, mereka memandang Dia sebagai ALLAH. Sekitar 30 tahun setelah kematian dan kebangkitan Yesus, Paulus menulis kepada orang Filipi bahwa Yesus adalah ALLAH dalam bentuk manusia (Filipi 2:6-7). Dan Yohanes, saksi mata yang dekat, mengkonfirmasikan Ke-Tuhan-an Yesus dengan kalimat ini:


Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan ALLAH dan Firman itu adalah Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara kita. (Yohanes 1: 1-4, 14).

Kalimat ini dari Johanes 1, ditemukan dalam manuskrip kuno dan sudah dihitung dengan tehnik karbon berasal dari tahun 175 – 225. Jadi Yesus dengan sangat jelas diberitakan sebagai Allah lebih dari seratus tahun sebelum Konstantin menyelenggarakan konvensi Dewan Nicaea. Sekarang kita melihat bukti forensik manuskrip bertentangan dengan klaim The Da Vinci Code, yang menyatakan ke-Tuhan-an Yesus diciptakan pada abad ke empat. Tapi apa yang dikatakan sejarah kepada kita mengenai Dewan Nicaea? Brown dalam bukunya, melalui Teabing, menyatakan mayoritas uskup di Nicaea meniadakan kepercayaan Arius bahwa Yesus adalah nabi biasa (manusia biasa) dan mengadopsi doktrin Ke-Tuhan-an Yesus dengan “hasil pemungutan suara (menang) tipis”. Benar atau salah?

Dalam kenyataan hasil pemungutan suara menang mutlak: hanya dua dari 318 uskup yang berbeda pandangan. Arius percaya bahwa hanya Bapa yang Allah, dan Yesus adalah ciptaan terutamaNya, dewan mengambil kesimpulan bahwa Yesus dan Bapa satu hekekat ke-Allah-an.

Bapa, Anak, dan Roh Kudus, berbeda, hadir bersama-sama, berpribadi, tapi tetap Allah yang Esa. Doktrin Allah yang Esa dalam tiga pribadi (Trinitas) dikenal dalam Pengakuan Iman Rasuli Nicene dan jadi pusat utama keimanan Kristen. Sekarang, apakah benar Arius itu mudah mempengaruhi orang lain dan punya pengaruh kuat. Hasil pemungutan suara, yang menang mutlak, dilakukan setelah perdebatan panjang. Tapi pada akhirnya dewan secara mayoritas besar menyatakan Arius bidah (sesat), karena pengajarannya bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh para rasul tentang ke-Tuhan-an Yesus.

Sejarah juga mengkonfirmasi Yesus dimuka umum menerima pemujaan para muridnya. Dan, seperti kita telah lihat, Paulus dan para rasul lain dengan jelas mengajarkan Yesus adalah Allah dan pantas menerima pemujaan.

Sejak hari pertama gereja Kristen, Yesus dipandang lebih dari sekedar manusia biasa, dan kebanyakan pengikutnya memuja dia sebagai Tuhan — Pencipta alam semesta. Jadi, bagaimana Konstantin menciptakan doktrin Ke-Tuhan-an Yesus, jika gereja telah memandang Yesus sebagai Allah lebih dari 200 tahun? The Da Vinci Code tidak membahas pertanyaan ini.


Menembak Kanon

The Da Vinci Code juga menyebutkan Konstantin menghancurkan semua dokumen mengenai Yesus selain yang ditemukan pada kanon Perjanjian Baru seperti sekarang (diakui oleh gereja sebagai laporan saksi mata otentik para rasul). Ditambahkan bahwa catatan Perjanjian Baru diubah oleh Konstantin dan para uskup untuk menciptakan Yesus yang baru. Eleman kunci lain konspirasi The Da Vinci Code adalah ke empat Injil dipilih dari total “lebih dari 89 Injil”, kebanyakan dimusnahkan oleh Konstantin.[5]

Ada dua isu sentral disini, dan kita perlu membahas keduanya. Pertama adalah apakah terjadi bias atau ‘asal pilih’ Konstantin atas buku-buku di Perjanjian Baru. Kedua adalah apakah dokumen-dokumen, yang dilarangnya, seharusnya dimasukkan dalam Kitab Suci.

Mengenai isu pertama, surat-surat dan dokumen yang ditulis para pemimpin gereja abad kedua dan juga termasuk aliran (sekte-sekte) sesat mengkonfirmasikan penggunaan buku-buku Perjanjian Baru. Hampir 200 tahun sebelum Konstantin menyelenggarakan konvensi Dewan Nicaea, aliran sesat Marcion mendaftar 11 dari 27 buku Perjanjian Baru sebagai tulisan otentik para rasul.

Pada saat yang hampir bersamaan, aliran sesat lain, Valentinus, memakai secara luar tema dan banyak tulisan dari Perjanjian Baru. Diketahui, kedua aliran sesat ini adalah musuh dari kepemimpinan gereja mula-mula, dan mereka tidak menulis apa yang diinginkan oleh para uskup. Kendati begitu, sama seperti gereja mula-mula, mereka masih tetap memegang referensi yang sama dengan Perjanjian Baru dengan apa yang kita baca sekarang.

Jadi, kalau Perjanjian Baru sudah digunakan secara luas 200 tahun sebelum Konstantin dan Dewan Nicaea, bagaimana kaisar bisa menciptakan atau mengubahnya? Pada saat gereja sudah tersebar luas dan meliputi ratusan, kalau bukan jutaan, orang percaya, dan mereka semua akrab dengan catatan Perjanjian Baru.

Dalam bukunya The Da Vinci Deception (Tipuan Da Vinci), mengenai analisa terhadap buku The Da Vinci Code, Dr. Erwin Lutzer mencatat,


“Konstantin tidak memutuskan buku-buku mana yang masuk dalam kanon; sesungguhnya topik kanon tidak muncul dalam sidang Dewan Nicaea. Pada saat gereja mula-mula membaca sebuah buku-buku kanon maka sudah diputuskan bahwa itu adalah Firman Allah dua ratus tahun sebelumnya.”[6]

Meskipun kanonisasi resmi masih membutuhkan waktu tahunan sebelum difinalisasikan, Perjanjian Baru saat ini sudah ditegaskan otentik lebih dari 200 tahun sebelum Nicaea.



Hal ini membawa kita kepada isu kedua; kenapa injil-injil Gnostik, yang misterius itu, dimusnahkan dan dikeluarkan dari Pernjanjian Baru? Dalam buku itu, Teabing meyakinkan bahwa tulisan-tulisan Gnostik dihapuskan dari 50 Kitab Suci yang ditulis oleh dewan atas perintah Konstantin. Dengan antusias dia berkata kepada Neveu:


“Karena konstantin mengangkat status Yesus empat abad sejak kematian Yesus, ada ribuan dokumen eksis yang menceritakan kehidupanNya sebagai manusia biasa. Untuk menulis ulang buku sejarah, Konstantin tahu dia membutuhkan tindakan besar dan keras. Dari sinilah momen paling penting dalam sejarah KeKristenan. … Konstantin memerintahkan dan membiayai Kitab Suci baru, yang tidak memasukkan injil-injil yang berbicara bahwa Yesus manusia biasa dan mengangkat injil-injil yang membutNya menjadi seperti Allah. Injil-injil awal dilarang, dikumpulkan, dan dibakar.”[7]

Apakah tulisan-tulisan Gnostik ini adalah sejarah Yesus Kristus yang benar? Mari kita lihat lebih dalam agar kita bisa memisahkan antara kebenaran dari fiksi.
Rahasia “Mereka Yang Tahu”

Injil Gnostik dikaitkan dengan sebuah kelompok sebagai (kejutan besar disini) Gnostik. Nama mereka diambil dari kata Yunani gnosis, berarti “pengetahuan”. Mereka adalah orang-orang yang berpikir mereka punya rahasia, pengetahuan khusus yang disembunyikan dari orang biasa.

Dari 52 tulisan, hanya ada 5 yang benar-benar pernah didaftar sebagai injil. Seperti kita lihat, apa yang disebut sebagai injil itu ditandai berbeda dari injil Perjanjian Baru, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes.

Ketika KeKristenan meluas, Gnostik mencampur sejumlah doktrin dan elemen KeKristenan kedalam kepercayaan mereka, mengubah Gnostikisme jadi KeKristenan palsu. Mungkin mereka melakukan itu untuk menarik pengikut baru lebih banyak dan membuat Yesus sebagai tokoh dari perjuangan mereka. Kemdati begitu, bagi sistim pemikiran mereka agar masuk dalam KeKristenan, Yesus perlu diubah, ditelanjangi dari kemanusianNya dan juga ke-Allah-anNya.

Dalam The Oxford History of Christianity John McManners menulis Gnostik mencampur kepercayaan Kristen dengan mistis.


“Gnostikisme pernah (dan masih) jadi “upaya pencerahan diri” dengan banyak bumbu. Okultisme dan mistik timur bercampur dengan astrologi, sihir. … Mereka mengumpulkan perkataan Yesus dibentuk agar sesuai dengan interpretasi mereka (seperti pada Injil Thomas) dan menawarkan kepercayaan mereka sebagai alternatif atau bentuk pesaing dari KeKristenan.”[8]




Kritik Awal

Bertentangan dengan Brwn, bukanlah Konstantin yang melabelkan kepercayaan Gnostik sebagai sesat; tetapi para rasul sendiri. Aliran filsafat telah mulai tumbuh pada abad pertama, hanya beberapa puluh tahun setelah kematian Yesus. Para rasul, dalam pengajaran dan tulisan mereka, bertutur panjang lebar mengecam kepercayaan ini sebagai bertentangan dengan kebenaran Yesus, dimana mereka adalah saksi mata.

Kita cek, contohnya, apa yang ditulis rasul Yohanes pada akhir abad pertama,


“Siapa pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antiKristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun anak.” (1 Johanes 2:22)

Mengikuti pengajaran para rasul, pemimpin gereja mula-mula secara bulat mengutuk Gnostik sebagai sekte sesat. Bapa gereja Irenaeus, menulis 140 tahun sebelum Dewan Nicaea, mengkonfirmasikan Gnostik dikutuk oleh gereja sebagai sesat. Dia juga menolak “injil” mereka. Namun, dengan referensi Injil Perjanjian Baru, dia mengatakan, “Tidak mungkin Injil lebih atau kurang jumlahnya dari yang sudah ada.”[9]

Teolog Kristen Origen menulis pada awal abad ke tiga, lebih dari seratus tahun sebelum Nicaea,


Saya tahu beberapa injil yang disebut “Injil menurut Thomas” dan “Injil menurut Matthias”, dan banyak lagi yang lain yang sudah kita baca — supaya jangan kita dianggap bodoh karena mereka yang mengkhayal mereka memiliki sejumlah pengetahuan jika mereka memperolehnya dengan itu (Injil Thomas dan Injil Matthias). Walaupun begitu, dari semua yang kita sudah setujui dari apa yang akui gereja, dimana hanya ada empat injil seharusnya diterima.[10]

Itulah kata-kata dari pemimpin terkemuka gereja mula-mula. Gnostik sudah dikenal sebagai sekte non-Kristen jauh sebelum Dewan Nicaea. Tapi masih ada lebih banyak bukti yang bisa dipertanyakan terhadap klaim-klaim The Da Vinci Code.
Siapa Yang Bias Gender?

Brown menyatakan salah satu motif Konstantin melarang tulisan Gnostik adalah keinginan untuk menindas perempuan dalam gereja. Irosnisnya, justru Injil Gnostik Thomas yang merendahkan martabat perempuan. Injil menyimpulkan (katanya mengutip Petrus) dengan pernyataan yang mengagetkan,” Biarkan Maria pergi dari kita, karena perempuan tidak pantas bagi kehidupan.” (114). Kemudian Yesus disebutkan mengatakan kepada Petrus bahwa dia akan mengubah Maria jadi laki-laki sehingga dia bisa memasuki kerajaan surga. Baca: perempuan lebih rendah. Dengan sentimen seperti itu diperlihatkan, sangat sukar untuk meyakinkan bahwa tulisan Gnostik sebagai dasar dari perjuangan pembebasan perempuan.

Dengan kontras yang jelas, Yesus di Injil (Kitab Suci) selalu memperlakukan perempuan dengan menjujung harga dirinya dan hormat. Ayat revolusioner seperti ini ditemukan dalam Perjanjian Baru dan jadi dasar dari upaya peningkatan status perempuan:


“Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba, atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Galatia 3:28).


Penulis Misterius

Ketika membahas injil Gnostik, sama seperti setiap buku yang menyandang nama karakter Perjanjian Baru, Injil Filipus, Injil Petrus, Injil Maria, Injil Yudas, dan seterusnya. (Terdengar seperti kumpulan panggilan dengan pemikiran sempit) Ini adalah kuku-buku dimana teori konspirasi seperti The Da Vinci Code mendasarkan dirinya. Tapi apakah mereka pernah menuliskan siapa penulisnya?

Injil Gnostik ditulis sekitar 110 – 300 tahun setelah Kristus, dan tidak ada ahli yang kredibel percaya ada salah satu buku yang menuliskan penulisnya. Dalam buku, yang membahas secara menyeluruh, James M. Robinson, berjudul The Nag Hammadi Library, kita pelajari injil Gnostik ditulis oleh “penulis anonim dan tidak saling berhubungan.”[12] Dr. Darrell L. Bock, pengajar studi Perjanjian Baru di Dallas Theological Seminary, menulis,


“Material, yang banyak ini, adalah generasi-generasi yang keluar dari dasar-dasar iman Kristen, ini poin vital untuk diingat ketika meneliti isinya.”[13]

Ahli Perjanjian Baru Norman Geisler berkomentar atas dua tulisan Gnostik, Injil Petrus dan Perbuatan Yohanes (Tulisan Gnostik ini tidak terkait dengan buku-buku Perjanjian Baru yang ditulis oleh Yohanes dan Petrus):


“Tulisan Gnostik tidak ditulis oleh para rasul, tapi oleh orang pada abad ke dua (dan setelahnya) seakan-akan menggunakan otoritas kerasulan untuk mengajukan pengajaran mereka sendiri. Hari ini, kita menyebutnya sebagai penipuan dan penjiplakkan.”[14]

Injil Gnostik bukanlah catatan historis kehidupan Yesus tapi sebagian besar berisi mistis, diselimuti misteri, tidak mengindahkan detil historis seperti nama-nama, tempat, dan peristiwa. Ini sangat kontras dengan Injil Perjanjian Baru, yang berisi banyak sekali fakta historis tentang kehidupan Yesus, pelayananNya, dan firmanNya.




Nyonya Yesus

Bagian paling menarik dari konspirasi Da Vinci adalah pernyataan bahwa Yesus dan Maria Magdalena diam-diam menikah dan punya anak, yang menurunkan keturunan. Karena itu, rahim Maria Magdalena, yang ada anak Yesus, digambarkan di buku sebagai ‘Holy Grail’, rahasia yang dijaga sangat ketat oleh organisasi Katolik dengan nama ‘Priory of Sion’. Sir Isaac Newton, Botticelli, Victor Hugo, dan Leonardo Da Vinci disebutkan sebagai anggotanya.

Romantika. Skandal. Intrik. Bahan sangat bagus bagi teori konspirasi. Tapi apa benar? Lihat apa yang dikatakan para pakar.

Artikel di majalah Newsweek menyimpulkan pendapat para ahli, teori Yesus dan Maria Magdalena menikah diam-diam tidak punya dasar sejarah.[15] Cerita yand disodorkan The Da Vinci Code dibangun hanya berdasarkan satu ayat di Injil Filipus yang mengindikasikan Yesus dan Maria Magdalena ‘berteman’. Dalam buku, Teabing membangun kasus dengan argumen kata ‘berteman’ (koinonos) bisa berarti ‘pasangan’. Tapi teori Teabing tidak diterima oleh para ahli.

Juga ada satu ayat di Injil Filipus yang menyatakan Yesus mencium Maria. Menyambut teman dengan ciuman sudah biasa dilakukan di abad pertama, dan tidak punya konotasi seksual. Tapi meski interpretasi The Da Vinci Code benar, tidak ada dokumen historis yang mengkonfirmasi teori itu. Juga karena Injil Filipus ditulis sekitar 150 – 220 tahun setelah Yesus oleh penulis tak diketahui, pernyataannya mengenai Yesus tidak bisa diandalkan secara historis.

Mungkin Gnostik (para penganut Gnostik) merasa Perjanjian Baru sedikit malu-malu mengungkapkan romatika dan memutuskan menambahkan bumbu itu sedikit. Apapun alasannya, ayat yang terisolasi dan tidak jelas ini, ditulis dua abad setelah Yesus dan tidak kuat untuk dijadikan dasar sebuah teori konspirasi. Menarik di baca, mungkin, tapi jelas bukan sejarah. 

Bagaimana tentang ‘Holy Grail dan the Priory of Sion’, tulisan fiksi Brown kembali mendistorsi sejarah. Legenda ‘Holy Grail’ diperkirakan adalah gelas Yesus pada saat makan malam terakhir (malam sebelum penyaliban) dan tidak ada kaitan apapun dengan Maria Magdalena. Dan Leonardo da Vinci tidak pernah tahu tentang ‘Priory of Sion’, karena organisasi ini belum dibentuk sampai tahun 1956, 437 tahun setelah kematiannya. Kembali, fiksi menarik, tapi kebohongan sejarah.
Dokumen Rahasia

Tapi bagaimana dengan pengungkapan Teabing bahwa ada “ribuan dokumen rahasia” yang membuktikan KeKristenan itu kebohongan. Apakah ini benar?

Jika ada dokumen-dokumen seperti itu, para ahli penentang KeKristenan akan langsung melahapnya. Tulisan-tulisan pemalsuan yang ditolak oleh gereja mula-mula karena pandangan sesatnya bukanlah rahasia, sudah dikenal selama lebih dari satu abad. Tidak ada kejutan disini. Mereka tidak pernah dipertimbangkan sebagai bagian tulisan otentik para rasul.

Dan jika Brown (Teabing) mengambil referensi catatan-catatan yang tidak jelas asalnya atau injil-injil yang belum jadi, hal ini akan membuat cerita jadi hambar. Tulisan-tulisan ini bukan rahasia, apalagi tulisan itu tidak menentang KeKristenan. Ahli Perjanjian Baru Raymond Brown mengatakan Injil Gnostik,


“Kami pelajari tidak ada fakta baru, yang bisa diverifikasi, tentang sejarah pelayanan Yesus, dan hanya ada beberapa pernyataan yang mungkin berasal dari Yesus.”[17]

Tidak seperti injil-injil Gnostik, yang penulisnya tidak dikenal dan bukan saksi mata, Perjanjian Baru, yang kita miliki sekarang, telah melewati banyak ujian ke-otentik-an. (Klik untuk membaca Jesus.doc) Kontras sangat mengejutkan bagi mereka yang mendesakkan teori-teori konspirasi. Sejarahwan Perjanjian Baru F. F. Bruce menulis :


“Tidak ada literatus kuno di dunia yang memiliki kekayaan teksual, dalam kondisi baik, seperti Perjanjian Baru.”[18]

Ahli Perjanjian Baru Bruce Metzger mengungkapkan kenapa Injil Thomas tidak diterima oleh gereja mula-mula:


“Tidak benar untuk menyatakan Injil Thomas dikeluarkan oleh sebagian dewan: hal benar untuk melihatnya, Injil Thomas itu sendiri mengeluarkan dirinya sendiri! Injil tidak mempunyai harmoni dengan testimoni lain tentang Yesus sehingga orang Kristen mula-mula menerimanya untuk bisa dipercaya.”[19]


Putusan Sejarah

Jadi, apa yang kita simpulkan berkaitan dengan berbagai teori konspirasi mengenai Yesus Kristus? Karen King, dosen sejarah di Harvard, telah menulis beberapa buku mengenai injil Gnostik, termasuk Injil Maria Magdalena dan Apa itu Gnostikisme? King, meskipun dia membela dengan keras pengajaran Gnostik, menyimpulkan, “Pernyataan-pernyataan mengenai teori konspirasi — semuanya adalah ide-ide marginal saja dan tidak punya dasar sejarah.”[20]

Meski tidak ada bukti sejarah, teori konspirasi terus menjual jutaan buku dan membuat rekor ‘box office’. Para ahli dibidang yang berkaitan, sejumlah orang Kristen dan mereka yang tidak punya keimanan, telah mempertanyakan klaim ‘The Da Vinci Code’. Namun, mereka yang mudah terombang-ambing tetap merenung, apa ada sesuatu di sana?

Wartawan televisi, yang mendapat beberapa penghargaan, Frank Sesno, bertanya kepada panel para ahli sejarah mengenai ketertarikan orang dengan teori-teori konspirasi. Professor Stanley Kutler dari University of Wisconsin menjawab, “Kita suka sekali misteri— tapi yang lebih kita sukai adalah konspirasi.”

Jadi jika anda ingin membaca teori konspirasi,yang sangat menarik, tentang Yesus, novel Dan Brown, The Da Vinci Code, mungkin akan memuaskan anda. Tapi kalau anda ingin membaca catatan yang sejati tentang Yesus Kristus, maka Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes akan membawa anda kepada apa yang dilihat, didengar, dan ditulis para saksi mata. Siapa yang anda lebih percayai ?
Apakah Yesus Benar-Benar Bangkit Dari Kematian?

Pertanyaan terbesar masa kini adalah, “Siapa sebenarnya Yesus Kristus? Apakah dia hanya seorang luar biasa, atau dia ALLAH dalam daging, seperti dipercayai oleh para muridNya Paulus, Johannes, dan yang lainnya.

Para saksi mata, bagi Yesus Kristus, berbicara dan bertindak sepertinya mereka percaya Dia bangkit secara fisik dari kematian setelah penyalibannya. Jika mereka salah maka KeKristenan didirikan diatas kebohongan. Tapi jika mereka benar, mujizat seperti itu secara memperkuat semua yang Yesus katakan mengenai ALLAH, diriNya, dan kita.

Tapi apakah kita percaya pada kebangkitan Yesus hanya dengan iman saja, tapi apakah ada bukti historis yang kuat? Beberapa ahli skeptis mulai meneliti catatan historis untuk membuktikan bahwa catatan kebangkitan itu salah. Apa yang mereka temukan?

Klik di sini untuk melihat bukti-bukti untuk klaim yang paling fantastis yang pernah dibuat — kebangkitan Yesus Kristus!


<img height="1" width="1" border="0" src="http://www.googleadservices.com/pagead/conversion/1068981700/?frame=0&random=1361938133512&cv=7&fst=1361938133512&num=1&fmt=1&value=0&label=pageview&bg=ffffff&hl=en&guid=ON&u_h=737&u_w=1311&u_ah=708&u_aw=1311&u_cd=24&u_his=20&u_tz=420&u_java=true&u_nplug=0&u_nmime=0&ref=http%3A//y-jesus.org/indonesian/wwrj/2-apakah-ada-konspirasi-da-vinci/9/&url=http%3A//y-jesus.org/indonesian/wwrj/2-apakah-ada-konspirasi-da-vinci/10/&frm=0" />

&amp;amp;amp;lt;div style=”display:inline;”&amp;amp;amp;gt; &amp;amp;amp;lt;img height=”1″ width=”1″ style=”border-style:none;” alt=”" src=”http://www.googleadservices.com/pagead/conversion/1068981700/?label=pageview&amp;amp;amp;amp;amp;guid=ON&amp;amp;amp;amp;amp;script=0″/&amp;amp;amp;gt;&amp;amp;amp;lt;/div&amp;amp;amp;gt;
Endnotes

1. Dan Brown, The Da Vinci Code (New York: Doubleday, 2003), 234.

2. Brown, 233.

3. Quoted in Erwin Lutzer, The Da Vinci Deception (Wheaton, IL: Tyndale, 2004), xix.

4. Brown, 233.

5. Brown, 231.

6. Lutzer, 71.

7. Brown, 234.

8. John McManners, ed., The Oxford History of Christianity (New York: Oxford University Press, 2002), 28.

9. Darrell L. Bock, Breaking the Da Vinci Code (Nashville: Nelson, 2004), 114. Bock, 119-120.

10. Quoted in James M. Robinson, ed., The Nag Hammadi Library: The Definitive Translation of the Gnostic Scriptures (HarperCollins, 1990), 138.

11. Ibid.,13.

12. Bock, 64.

13. Norman Geisler and Ron Brooks, When Skeptics Ask (Grand Rapids, MI: Baker, 1998), 156.

14. Barbara Kantrowitz and Anne Underwood, “Decoding ‘The Da Vinci Code,’ “ Newsweek, December 8, 2003, 54.

15. Quoted in Robinson, 126.

16. Quoted in Lee Strobel, The Case for Christ (Grand Rapids, MI: Zondervan. 1998), 68.

17. Quoted in Lutzer, 32.

18. Quoted in Josh McDowell, The New Evidence that Demands a Verdict (San Bernardino, CA: Here’s Life, 1999, 37.)

19. Linda Kulman and Jay Tolson, “Jesus in America,” U. S. News & World Report, December 22, 2003, 2.

20. Stanley Kutler, interview with Frank Sesno, “The Guilty Men: An Historical Review,” History Channel, April 6, 2004.