Jumat, 27 Juli 2012

Mengenal Tokoh Alkitab " Imam Eli "

Eli (Ibrani, אֵלִי - 'ELI, kenaikan, berasar dari kata עָלָה - 'ALAH, naik, memanjat; Tafsiran lain nama ini adalah berasal dari kata אֶל - 'EL, Allah, dengan akhiran "yod", Allahku); dalam penafsiran yang lainnya lagi nama אֵלִי - 'ELI bermakna Allah itu tinggi.


Catatan Penting tentang Imam Eli :

Anak laki-laki : Hofni dan Pinehas - 1 Samuel 1:3
Nenek moyang : Harun dan Itamar
Disebut pertama : 1 Samuel 1:3
Namanya disebut : 33 kali
Kitab yang menyebut : 2 buku : 1 Samuel, 1 Raja-raja
Pekerjaan : Imam besar - 1 Samuel 1:9
Tempat kematian : Dekat pintu gerbang Silo - 1 Samuel 4:12, 18
Terakhir disebut : 1 Raja-raja 2:27
Umur : 98 tahun - 1 Samuel 4:18
Fakta penting : Waktu Samuel lahir, ia adalah imam besar dan pada waktu tabut perjanjian ditawan (1 Samuel 1:17-20, 4:12-180ia tidak pernah memarahi anak-anaknya).
Nubuatan karena kejahatan anak-anaknya : Dicatat dalam 1 Samuel 2:27-36).
Kematian Eli dan anak-anaknya : Dicatat dalam1 Samuel 4:11-22.

Cerita tentang Eli disajikan dalam 1 Samuel pasa1 1-4. Eli adalah Imam besar selama masa muda Samuel (dalam 1 Samueel 1:1-4:22). Memberkati Hana (1 Samuel 1:12-18); membesarkan Samuel (1 Samuel 2:11-26). Eli adalah imam di Rumah Tuhan di Silo (1 Samuel 1:3, 7,9), yaitu Kemah Pertemuan (Yosua 18: 1; Hakim 18:31), barangkali dengan suatu bangunan tambahan; dan di sinilah disimpan tabut perjanjian (4:3). Garis keturunan Eli tidak diberikan, tapi jika 1 Raja 2:27 dibandingkan dengan 1 Tawarikh 24:3, maka dapat disimpulkan bahwa Pinehas adalah anaknya dan karena itu Eli sendiri, adalah keturunan Itamar, anak bungsu Harun. Tidak ada keterangan bagaimana imamat itu menyimpang dari garis keturunan Eleazar (I Tawarikh 4:4-15), tapi tradisi Samaria, yang menyatakan bahwa imamat itu dirampas dari Uzi pada masa kanak-kanaknya, harus ditolak sebagai akibat dari prasangka rasial saja (lihat E Robertson, The Old Testament Problem, 1950, hlm 176). Dari 1 Samuel 14:3 dan 22:9 dab kelihatan bahwa keturunan Eli melalui Pinehas dan anaknya Ahitub, tetap melayani sebagai imam di Nob untuk beberapa waktu sesudah kematian Eli.

Karena kelakuan anak-anak Eli memalukan, kendati Eli menempelak mereka, datanglah seorang abdi Allah untuk mengucapkan hukuman kepada mereka dan keturunannya (1 Samuel 2:27 - 36). Hal ini dikukuhkan melalui wahyu kepada Samuel yg masih muda (1 Samuel 3: 11-14). Sebagian hal itu digenapi dalam kematian Hofni dan Pinehas (1 Samuel 4: 11) dan dalam pembunuhan yg tidak kenal belas kasihan terhadap para imam di Nob (1 Samuel 22: 9-20). Tapi Abyatar melarikan diri dan turut menjadi imam bersama Zadok dalam zaman pemerintahan Daud (2 Samuel 19: II). Di kemudian hari ia direndahkan oleh Salomo, sebagai kelanjutan penggenapan dari nubuat yg lama itu (I Raja 2:26 dab).

Eli 'memerintah sebagai hakim selama 40 tahun (I Samuel 4:18). Tapi pelayanannyabagi umatnya dirusak oleh tindakan anak-anaknya yg tidak menghormati Allah, dan oleh kegagalannya mengeluarkan mereka dari jabatan kudus.


Sumber :
- Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Vol 1, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004, hlm 275.
- Kamus Sabda


IMAM ELI, SANG PENCURI

Pengantar


Dalam permulaan kitab 1 Samuel, terdapat satu kisah keluarga hamba Tuhan yang mengalami nasib tragis di tangan Tuhan. Keluarga itu adalah keluarga Eli. Eli berasal dari keturunan Itamar, adik Eleazar, anak-anak Harun. Jadi, Eli dan anak-anaknya otomatis mendapat jabatan imam secara waris.

Eli menjabat sebagai imam besar dan kedua anaknya sebagai imam-imam. Namun, selain menjabat sebagai imam-imam Allah, Eli dan anak-anaknya memangku jabatan sebagai hakim sebab pada masa itu adalah zaman Hakim-hakim. Pada saat itu, Kemah Pertemuan ada di Sila. Ke sanalah semua umat Israel beribadah kepada Tuhan.

Namun, sangat disayangkan, jabatan-jabatan yang sangat berharga itu tidak dihargai Eli dan kedua anaknya. Mereka meremehkan, bahkan menyalahgunakan panggilan yang mulia itu. Sebagai akibatnya, keluarga itu mendapat hukuman Tuhan yang sangat tragis. Tuhan mengutuk keluarga itu turun-temurun sehingga tidak seorang pun dari antara mereka yang berhasil sebagai kakek. Jika Tuhan menyisakan satu orang dari antara mereka yang hidup, ia akan mengemis untuk menjabat sebagai imam demi perutnya yang lapar (1 Samuel 2:27-36).



Sebuah Nurani yang Telah Mati


Meskipun penyalahgunaan panggilan oleh Eli telah berlangsung selama puluhan tahun, Tuhan tetap sabar menanti pertobatan mereka. Namun, kenyataannya mereka bukan bertobat, melainkan semakin terperosok ke dalam jurang kemurtadan.

Walaupun begitu, Tuhan tidak langsung menjatuhkan mereka. Melalui seorang nabi-Nya, Ia masih memberikan peringatan dengan ancaman kutuk jika Eli tidak bertobat. Namun, karat dosa Eli sudah : sedemikian tebal, tidak terkikis lagi. Hati nuraninya telah mati. Peringatan nabi Tuhan itu dipandang sepi oleh Eli.

Salah satu sifat manusia berdosa adalah cara ia bereaksi atas teguran. Jika teguran pertama tidak diindahkan, kecil kemungkinan teguran kedua dan seterusnya diindahkan. Selang beberapa waktu kemudian, setelah teguran pertama itu, Tuhan kembali menegur Eli melalui Samuel yang masih kecil. Teguran Samuel itu merupakan penegasan dari nubuat nabi Tuhan itu. Namun, Eli sama sekali tidak menghiraukan teguran itu. Semestinya ia meratap, bertobat, dan memohon belas kasihan Allah. Eli yang sudah kebal terhadap teguran karena dosa-dosanya justru menjawab peringatan itu dengan enteng, "Dia TUHAN, biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik" (2 Samuel 3:18).



Empat Dosa Eli


Beberapa hal berikut merupakan kunci untuk mengetahui rahasia keberdosaan keluarga Eli.

Pertama, Eli adalah seorang pencuri (1 Samuel 2:29). Setiap kali umat Israel mempersembahkan korban bakaran di hadapan Tuhan, di Silo, Eli dan kedua anaknya mencuri bagian korban yang bukan hak imam. Selain itu, mereka dengan sengaja menyakiti hati Tuhan dengan memakan lemak korban. Padahal, Tuhan telah menetapkan agar lemak tidak boleh dimakan. Akibatnya, Eli menjadi sangat gemuk.

Kedua, Eli lebih menghormati anak-anaknya daripada Tuhan (1 Samuel 2:29). Setiap kali didengar bahwa anak-anaknya tidur dengan perempuan-perempuan pelayan di depan pintu Kemah Pertemuan, Eli tidak menindak mereka secara tegas sesuai dengan Hukum Taurat. Eli hanya menasihati mereka seperti menasihati seorang balita. Padahal, menurut Taurat, semestinya Eli membawa mereka ke depan tua-tua Israel dan mengadukan segala kejahatan mereka, lalu melontari mereka dengan batu (Ulangan 21:18-21).

Ketiga, Eli mencontoh konsep ibadah agama Baal. Dalam sistem agama Baal, dikenal apa yang disebut dengan pelacur bakti dan semburit bakti. Pelacur bakti adalah perempuan yang ditempatkan dalam kuil, yang secara khusus melayani kaum laki-laki secara biologis. Semburit bakti adalah laki-laki yang ditempatkan dalam kuil yang secara khusus melayani kaum perempuan secara biologis. Pelacur bakti dan semburit bakti melakukan tugasnya sebagai bagian dari ibadah agama Baal. Dengan sistem ibadah seperti itu, tentu umat Baal berduyun-duyun datang ke kuil untuk beribadah. Dengan mengatasnamakan ibadah, mereka secara bebas dapat melakukan perbuatan maksiat di kuil atau di mana saja.

Eli pada prinsipnya mencontoh konsep itu dengan menempatkan kaum perempuan melayani di depan pintu Kemah Pertemuan. Memang tujuannya bukan untuk melakukan perbuatan cabul, melainkan hanya sebagai penarik. Jika ada perempuan cantik melayani di pintu Kemah, tentu akan lebih menggairahkan jemaat, khususnya kaum laki-laki untuk datang ke Bait Allah.

Seandainya ditanya mengapa Eli berbuat demikian, mungkin Eli akan mengatakan bahwa daripada kaum laki-laki menghabiskan waktunya di pasar-pasar atau mabuk-mabukan, lebih baik mereka datang ke Bait Allah mendengarkan firman Tuhan. Bahkan, lebih buruk lagi, yaitu daripada mereka pergi ke kuil Baal, lebih baik mereka datang ke Bait Allah. Untuk itu, perlu ada perangsang, yaitu kaum perempuan cantik.

Motif Eli melakukan hal itu dapat diketahui sebab Allah tidak pemah menyuruh Musa untuk menempatkan perempuan ataupun laki-laki yang secara khusus melayani di depan pintu Kemah Pertemuan. Allah telah menetapkan bahwa yang melayani di Kemah adalah kaum Lewi dan keturunan Harun. Musa memang pemah menempatkan para perempuan melayani di depan Kemah Pertemuan. Namun, hal itu terjadi sebelum kaum Lewi ditahbiskan menjabat tugas di Kemah. Jadi, Eli tetap saja berdosa melakukan hal itu sebab Tuhan tidak pemah menyuruh umat Israel menempatkan kaum perempuan melayani di Kemah Pertemuan.

Keempat, Eli kemungkinan seorang yang suka mabuk. Ketika Hana berdoa di Kemah Pertemuan dengan bibir yang komat-kamit dan tidak bersuara, Eli menyangka bahwa Hana sedang mabuk. Mengapa seketika timbul dalam benak Eli bahwa Hana mabuk? Kemungkinan besar Eli adalah seorang yang suka mabuk. Kemungkinan itu besar sebab Eli bukan orang yang takut akan Tuhan. Biasanya apa yang sering dilakukan orang, itulah yang paling mudah teringat olehnya ketika ada suatu situasi yang mendukung ke arah peristiwa yang sering dilakukannya itu.

Akhimya, apa yang dijanjikan oleh nabi Tuhan itu benar. Sebagai permulaan hukuman, Hofni dan Pinehas mati secara bersamaan ketika terjadi pertempuran antara bangsa Israel dan Filistin. Eli kemudian mati dengan leher yang patah setelah mendengar bahwa Tabut Perjanjian dirampas oleh bangsa Filistin. Kemungkinan Eli mati akibat stroke sebab firman Tuhan menghubungkan antara "patah leher" dengan tubuhnya yang gemuk (sebab banyak memakan lemak kambing dan domba). Beberapa puluh tahun kemudian, delapan puluh orang keturunan Eli mati sekaligus dibunuh oleh Saul. Pada saat itu, Saul menyuruh Doeg, orang Edom yang membantu para imam di No, memarang mereka. Nama imam besar waktu itu adalah Ahimelekh. Pada saat itu, hanya satu orang anak Ahimelekh, yaitu yang bungsu, yang bernama Abyatar, yang lolos dari pembantaian. Pada zaman Daud, Abyatar menjadi salah seorang imam. Namun, ia kemudian bersekongkol dengan Adonia, anak Daud, bersama Yoab, hendak menjadikan Adonia menjadi raja menggantikan Daud. Padahal, Allah telah menjanjikan bahwa Salomolah yang akan menggantikan Daud. Jadi, setelah Salomo menjadi raja, ia memecat Abyatar dari jabatan Imam. Dengan demikian, genaplah nubuat hamba Tuhan tentang keluarga Eli.



Pelajaran yang Dipetik


Kasus keluarga Eli memberikan pelajaran berharga bagi kita, anak-anak Tuhan sekarang.

Pertama, kita jangan menyia-nyiakan panggilan yang telah dinyatakan Tuhan kepada kita. Eli telah menyia-nyiakan panggilan itu. Padahal, seyogianya Tuhan memakai ia dan keturunannya selama-lamanya. Namun, hal itu terpaksa dibatalkan Tuhan akibat sikap Eli yang tidak menghormati panggilan-Nya (1 Samuel 2:27, 28, 30).

Memang kita, sebagai anak-anak Tuhan, tidak akan pernah dimurkai Tuhan lagi karena murka-Nya telah ditimpakan kepada Yesus di atas kayu salib. Namun, pada prinsipnya, Allah tidak menghargai orang-orang yang menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan-Nya. Jika seseorang menyia-nyiakan panggilan yang berharga itu, Tuhan bisa mengalihkannya kepada orang lain.

Kedua, sebagai anak-anak Tuhan, kita harus lebih mengutamakan suara Tuhan daripada melakukan apa saja. Dengan kata lain, kita semestinya bertindak jika Tuhan menghendaki kita bertindak. Jika tidak, jangan. Eli telah berbuat kesalahan besar dengan menempatkan para perempuan di depan Kemah. Tujuan Eli secara manusia kelihatannya baik. Namun, karena bukan Tuhan yang menyuruh atau karena perbuatan itu tidak dikehendaki Tuhan, akibatnya justru mencelakakan anak-anak Eli sendiri dan umat Israel.

Tidak selalu apa yang baik menurut pemikiran manusia, baik menurut Allah. Oleh sebab itu, yang terpenting dalam hidup kekristenan bukan berbuat ini atau itu, melainkan mendengarkan suara-Nya lebih dahulu. Perbuatan akan menjadi berarti jika hal itu sesuai dengan kehendak Tuhan. Bagaimana caranya agar sukses mendengar suara Tuhan? Cara yang paling utama adalah melalui proses pelatihan indra rohani. Pelatihan itu dilakukan secara terus-menerus, hari demi hari, minggu demi" minggu, tahun demi tahun, hingga Tuhan datang. Dengan kata lain, pelatihan itu berlangsung seumur hidup. Apa yang kita lakukan untuk melatih indra rohani itu? Yang terutama adalah membaca Alkitab secara rutin di bawah pimpinan Roh Allah sambil tekun berdoa. Membaca di bawah pimpinan Roh Allah berarti kita siap dikoreksi Roh Allah melalui firman yang kita baca.
Ketiga, kalau Tuhan menegur kita karena dosa atau kebodohan kita, sebaiknya kita langsung berbalik dari dosa atau kebodohan itu. Jika tidak, teguran-teguran selanjutnya akan semakin terabaikan. Akibatnya, hati nurani akan tumpul atau mati.

Sumber :
- Samin H Sihotang, SH, M.Div. M.Th, Kasus-kasus dalam Perjanjian Lama, Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 2005, p. 124 - 129.