Sejak kecil ia hidup dalam keluarga yang "broken home". Tiada hari tanpa cekcok di antara ayah dan ibunya. Bahkan, di usia 12 tahun, ia divonis mati oleh dokter akibat penyakit syaraf yang dideritanya pada otak bagian kiri. Dia hanya akan tetap hidup kalau makan obat setiap hari."Tanpa obat, kau takkan berumur panjang" demikian kata dokter. Maka lengkaplah sudah penderitaan hidupnya. Namun, Tuhan menghendaki ia tetap hidup agar melalui dirinya, orang dapat melihat KemuliaanNya. Ditemui di rumahnya, JACQLIEN CELOSSE, wanita kelahiran Manado tanggal 11 Maret 1973, mantan pecandu obat bius yang kini menjadi penginjil mendampingi suaminya, Pdt. David Novendus, menceritakan pengalamannya dijamah oleh Tuhan Yesus Kristus, kepada Pengasuh BULETIN GKJMB.
Sampai di mana kebenaran cerita yang mengatakan bahwa anda menderita penyakit syaraf otak?
Begini ceritanya, sejak kecil sampai 7 atau 8 tahun lalu, saya hidup dalam satu keluarga yang berantakan. Papi dan mami saya bertengkar terus. Pokoknya tiap hari tanpa ribut. Saya stres berat sekali. Setiap kali saya pergi sekolah saya merasa takut. Bukan takut akan sekolahnya. Tetapi, takut kalau-kalau saat saya pulang, papi saya sudah ada di kantor polisi karena terlalu sering ribut sama mami. Saya rindu sekali memiliki orangtua yang rukun kehidupannya. Saya pikir, mengapa banyak teman saya yang memiliki orangtua yang hidupnya rukun dan berbahagia. Saya kok tidak? Rasanya saya kecewa sekali kepada Tuhan. Mungkin, karena terlalu sering memikirkan keadaan ini saya menderita sakit pada kepala saya. Setelah dokter memeriksa, ternyata saya kena sakit syaraf di otak bagian kiri.