Minggu, 04 November 2012

SIAPA MEMBERI MAKAN YESUS DAN PARA MURID-NYA?

Umumnya, tidak banyak orang yang menulis dan membicarakan keperluan sehari-hari Yesus dan rombongan-Nya. Padahal kita mengetahui bahwa Yesus tidak mengadakan mujizat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Kita cenderung membahas bagaimana Yesus memberi makan ribuan orang dengan makanan yang terdiri dari lima ketul roti dengan dua ekor ikan. Pada kesempatan lain, orang banyak datang berbondong- bondong begitu mereka mendengar Yesus berada di sebuah kota atau di sebuah tempat. Kita tidak pernah bertanya-tanya, dari mana gerangan Yesus memperoleh makanan pagi, siang, dan petang. Narasi dalam Kitab Suci menyebutkan bahwa Yesus makan di rumah orang berdosa (Zakheus sang pemungut cukai) atau mampir di rumah Lazarus, sahabat-Nya itu dan diberi makan oleh Maria dan Marta.
YESUS BERJALAN KAKI SEHINGGA TIDAK PERLU BIAYA?
Barangkali, cara yang paling efektif untuk mengabarkan Injil pada zaman itu ialah dengan berjalan kaki agar tidak ada yang terlewatkan. Yesus jarang mengumpulkan orang supaya datang kepada- Nya. Orang berbondong-bondong menjumpai-Nya karena mereka ingin mendengarkan pengajaran yang disampaikan-Nya, sebuah pengajaran yang lain daripada yang selama ini mereka dengarkan dari pejabat di Bait Allah. Yesus berbicara dan berkhotbah, bahkan ketika membacakan ayat Kitab Suci pun Ia amat berbeda daripada ahli Taurat dan orang Farisi. Ia amat berkuasa. Pembacaan ayat yang Ia lakukan amat menarik dan menyentuh hati mereka. Suara-Nya yang lembut menyejukkan hati yang resah.
Salah satu teologi penggembalaan yang dilakukan oleh Yesus ialah teologi penggembalaan individual. Ia bercakap-cakap dengan individu, muka dengan muka. Ia tidak menggunakan bahasa yang sulit, bahkan memberikan perumpamaan yang sangat sederhana untuk mengajarkan ihwal pengajaran yang sulit. Melalui perumpamaan, pelajaran yang sulit disederhanakan. Kalangan rakyat jelata sampai kalangan elit dapat memahami pelajaran yang disampaikan-Nya.
ORANG-ORANG TERBUANG MENJADI PENUNJANG ROMBONGAN YESUS
Sebuah kelompok yang terorganisasi harus ditunjang oleh biaya yang cukup. Yesus membuat kelompok dua belas orang, lalu ada lagi kelompok tujuh puluh, dan mungkin ada yang lebih besar lagi. Bagaimana mereka mengatur diri tanpa biaya yang jelas? Salah satu sumber informasi yang dapat kita peroleh ialah catatan yang dibuat oleh Lukas dalam Lukas 8:1-3. Coba kita perhatikan dengan saksama.
"Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana istri Khuza bendahara Herodes, Suzana, dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka."
Ini merupakan narasi penting bagaimana peranan wanita yang melayani rombongan Yesus dalam penginjilan. Merekalah yang mendukung dan memberi serta menyediakan makanan dari hari ke hari untuk rombongan itu. Khususnya mengenai Maria Magdalena, ia memiliki simpati yang khusus kepada Yesus, sebuah simpati yang tulus karena ia merasakan sentuhan Roh Kudus dalam dirinya sejak roh-roh jahat diusir dari dalam dirinya. Bayangkan, tujuh roh jahat pernah menguasai dirinya yang membuat ia menderita dan membuat orang takut kepadanya dan menjauhinya. Perempuan yang tadinya dianggap sebagai perempuan jahat yang paling menakutkan sekarang sudah dibebaskan dan merasakan damai yang luar biasa di dalam hidupnya. Ia berterima kasih kepada Yesus. Ia melihat ada kuasa kemuliaan yang menguduskan dirinya.
Ia benar-benar merasa bahwa Yesus itulah Mesias sehingga ia mengabdi sepenuh hati untuk membantu-Nya dalam penginjilan. Ia merasa tidak ada lagi orang yang memerhatikan dirinya. Dalam Yesus, ia menemukan kedamaian hati yang sejati. Roh yang telah memperbudaknya selama beberapa waktu amat menyengsarakan dirinya. Kini ia sudah lepas dari kuasa kegelapan itu dan ia masuk ke dalam suasana hati yang terang dan jiwa yang bersih. Ia merasakan suasana surga dalam kelepasannya.
Yohana, seorang wanita yang juga istri bendahara Herodes, merasa yakin bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikannya dan menaruh simpati kepada Yesus lalu menyerahkan kekayaannya untuk membiayai perjalanan Yesus dan rombongannya. Mereka dengan sukarela meluangkan waktunya, menyediakan makanan untuk rombongan itu. Yohana tentu saja mempertaruhkan kedudukan suaminya dengan bersimpati kepada Yesus, yang justru musuh penguasa agama dan pemerintahan. Ia berani menanggung risiko demi keyakinannya kepada Mesias yang dijanjikan itu. Selain Yohana, ada pula Suzana dan sejumlah perempuan yang lain yang "melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka".
DI BAWAH KAKI SALIB GOLGOTA MEREKA BERANI BERDIRI
Sementara dua belas murid Yesus tidak berani menampakkan diri saat Yesus ditangkap dan disalibkan di Golgota, kaum perempuan ini tidak memedulikan diri mereka dan tidak takut ditangkap atau dituduh sebagai pengikut Yesus. Yudas sudah menggantung diri. Petrus dan kawan-kawannya entah ke mana. Hanya Yohanes yang masih muda itu yang berdiri di bawah salib Golgota, menyaksikan derita Yesus dan menangis melihat tangan dan kaki-Nya yang mengucurkan darah. Dahi- Nya yang luka dan kepala-Nya yang terkulai sambil meneriakkan puncak derita pada hembusan napas terakhir. Benarlah, bahwa perempuan- perempuan itu tidak hanya menyediakan makanan bagi Yesus dan rombongan-Nya. Mereka dengan sepenuh hati turut merasakan derita. Derita batin Yesus menjadi derita batin mereka. Dengan setia mereka menjadi saksi kematian Yesus. Simaklah berita yang disampaikan Yohanes dalam Yohanes 19:25.
"Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, istri Klopas dan Maria Magdalena."
Merekalah saksi hidup bahwa Yesus benar-benar mati di kayu salib. Mereka mengikuti peristiwa penyaliban itu mulai dari kota Yerusalem, mulai dari pengadilan sampai perjalanan pilu menuju bukit Golgota di luar tembok Yerusalem. Mereka mau melayani Yesus dan berbagi perasaan dengan-Nya, menyertai Dia sampai ke bukit derita itu. Sebuah pengabdian yang tidak ada taranya.
Orang yang benar-benar menjadi sahabat sejati ialah orang yang menaruh simpati ketika sahabatnya menanggung derita, tidak meninggalkannya. Mereka berada di sana dan turut merasakan kepedihan hati Yesus. Dalam sunyi, Yesus disertai ibu-Nya dan perempuan yang telah dibebaskan-Nya dari kuasa kegelapan. Tidak mudah berada di bawah kaki salib. Di sana banyak pengolok-olok dan orang-orang yang menghina Yesus. Di sana berkumpul musuh-musuh Yesus yang menghina dan membunuh-Nya.
Perempuan-perempuan ini bukan hanya pelayan Tuhan, tetapi mereka juga pemberani yang siap menanggung risiko apa pun. Mereka tidak malu mengakui Yesus di depan musuh-musuh-Nya. Bukankah ini merupakan sebuah keberanian yang luar biasa? Bukankah ini merupakan kekuatan moral bagi Yesus? Hati Yesus sedih ketika melihat perempuan- perempuan itu menangisi diri-Nya. "Tangisilah dirimu," kata Yesus dari salib di tengah-tengah derita yang dialami-Nya. Ibu Yesus merasa sedih melihat Putranya disalibkan tanpa salah. Kepada murid yang dikasihi-Nya Yesus memberi pesan agar merawat ibu-Nya untuk hari-hari berikutnya.
Maria Magdalena pastilah meneteskan air mata karena harus menyaksikan kematian Mesias, Penebus, yang telah melepaskannya dari perhambaan roh-roh jahat. Perpisahan dan kematian ini sangat memilukan hati para perempuan itu. Mereka tidak membayangkan begitu tragisnya kematian Guru mereka itu.
DI KUBURAN YESUS PADA PAGI HARI ITU
Sudah menjadi kebiasaan orang Yahudi untuk membawa wangi-wangian ke kuburan, baik waktu baru meninggal dan beberapa hari kemudian. Peristiwa yang baru saja terjadi beberapa hari yang lalu, yang menggentarkan penduduk kota Yerusalem dan desa sekitarnya, belumlah lepas dari ingatan orang. Perhatikanlah kisah berikut ini setelah Yesus tiga hari di kubur.
"Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur .... Tetapi Maria berdiri dekat kubur itu dan menangis. Sambil menangis ia menjenguk ke dalam kubur itu (Yoh. 20:1,11)."
Tugas pelayanan bukan saja pada waktu masih hidup, tetapi juga pada waktu kematian. Maria Magdalena begitu peduli. Mungkin sepanjang malam ia sukar tidur. Itulah sebabnya ia "pagi-pagi benar ketika hari masih gelap" sudah berangkat ke kubur. Ia merasa kecewa karena kubur telah kosong. Ia menjadi bingung. Bagaimana mungkin? Bukankah batu kubur itu telah disegel oleh penguasa Romawi? Tidak seorang pun dapat membuka pintu kubur itu.
Ia benar-benar bingung. Siapa gerangan yang mencuri mayat-Nya? Itulah pikiran yang timbul dalam benaknya. Ketika ada orang yang berdiri di dekat kubur itu, dalam samar cahaya pagi, dalam remang- remang, ia menyangka bahwa orang itulah yang mengambil mayat Yesus. Ia tidak tahu bahwa Guru yang dikasihinya sedang berdiri dan menyaksikannya. Kisah berikutnya ditutup dengan berita yang mengejutkan. "Janganlah engkau menyentuh Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa- Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu (Yoh. 20:17)."
Maria Magdalena merasa amat terhibur. Yesus tidak mati. Guru yang dilayaninya selama ini, yang disaksikannya mati di bukit Golgota, sudah bangkit. Ia pergi dan memberitahukan peristiwa itu kepada murid-murid yang lain. Dan sejak itu, perempuan-perempuan itu menjadi pemberita Injil bahwa Yesus sudah bangkit dan naik ke tempat Bapa-Nya di surga, menyediakan tempat yang indah bagi mereka.
Siapa yang mau mengikuti jejak perempuan-perempuan perkasa ini?
Bahan diambil dan diedit dari sumber:

Judul Majalah:Sahabat Gembala, Januari 2004
Judul Artikel:Siapa Memberi Makan Yesus dan Para Murid-Nya?
Penulis:Wilson Nadeak
Penerbit:Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman:44 - 48