Efesus adalah sebuah kota kuno taraf internasional. Terletak pada muara Kaistros di Asia Kecil. Kira-kira tahun 1000 sebelum Masehi didiami oleh para imigran dari Ionia. Kemudian bisa berkembang menjadi kota perdagangan yang kaya dan bernilai budaya tinggi. Sejak tahun 133 sebelum Masehi menjadi pusat propinsi Romawi di Asia. Kenisah dewi Artemis dengan arca dewi itu termasuk bilangan mujizat dunia sejak dari zaman kuno (Kisah Para Rasul 19:35). Arca dewi Artemis dikabarkan jatuh dari langit. Di kalangan koloni Yahudi di situ yang menikmati berbagai privelesi istimewa, pewartaan agama Kristen memperoleh tanggapan kuat sekali (Kisah Para Rasul 18:24 dst.; 19:1 dst.), sedangkan di tengah penghuni lainnya berkembanglah kekuatan sihir (Kisah Para Rasul 19:19). Paulus bekerja di Efesus dalam perjalanan misionaris yang pertama dan kedua, sampai pada saat ia diusir karena huru-hara tukang perak (Kisah Para Rasul 18:19-21; 19:1-20:1). Kepentingan jemaat di Efesus juga ditekankan oleh Wahyu 2:1-7. Gereja mengadakan konsili ekumeni III di situ pada tahun 431. Dewasa ini kota itu adalah kota Selcuk.
Kota Efesus merupakan salah satu daerah pemukiman yang tertua di pantai sebelah barat Asia Kecil dan kota yang paling menonjol di propinsi Romawi di Asia. Asal mula kota ini tidak pernah diketahui, tetapi dalam abad kedelapan SM ia merupakan wilayah pemukiman yang menonjol dan sudah lama diambil alih oleh bangsa Yunani. Ia terletak sekitar tiga mil dari pantai di tepi Sungai Kayster, yang pada waktu itu dapat dilayari, sehingga Efesus merupakan kota pelabuhan. Lembah Sungai Kayster melandai sampai jauh ke pedalaman hingga digunakan sebagai jalur perjalanan kafilah ke Timur. Dari Efesus ada jalan- jalan raya yang menghubungkannya dengan semua kota-kota besar lainnya di propinsi itu serta jalur-jalur perniagaan yang menghubungkannya dengan wilayah utara dan timur. Ia merupakan pos yang strategis untuk mengabarkan Injil, karena para pekerja dari Efesus mempunyai hubungan dengan seluruh wilayah pedalaman Asia.
Tempat yang terkenal di Efesus adalah kuil dewi Artemis yang mahabesar. Dewi Artemis adalah dewi orang-orang Efesus yang kemudian disamakan dengan dewi Artemis orang Yunani dan Diana dari Romawi. Patungnya berupa sebuah tubuh yang berbuah dada banyak dan berkepala seorang wanita, dengan sebongkah batu besar sebagai ganti kaki. Kuil yang pertama mungkin dibangun sekitar abad yang keenam SM, tetapi belum selesai hingga tahun 400 SM. Ia dibakar sampai rata ke tanah pada tahun 356 SM dan digantikan oleh bangunan yang lebih baru dan lebih besar, 425 kaki kali 225 kaki, yang disokong oleh sumbangan dari seluruh Asia. Ia dianggap sebagai salah satu keajaiban dunia dan dikunjungi oleh banyak peziarah yang akan beribadat dalam tempat pemujaannya.
Kuil ini bukan hanya merupakan pusat pemujaan saja, tetapi karena tanah dan ruangan-ruangannya dianggap suci dan tidak boleh dicemari, ia juga merupakan tempat perlindungan bagi kaum yang tertindas dan tempat penyimpanan harta.
Suatu gambaran kasar dari kuil ini terlukis pada mata uang Efesus, disertai sebutan yang digunakan dalam Kisah Para Rasul bagi kota ini, NEOKOROS, atau kota yang memelihara kuil dewi Artemis (19:35). Berbeda dengan kebanyakan orang yang terjebak dalam rutinitas ibadahnya, penduduk Asia dan Efesus khususnya menunjukkan pengabdian yang nyaris fanatik terhadap dewi Artemis. Kegairahan mereka tercermin dalam perbuatan orang banyak di gedung kesenian, yang selama dua jam penuh meneriakkan 'Besarlah Artemis dewi orang Efesus" (19:34).
Efesus tergolong sebagai kota yang bebas dan menjalankan pemerintahannya sendiri. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh sidang rakyat yang diselenggarakan secara resmi (19:39), sedang para pemimpin atau senat kota itu berfungsi sebagai badan pembuat undang-undang. Sekretaris kota atau "panitera kota" adalah pejabat yang bertanggung jawab: ia bertugas memelihara pembukuan dan mengajukan permasalahan kepada sidang rakyat. Pengaruh kaum buruh juga kuat, karena serikat buruh tukang peraklah yang mengajukan protes bahwa ajaran Paulus telah mengancam kelangsungan hidup usaha mereka membuat cinderamata keagamaan berupa kuil-kuil dewi Artemis dari perak.
Paulus menghadapi beberapa persoalan di Efesus. Yang pertama adalah pertanyaan mengenai kelangsungan ajaran Yohanes Pembaptis, yang murid- muridnya masih tetap aktif setelah Yohanes wafat. Apolos, seorang cendekiawan Yahudi dari Aleksandria, yang telah mengajarkan tentang Yesus di Efesus, "hanya mengetahui baptisan Yohanes" (18:24 25). Pasti ia sudah mengetahui bahwa Mesias sudah datang, dan bahwa Ia sudah ditahbiskan untuk melayani Allah, dan bahwa persiapan untuk menyambut pelayanan-Nya harus meliputi pertobatan dan iman. Pengetahuannya tidak sepenuhnya salah atau menyimpang; ia masih berada pada jalur yang semestinya. Ia mengajar di sinagoge-sinagoge dan rupanya mendapatkan sambutan yang cukup baik.
Di bawah pengarahan Priskila dan Akwila pengertiannya makin bertambah luas. Suatu perbandingan dari pernyataan-pernyataan,yang berlawanan diberikan di sini: Lukas berkata bahwa Apolos "telah menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan" (18:25), tetapi bahwa "Priskila dan Akwila ... dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah" (18:26). Ia berangkat dari Efesus menuju Akhaya sambil membawa surat pengantar dari orang-orang yang percaya di sana dan menjadi pembela agama Kristen yang gigih, terutama di kalangan orang-orang Yahudi (18:28). Ia kemudian menjadi salah seorang sahabat dan rekan kerja kepercayaan Paulus (1Korintus 16:12; Titus 3:13).
Apolos sudah meninggalkan Efesus sebelum Paulus datang, tetapi masih ada orang-orang lain yang menyerupai dia di sana. Orang-orang ini, para murid Yohanes Pembaptis, kurang memiliki pengalaman rohani pribadi. Kenyataan ini begitu jelas kelihatan hingga ketika Paulus bertemu dengan mereka, ia bertanya apakah mereka telah menerima Roh Kudus ketika mereka menjadi percaya. Mereka menjawab bahwa mereka belum pernah mendengar bahwa Roh Kudus itu ada. Mengingat bahwa Yohanes telah meramalkan bahwa Yesus akan membaptis dengan Roh Kudus, nampaknya sulit untuk dipercaya bahwa mereka belum pernah mendengar tentang nama-Nya; tetapi mungkin mereka belum mendengar bahwa janji itu telah terwujud pada hari Pentakosta. Jawaban Paulus membuktikan bahwa baptisan Yohanes belum memadai untuk mendapatkan suatu pengalaman Kristen yang sempurna, karena orang yang percaya bukan hanya harus bertobat dari dosa-dosanya tetapi harus dipenuhi oleh Roh. Maka, persoalan pertama yang harus ditangani di Efesus adalah meningkatkan kualitas orang-orang yang percaya dengan tulus namun belum matang ini.
Persoalan yang kedua, dalam misi di Asia ini adalah ilmu gaib. Tukang- tukang sihir Yahudi yang diwakili oleh anak-anak Skewa, serta beratus- ratus orang lainnya membakar kitab-kitab sihirya, membuktikan betapa jauh kepercayaan takhyul dan ilmu sihir telah merasuki bangsa Yahudi di sana. Jawaban dari persoalan ini ada dua macam. Dari sudut positif, kekuasaan Kristus ternyata lebih besar daripada ilmu sihir dan ilmu tenung. Orang sakit disembuhkan, orang kerasukan setan disadarkan, dan mereka yang melakukan perbuatan-perbuatan sihir begitu menyadari kesesatan jalan mereka hingga dengan sukarela membakar kitab-kitab sihir yang menjadi pegangan mereka selama ini (Kisah 19:19). Dari sudut negatif, kekhususan Injil menjadi nyata. Seorang Kristen tidak akan menambahkan kepercayaan Kristennya pada agama lain yang telah dipeluknya; ia meninggalkan kepercayaan lamanya. Pada dasarnya dalam agama Kristen tidak ada toleransi terhadap semua lawannya, dan di Efesuslah prinsip ini paling jelas diperlihatkan.
Pelayanan Paulus di Efesus sangat berhasil. Selama lebih dari dua tahun (19:8, 10) ia dapat mengajar tanpa halangan, mula-mula dalam sinagoge dan kemudian di perguruan tinggi Tiranus (19:9). la melakukan mukjizat-mukjizat yang luar biasa (19:11) dan menjangkau masyarakat yang lebih luas di propinsi itu umumnya dan di Efesus khususnya daripada di mana pun juga. Lukas mencatat bahwa "semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan, baik orang Yahudi maupun orang Yunani" (19:10), bahwa "makin tersiarlah firman Tuhan dan makin berkuasa" (19:20), dan bahwa begitu banyaknya orang yang percaya sehingga mengancam kelangsungan ekonomi perusahaan patung berhala (19:26-27). Gereja di Efesus menjadi pusat misi dan selama berabad-abad menjadi salah satu kubu agama Kristen di Asia Kecil.
Sumber :
Merrill C. Tenney, SURVEI PERJANJIAN BARU, Gandum Mas, Malang, 1995, Halaman : 360 - 365