Rabu, 20 Juli 2011

Bolehkah Orang Kristen Berhutang ?

Yakobus 1:14-15, “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.”

Banyak orang yang berdoa “Tuhan... tolonglah saya, saya sedang terbelit hutang, tolong. Tuhan, saya percaya, Engkau mampu melakukannya, amin.” Setelah beres berdoa, pikirannya mulai jalan “Apakah benar Tuhan akan menolong saya, melepaskan saya dari jeratan hutang ini. Wah, ini ada tawaran pinjaman uang, mungkin ini cara Tuhan untuk menolong saya keluar dari kasus ini. Tuhan, kan bisa menggunakan berbagai cara untuk menolong manusia dan inilah caranya Tuhan menolong.

Tanpa tedeng aling-aling alias berfikir panjang, segera orang tersebut mendatangi kantor BPR dan mengajukan pinjaman. Alhasil karena mendapatkan pinjaman dengan bunga yang cukup besar, hutang yang tadinya hanya sekian juta, karena bunga-berbunga menjadi berkali lipat dan dalam hitungan bulan saja hutangnya menjadi belasan hingga puluhan juta. Setelah mengalami ini, orang tersebut mulai menyalahkan Tuhan, “Tuhan, mengapa engkau mengizinkan aku mengalami pencobaan ini. Bukankah ini jalan yang Engkau sediakan bagiku, tapi kenapa hutangku bukannya lunas tapi bertambah besar?” Apa salahku Tuhan, aku sudah aktif pelayanan, aku sudah memberikan perpuluhan. Tapi kenapa aku harus mengalami hal ini. Tuhan tidak adil. Tuhan jahat!”

Ada sebuah kisah nyata dan ini dialami oleh seorang rekan katakanlah A. Semula A tidak tertarik dengan penawaran bunga 0% dari salah satu bank. Namun suatu saat godaan itu datang saat dia melihat sebuah tv flat dan dengan bunga 0%. Mulanya A bertahan, tapi dorongan untuk memiliki tv itu begitu menguasainya sehingga A segera mengajukan kredit. Dalam benaknya, A berfikir dia pasti mampu membayar dari penghasilan yang dia dapatkan setiap bulannya. Bulan pertama sampai bulan ke-3 A mampu membayarnya, pada bulan ke-4, tiba-tiba salah satu anggota keluarganya ada yang sakit dan harus di opname di rumah sakit di rumah sakit. A kebingungan bagaimana harus menyediakan dananya, Di satu sisi harus bayar tagihan kartu kredit, di satu sisi harus menyediakan dana untuk ke rumah sakit. Akhirnya A mengambil jalan pintas mengajukan lagi pembuatan kartu kredit. Menarik dana dari kartu kredit yang baru untuk menutupi dari yang lama. Dan tentu saja lebih besar karena ditambah dengan biaya untuk opname. Beberapa bulan kemudian, usaha yang A jalani macet, A bingung bagiamana harus membayar tagihan dari 2 kartu kredit tersebut, akhirnya A memilih untuk membayar min dari jumlah tagihan. Bunga-berbunga, dari jumlah hutang yang semula 5 juta membengkak menjadi 17 juta. Hingga akhirnya A kewalahan dan stress akibat hal ini.

Menurut anda, apakah benar tindakan orang ini? Saya yakin anda sependapat dengan saya, bahwa tindakan orang ini salah. Tapi bukankah banyak di antara kita yang bertindak seperti orang ini. Begitu mudahnya kita tergiur dengan apa yang ditawarkan oleh dunia, belanja dengan kartu kredit bunga 0%, makan discount sekian persen dengan menggunakan kartu kredit, beli mobil dengan kredit, belanja dengan cukup gesek, etc. Semua itu kita lakukan hanya untuk pamer, hanya supaya orang-orang kagum melihat penampilan kita, supaya disanjung orang lain. Bukan berarti kita tidak boleh memiliki kartu kredit, silakan saja. Asalkan anda punya dana untuk membayarnya secara penuh, bukan minimal tagihan.

Kenapa saya mengangkat mengenai hal ini. Karena sekarang banyak orang yang terjebak dalam hutang terutama hutang kartu kredit. Bangsa Amerika bisa jatuh, salah satunya karena hutang. Entah hutang kartu kredit, hipotik, saham, etc. Hanya demi memuaskan keinginan hati yang sesaat banyak orang yang tergelincir jatuh ke dalam pencobaan, banyak yang harus bersembunyi atau lari keluar daerah karena dikejar-kejar oleh rentenir atau debt kolektor. Bahkan banyak yang gali lobang tutup lobang untuk menutup biaya bunga dari hutang tersebut, dan akhirnya bikin sentress sendiri.

Tuhan tidak pernah dengan senang hati membawa anda dan saya masuk ke dalam percobaan, tapi karena sifat kedagingan kitalah yang membawanya. Coba lihat ayat pembuka di atas, tiap manusia dicobai oleh keinginannya sendiri, bukan oleh Allah dan bukan juga oleh iblis. Bila anda menundukkan diri pada ALLAH, Iblis tidak punya kesempatan untuk menguasai diri anda. Tapi bila anda buka celah, iblis itu akan masuk, bercokol (membuat daerah kekuasaan red) kemudian berinvasi menguasai seluruh area kehidupan anda. Ingat! ilustrasi musang dan kelinci. Saat si kelinci mengizinkan musang masuk ke lubang perlindungannya, dalam sekejap musang sudah menguasainya dan segera menelan habis kelinci tersebut.

Saya bersyukur memiliki orangtua yang mengajarkan sebuah prinsip kehidupan “Bila menginginkan sesuatu, menabunglah. Jangan pernah berhutang atau meminjam kepada orang lain. Cukupkanlah dirimu dengan yang ada.” Ada saat-saat di mana saya tergoda memiliki kartu kredit, bagaimana tidak. Dengan bunga 0%, kita bisa memiliki semua barang yang kita inginkan, discount di resto/kafe dan sederet tawaran lain. Jujur, sangat menarik hati untuk memilikinya. Tapi didikan ortu terlintas di benak saya, Dan akhirnya dibatalkan karena saya tahu kelemahan saya, bila memiliki kartu kredit saya akan menjadi shopholic dan royal. Saya belajar untuk mencukupkan diri dengan apa yang saya miliki.

Ada sebuah prinsip sederhana yang mama saya ajarkan yaitu: 1:1:3
Bila kita punya penghasilan 5, maka yang 3 bagian untuk konsumsi (perpuluhan, bayar listrik, transportasi, makanan, kebutuhan rumah tangga, asuransi, pokoknya segala sesuatu yang bersifat rutinitas). Yang 1 bagian itu adalah dana cadangan untuk kondisi darurat, misal biaya rumah sakit, perbaikan kendaraan, perbaikan rumah (bersifat insidentil). Dan 1 bagian yang terakhir adalah tabungan masa depan (untuk biaya pernikahan anak, untuk pensiun). Dan ternyata apa yang mama ajarkan itu, membawa faedah yang sangat besar dalam kehidupan saya terutama setelah saya memiliki penghasilan sendiri. Saat mulai royal, ada suatu rem dalam diri saya untuk berhenti dan melihat prioritas. Apakah itu kebutuhan atau keinginan. Bila keinginan “STOP” tapi bila kebutuhan “BELI”. Dengan kita bisa mengendalikan diri terutama dalam keuangan. Itu artinya kita hidup di dalam kebenaran, Karena pengendalian diri adalah salah satu dari buah-buah roh.

Ada beberapa macam hutang:
- Hutang hipotik (rumah, ruko, kantor, tanah.etc)
- Hutang usaha (bahan baku, suku cadang.etc)
- Hutang konsumsi (tv, kulkas, mobil, sepeda motor, etc)

Masalah boleh berhutang atau tidak, kembali kepada anda. Bila anda merasa mampu membayarnya silakan tapi janganlah hal itu menjadi beban berat yang tidak seharusnya anda pikul. Orang yang punya hutang, akan selalu merasa dirinya dikejar-kejar hutang, damai sejahtera, sukacita, hilang dari dalam dirinya, bagaimana bisa tenang bila yang terbayang-bayang di depan matanya yang teringat hutang…hutang…..mau makan ingat hutang, mau tidur ingat hutang, mau kerja ingat hutang. Tidak ada lagi senyum mesra untuk pasangan dan anak-anak, tidak ada lagi semangat untuk bekerja karena uang yang didapatkan habis untuk membayar hutang, tidak ada lagi kehidupan didalam dirinya. Inillah yang dinamakan serasa hidup di neraka selagi hidup di dunia.

MAU BEBAS DARI HUTANG? Ikuti tips di bawah ini:
- Di dompet sediakan uang cash secukupnya, bila membawa uang tunai dalam jumlah banyak akan mendorong anda ke arah konsumerisme
- Hindari tempat-tempat yang dapat memacu anda untuk berbelanja (mall, factory outlet, resto, pameran, etc)
- Miliki hidup sederhana
- Buatlah prioritas kebutuhan, buat alokasi-alokasi pengeluaran. Misal: masukkan dana untuk transportasi ke dalam satu amplop, untuk bayar listrik/pdam dalam satu amplop, biaya anak sekolah satu amplop, etc.
- Buat anggaran belanja, setiap pengeluaran dicatat dan dianalisa bersama. Dengan demikian kita akan lebih bisa mengatur pengeluaran kita.
- Belajar untuk mendiplinkan diri, ini adalah kunci terpenting dari semua tips yang ada. Orang yang berdisiplin adalah seperti pahlawan yang menjaga kota. Dia mampu menghadapi segala situasi yang ada, karena dia telah merpersiapkan segala sesuatunya dengan matang