Ketika kita membaca bagian-bagian Firman Tuhan ini, maka bagian ini akan menjelaskan kepada kita akan empat fakta yang terjadi dalam hidup orang percaya.
Pertama, ada musuh yang tidak dapat kita lihat tetapi nyata. Yaitu Iblis yang berusaha menjatuhkan kita.
Kedua, ada ujian-ujian yang kita tanggung yang tidak seharusnya kita terima tetapi diijinkan oleh Allah. Ayub adalah seorang yang benar, tetapi dia tetap mengalami ujian yang begitu berat.
Ketiga, kita menjalani sebuah rencana yang tidak kita mengerti, tetapi inilah rencana yang terbaik. Ayub mengalami penderitaan tetapi kemudian ia dipulihkan dan memuliakan nama Tuhan.
Keempat, Allah tidak pernah membiarkan umatNya. Ayub bertahan dan dipulihkan karena kekuatan dari Allah.
Bagian yang pertama sampai yang ketiga dalam hidup ini merupakan misteri kehidupan, akan tetapi jalanilah karena Allah tidak pernah membiarkan umatNya.
Kisah Ayub sangat luar biasa, kita bisa tahu siapa Ayub, dia orang yang saleh, takut akan Tuhan, Allahpun mengakuinya (ayat 1-3,8). Akan tetapi tanpa ada tanda-tanda atau pemberitahuan, kehidupan Ayub tiba-tiba berubah. Empat pembantunya menyampaikan pesan secara beruntun tentang malapetaka-malapetaka yang menimpa hidupnya. Mungkin sampai pada pesan ketiga Ayub masih bisa bersyukur dan menerima. Tetapi pada pesan yang keempat akan sangat sulit bagi Ayub untuk bisa dengan kuat menerima apalagi bersyukur. Tetapi Ayub adalah orang yang luar biasa, karena dalam kondisi yang seperti itu ia mampu bersikap baik untuk menghadapi semua penderitaannya. Bagaimanakah sikap Ayub?
I. Ayub Memberikan Respon yang tepat dan Benar ketika menghadapi masalah.
Pada ayat 20, ada empat kata kerja yaitu: Ayub berdiri, Mengoyakkan jubahnya (jubah luar atau jaket). Hal ini dalam tradisi Perjanjian Lama merupakan suatu ekspresi kesedihan yang sangat dalam. Kemudian, ia mencukur rambutnya (kemuliaan atau mahkota). Mencukur kepala adalah simbol kehilangan kemuliaan pribadinya. Ketiga ekspresi ini tidak salah, tetapi ekspresi yang keempat sangat luar biasa, Ayub menyembah (jatuh, tiarap). Dalam penderitaan Ayub memilih untuk tetap menyembah Tuhan.
II. Dalam Penderitaan Ayub Menyadari Betapa Berkuasanya Tuhan Atas Hidup Kita (ayat 21).
Betapa terbatasnya kita sebagai manusia, “kita datang dengan telanjang” ungkapan Ayub yang menggambarkan tidak adanya kekuatan dan kebanggaan kita. Tuhan yang memberi. Apapun yang kita miliki adalah pemberian dari Allah bukan milik kita, hanya pinjaman, semuanya adalah milik Allah. Demikian juga Tuhan yang mengambil. Karena Tuhan yang memberi maka dia juga yang berkuasa mengambilnya, sedangkan kita tida mempunyai kuasa untuk menahannya.
III. Dalam Penderitaan Ayub tetap Konsisten Dengan Karakternya yang Takut Akan Tuhan (ayat 22).
Ayub tidak berbuat dosa, dalam penderitaan kita malah meninggalkan Tuhan dan melangkah dengan cara kita sendiri. Ayub tidak menuduh Allahberbuat yang kurang patut, bersungut atau menyalahkan Allah. Seringkali Allah mengijinkan kita dalam penderitaan untuk membentuk karakter kita semakin serupa dengan Dia (Roma 8:28), sabar dan pemaaf.
IV. Dalam Penderitaannya Ayub memuji Tuhan dan Ini Adalah Tanda Ucapan syukurnya Kepada Allah.
Ucapan syukur Ayub menunjukkan bahwa Ayub menerima bukan hanya apa yang ia inginkantetapi juga semua yang Allah kehendaki baik susah ataupun senang. Ayub bersyukur untuk semua “pinjaman” dari Allahselama hidupnya juga bersyukur ketika semua “propertinya” Allah diambil dari hidupnya. Bukankah ucapan syukur adalah tanda percaya kita kepada Allah.
Bagaimana respon kita ketika ada dalam penderitaan? Apakah kita bersungut-sungut, atau bersyukur karena Tuhan masih menolong kehidupan kita?
Ibu Pdt. Antonetha Lukas Widiyanto, S.Th.