Jumat, 23 November 2012

Mengalahkan Kejahatan dengan Kebaikan, Mungkinkah?


Di Roma 12:21 Paulus menghimbau Jemaat di Roma untuk "kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan." Begitu banyak kejahatan yang terjadi baik di masa kini ataupun pada masa kekaisaran Roma. Tanpa ada satu hari pun yang berlalu tanpa kejahatan terjadi di dunia. Melihat kejahatan begitu merajarela, kita seakan-akan harus menyimpulkan bahwa kejahatanlah yang sebenarnya sedang mengalahkan kebaikan di dunia ini. Apakah mungkin mengalahkan kejahatan dengan kebaikan?
"Kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan" merupakan suatu bahasa peperangan. Kita tahu kejahatan dan kebaikan bukanlah hanya menyangkut persoalan moral tetapi merupakan perwujudan dari dua kekuatan yang nyata. Ada agama dan filsafat yang mengajarkan bahwa kuasa dari yang baik dan yang jahat itu berada pada kekuatan yang seimbang. Dasar pikiran inilah yang berada di balik agama yang menyembah keduanya, mereka menyembah personifikasi dari ilah-ilah yang baik dan juga yang jahat. Keduanya harus disembah agar yang baik dan yang jahat berada di dalam keadaan yang seimbang. Sesajian diberikan dengan harapan ilah-ilah dari kedua pihak dapat ditenangkan dan tidak menganggu kita. Menurut filsafat agama ini, kebaikan dan kejahatan berada dalam satu hubungan yang mutlak.
Tetapi dari Alkitab kita memperoleh bukti yang nyata bahwa kuasa kebaikan itu jauh lebih besar dari kuasa kejahatan. Yang baik secara relatif lebih kuat dari yang jahat. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam kasus pengusiran roh-roh jahat yang dapat kita baca di dalam Injil. Dalam kasus pengusiran roh-roh jahat, kita memperoleh bukti nyata yang menunjukkan bahwa kuasa jahat tunduk secara mutlak di bawah kuasa yang baik. Hal ini terjadi karena sumber dari segala yang baik hanyalah berasal dari Allah. Dia-lah yang merupakan perwujudan dari kuasa yang baik (Luk. 18:19) Ini merupakan satu kebenaran mutlak di dalam Alkitab.
Setiap dari kita yang ingin bergabung dan berperang di pihak yang baik, kita dapat melakukannya dengan memenangkan peperangan di antara yang baik dan yang jahat di dalam kehidupan kita sendiri. Setiap hari, kita diperhadapkan dengan pilihan. Apakah setiap pilihan yang kita buat itu merupakan pilihan yang berpihak kepada yang baik? Atau yang sebaliknya yang terjadi, kita membiarkan yang jahat yang mengendali hidup kita dengan tidak memilih untuk melakukan yang baik?
Pada suatu malam di tanggal 8 Februari yang lalu, sekitar jam 11 seorang anak muda berumur 24 tahun, Seng Chun mendengar keributan di tempat parkir restoran tempat kerjanya. Kemudian Seng Chun bergegas lari ke luar dan melihat dua perampok berusaha melarikan mobil mewah milik pelanggannya yang baru selesai makan di restoran. Tanpa berpikir panjang, ia berlari mengejar mobil itu dan berhasil membuka pintu mobil bagian belakang. Di dalam mobil ia bergulat dengan para perampok dan berusaha untuk mengagalkan usaha melarikan mobil tersebut. Malangnya selang beberapa menit kemudian Seng Chun dilempar keluar dari mobil dan mungkin karena jengkel para perampok sengaja menggiling tubuh Seng Chun yang sudah tergeletak di tanah. Meskipun Seng Chun sempat dilarikan ke rumah sakit tetapi dokter menyatakan bahwa ia sudah dalam keadaan mati otak.
Membaca kisah nyata ini membawa kita pada kesimpulan bahwa kejahatan sekali lagi sudah menang. Usaha Seng Chun berbuat baik justru menuai kecelakaan bagi dirinya. Saya percaya banyak orang yang membaca berita ini di koran akan berkata, "Nah, itulah penjahat sekarang sudah semakin jahat, lain kali, tidak usahlah ikut campur dengan urusan orang lain." Mungkin ini ada benarnya, di dunia yang semakin kacau ini, kita sering harus bertindak dengan "bijaksana" untuk dapat bertahan hidup.
Tetapi apakah kematian Seng Chun itu sia-sia? Apakah kejahatan itu sebenarnya sudah menang di atas kebaikan? Ayah daru Seng Chun yang bernama Tang memutuskan untuk menyumbangkan organ-organ tubuh Seng Chun kepada pasien-pasien yang membutuhkannya. Lewat kematian Seng Chun di usianya yang masih muda, kornea matanya membuat seseorang dapat melihat, dua pasien sakit ginjal mendapatkan ginjal yang baru dan katup jantungnya yang masih sehat itu sedang memberikan hidup kepada seseorang yang tidak dikenalnya. Menurut Tang, keputusannya menyumbangkan organ-organ tubuh Seng Chun pasti akan menyenangkan anaknya. "Seng Chun adalah seorang yang sangat pengasih dan suka membantu orang, ia akan melakukan apa saja untuk membantu orang yang membutuhkan. Pada kenyataannya, ia telah memberikan nyawanya untuk membantu orang yang sama sekali tidak dikenalinya." Kematian anaknya tidaklah sia-sia.
Bagi saya, dalam peristiwa ini, kebaikan telah menang secara mutlak di atas kejahatan. Terutamanya bagi kita yang hidup bukan untuk dunia ini tetapi bagi dunia yang akan datang. Kematiannya tidaklah sia-sia di mata Tuhan yang maha adil dan penyayang. Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal (Yoh. 12:24-25).