Kamis, 01 Desember 2011

Mujizat Natal - Kisah Nyata


Natal akan menjelang tiba. Sekalipun memang kelahiran Yesus Kristus tidaklah dapat dipastikan jatuh pada tanggal 25 Desember tetapi tetap tidak diragukan bahwa Yesus Kristus pernah dilahirkan oleh anak dara Maria di suatu tempat di Bethelem pada suatu tanggal lebih dari 2000 tahun yang lalu.
Hanya karena tanggalnya yang pasti tidak dapat kita tentukan, apakah itu berarti tidak ada yang harus dirayakan? Kelahiran Yesus Kristus merupakan suatu mujizat dan kehidupan-Nya juga penuh dengan mujizat. Mujizat tidak berakhir dengan kematian-Nya yang disusuli oleh kebangkitan - suatu hal yang masih belum dapat diciplak oleh manusia tidak kira betapa canggihnya teknologi zaman ini.
Dan mujizat terus terjadi sampai ke hari ini terutamanya di hari-hari menjelang Natal, bukan karena Tuhan hanya berkarya di musim Natal tetapi karena agen-agen-Nya, yaitu umat-umat-Nya lebih cenderung untuk membuka diri menjadi saluran berkat dan kasih bagi orang di sekitarnya pada musim Natal. Berikut adalah beberapa kisah nyata yang dialami oleh orang-orang biasa karena tindakan-tindakan kasih oleh orang-orang yang biasa-biasa juga.
Hal-hal yang mendefinisikan semangat Natal adalah hal-hal yang kita lakukan bagi sesama manusia dan bukannya terang-terang lampu, lagu-lagu dan hadiah-hadiah yang kita terima. Ingatlah, tindakan kasih dan kemurahan kita bisa saja menjadi jawaban doa bagi orang lain.
Malaikat yang Berbaju Merah
Dua hari sebelum Natal, Michelle dengan berat hari berbelanja ke toko dekat rumahnya. Sebagai seorang ibu tunggal yang harus membesarkan 5 anak sendirian, hidupnya terasa berat. Ia hanya mempunyai $35 dan kartu ATM-nya sudah diblokir.
Tetapi ia tahu Natal sangat penting bagi anak-anak. Ia berusaha untuk membeli bahan-bahan makanan yang murah untuk menyiapkan hidangan Natal yang sederhana bagi keluarganya. Di meja kassa terkumpul belanjaannya - kentang, sayuran, daging asinan dan beberapa keperluan untuk membuat hidangan pencuci mulut bagi anak-anaknya yang kecil. Total yang harus dibayarnya, $85.24. Ia coba menggunakan kartu ATM-nya. Seperti yang diduga, kartunya ditolak. Di belakangnya antrian sudah panjang dan banyak muka-muka yang sudah tidak sabar lagi. Ia mengigit bibirnya dan berusaha untuk menahan air matanya dari menetes. Anak bungsunya yang berumur dua tahun mulai merengek sambil menarik-narik lengan bajunya.
Michelle mulai mengurangi barang belanjaannya, daging asin dikembalikan ke dalam keranjang. "Air mata saya mulai menetes. Saya merasa malu." Tiba-tiba seorang wanita muda yang berdiri di belakangnya menepuk-nepuk bahunya. Di waktu yang bersamaan, kasir mengembalikan barang belanjaannya sambil berkata, "Hari ini Anda beruntung". Saya kaget, "Apa?"
Ia mengangguk kepada wanita cantik yang berbusana merah yang tadinya menepuk bahu saya, dan berkata, "Udah dibayar oleh dia."
Saya tidak tahu harus berkata apa dan saya hanya memandang padanya dan berkata, "Terima kasih."
Malaikat yang berbaju merah itu berkata, "Nga masalah, saya juga pernah mengalami waktu-waktu sulit. Selamat Natal.’
Sang kasir, Cynthia Pousinho berkata, "Kami semua merasa terharu. Wanita yang berbelanja itu (Michelle) menangis, teman saya yang membantu mengepak barang belanjaan turut menangis. Tetapi wanita yang membayar itu tidak menganggap apa yang dilakukannya sesuatu yang luar biasa. Ia hanya berkata, "Saya tahu bagaimana rasanya, dan menyodorkan selembar $100."
Michelle merasa bahwa ia seperti sedang bermimpi. "Saya terkejut dan terharu. Hal-hal seperti ini tidak terjadi. Saya berpikir, "Memang Tuhan ada. Saya harap wanita itu tahu betapa berartinya apa yang telah dia lakukan buat kami...kami sangat menghargai apa yang telah ia lakukan."
Itulah yang Yesus mau saya lakukan...Pertengkaran dengan istrinya membuat hati Dan resah dan pikirannya berkecamuk. Untuk menenangkan diri ia memutuskan untuk mengelilingi kota dengan sepeda motornya. Tidak lama setelah memasuki jalan tol ia melihat saya mendorong sepeda motor karena ban belakang motor saya kempis. Dan melambaikan tangan ke arah saya, pada awalnya saya pikir ia sedang mengolok saya. Tetapi ternyata ia keluar dari tol dan masuk kembali di arah yang berlawanan dan menghampiri saya.  Setelah mengecek keadaan ban yang kempis itu, Dan menawarkan untuk kembali ke rumahnya dan membawa mobil gerbong untuk mengeluarkan sepeda motor saya dari jalan tol. Jarak rumahnya dari jalan tol itu sekitar 30 km dan saya agak kaget kenapa ia mau melakukan itu padahal saya tidak dikenalnya.
Setelah menunggu sekitar 1 jam, Dan kembali dan menaikkan sepeda motor ke dalam mobil gerbong yang dipinjam dari temannya. Dalam perjalanan ke tempat tinggalnya kami sempat obrol dari situlah saya tahu namanya Dan dan ia seorang Kristen. Ia berkata bahwa ia membantu saya karena ia pikir itulah yang Yesus mau dia lakukan.
Dan bukan saja membawa sepeda motor saya ke kota tempat tinggalnya tapi menawarkan untuk menghantar saya ke rumah saya yang jaraknya sekitar 45 km dari kotanya. Berarti Dan harus menempuh perjalanan selama 90 km pulang-pergi hanya untuk menghantar saya. Keesokan harinya ia menelepon saya dan memberitahu saya bahwa ia telah menambal ban saya yang kempis itu! Waktu saya mengambil sepeda motor saya Dan menolak untuk menerima bayaran padahal pasti ia telah menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk menambal ban saya. Belum lagi uang bensin yang harus ditanggungnya karena menghantar saya pulang kemarin.
Setelah peristiwa ini kami sempat beberapa kali obrol di telpon tetapi setelah itu kami masing-masing sibuk dan kehilangan jejak. Sekarang saya tidak tahu di mana Dan tinggal. Tapi saya mau mengucapkan terima kasih kepadanya jika ia sempat membaca ini. Kebaikan dan kemurahan hatinya terhadap seorang yang sama sekali tidak dikenalnya sangatlah dihargai!
Lingkaran kasihOleh Jon, Kampala Uganda
Ibu saya telah memberitahu saya dan Karin, adik saya bahwa Natal tahun ini akan sangat sederhana, kami hanya akan mendapatkan satu hadiah kecil dan tidak akan ada perayaan istimewa. Ayah kami baru saja meninggalkan kami dan kami tinggal jauh dari sanak saudara, jauh dari teman-teman, ibu tidak punya penghasilan tetap dan kami juga tidak punya banyak harapan bagi masa depan kami. Bagaimanapun, setiap malam saya berdoa untuk mujizat terjadi.
Pada malam menjelang Natal, kami mendengar bunyi ketukan pintu, ibu dan saya keluar ke serambi kecil di depan rumah kami. Kami melihat dua pria dengan dua keranjang besar yang dipenuhi oleh makanan dan hadiah-hadiah. Air mata ibu mulai mengalir, air mata sukacita dan mungkin juga sedikit kesedihan. Ia dibanjiri rasa tidak percaya. Karin dan saya cukup senang karena tidak menyangka kami akan mendapat hadiah yang begitu banyak. Ternyata kedua pria itu adalah tetangga kami, dan walaupun kami tidak begitu saling kenal tetapi mereka merasakan bahwa kami membutuhkan bantuan dan mereka mau melakukan sesuatu supaya Natal kami terasa spesial. Kami menerima makanan, gula-gula, kueh-kueh kering, mainan dan berbagai hadiah yang lain.
Sekarang banyak tahun sudah berlalu, dan saya sedang melewati daerah kumuh di Kampala, Uganda. Saya di sini untuk membantu membangun sekolah. Hujan baru saja berhenti dan jalan dipenuhi  lumpur kotor yang berwarna merah tua. Di arah yang berlawanan saya melihat seorang wanita berjalan bertatah-tatih sambil memegang sepatu untuk melindungi sepatunya dari lumpur. Saya memandang wajahnya dan mata kami bertemu. Secara instan saya tahu, saya tidak mengerti bagaimana saya tahu tetapi informasi itu datang begitu saja. Dan hal ini bukan hanya terjadi kali ini. Saya tahu wanita itu sedang mencari pekerjaan dan ia membutuhkan uang untuk membiayai hidup keluarganya. Saya berhenti sejenak dan memandang ke dia. Ia memakai pakaian yang dibeli dari pasar yang menjual pakaian rombengan. Dan besar kemungkinan itulah pakaian terbaik yang dimilikinya.
Saya bertanya kepada dia, "Anda tidak punya uang transpor ya?" Ia mengangguk, "Saya tidak punya makanan untuk anak-anak saya." Saya merogoh kocek dan mengeluarkan uang $50 dan juga memberikan uang receh untuknya naik angkutan umum. Uang $50 cukup untuk dia membeli makanan bagi keluarganya selama sebulan.
Seraya saya memberikan uang itu kepadanya, ia menangis dan memberitahu saya ia tidak seharusnya menerima uang itu, tetapi ia terpaksa, dan ia akan mendoakan saya. Katanya lagi, "Pagi tadi saya berdoa untuk mujizat, untuk suatu tanda dan siangnya saya bertemu Anda."
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kami masing-masing. Ia bersukacita dengan jawaban doanya dan saya merenungkan apa yang baru saya alami, apa yang baru saja kami alami. Saya menyadari bahwa saya baru saja mengambil bagian di dalam satu rencana ilahi, satu lingkaran yang berjalan terus yang mengizinkan mujizat untuk terus berlangsung. Dulu saya menerima dan berkat anugerah-Nya, sekarang saya mampu untuk memberi.
(Malaikat Berbaju Merah, berdasarkan Christmas Miracles, New Standard, 1996. Itulah yang Yesus mau saya lakukan...berdasarkan sharing oleh Anonim di website Random Acts of Kindness.)