Kamis, 22 September 2011

Injil Adalah Kekuatan Allah by : Tom Lipkin, Finland

Para rasul memberitakan Injil sederhana tentang kasih dan karunia Allah melalui Yesus, dan Allah menguatkan firman-Nya dengan menyembuhkan orang yang sakit. Apakah saat ini kita memberitakan Injil yang murni, atau kita juga memberitakan tentang kebenaran pribadi?

Apakah Injil adalah kekuatan Allah dimanapun juga?

Bayangkan sebuah khotbah yang keras dan menakutkan bagi para pendengarnya yang merasa diri mereka penuh dengan dosa, dihakimi dan tidak nyaman. Ya, kadang sebuah khotbah dapat benar-benar membuat orang menjadi takut, kuatir, merasa rendah diri dan terhakimi.

Akan tetapi, sebuah khotbah adalah salah satu alat luar biasa yang telah diberikan Allah bagi gereja. Khotbah juga dapat membangkitkan iman, harapan dan kasih. Sebuah khotbah dapat memberikan efek yang membebaskan dan menyegarkan serta membuat hati penuh dengan sukacita.
…bahkan sebelum kita sadari, Hukum Taurat akan mengalihkan perhatian kita dari besarnya kemerdekaan dan sukacita yang telah diberikan Allah bagi setiap orang percaya.

Para murid mula-mula memberitakan kasih Allah

Para murid mula-mula menggunakan khotbah dan memberitakan Firman saat memperkenalkan Yesus pada orang lain. Sebelum Yesus naik ke sorga, Dia memerintahkan murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk. Dia sendiri berjanji akan menguatkan Firman itu jika para murid tersebut memberitakannya (Mark 16:20). Sebuah dimensi luar biasa yang dirancangkan Allah dalam khotbah!
…selalu saja ada kecenderungan untuk memberitakan hal lain diluar Injil.

Dia Sendiri berjanji untuk menguatkan Firman yang diberitakan.

Khotbah-khotbah dalam Kisah Para Rasul berkonsentrasi pada kasih Allah kepada semua orang melalui Yesus Kristus. Para rasul hanya memberitakan inti dari Injil yaitu Yesus adalah pemberian Allah dan apa artinya bila orang menerima Dia dan percaya pada kematian dan kebangkitan-Nya. Melalui Injil yang sederhana, Tuhan menguatkan firman-Nya dengan menyembuhkan orang yang sakit.
Dia Sendiri berjanji untuk menguatkan Firman yang diberitakan.
Pada saat itu, mereka tidak berkhotbah dengan jari yang menunjuk kemungkinan segala “kesalahan” yang dilakukan oleh orang. Mereka tidak berkhotbah dengan nada yang menghakimi ataupun menyalahkan. Mereka tidak meletakkan beban pada orang dengan menuntut berbagai hal dari mereka. Paulus tidak mengkhotbahkan tentang betapa “mengerikannya” penyembahan berhala di Athena atau betapa “buruknya” gaya hidup orang Korintus. Filipus juga tidak mengkhotbahkan penghakiman terhadap Samaria karena mereka memiliki agama yang berbeda. Tidak. Para murid hanya memberitakan tentang Yesus. Mereka memberitakan kasih karunia Allah yang dapat diterima semua orang. Mereka mengkhotbahkan tentang anugerah Allah yang turun bagi orang-orang yang menerima kasih karunia Yesus. Yesus adalah pusat dari segalanya. Kebaikan seseorang yang seperti apapun sama sekali tidak mengesankan bagi Allah.

Konsekuensi dari memberitakan tentang kebenaran diri sendiri

Kebenaran dasar tidak pernah berubah. Meskipun demikian,  selalu saja ada kecenderungan untuk memberitakan hal lain diluar Injil..
Dalam khotbah, kita dapat dengan mudah mengalihkan pandangan kita pada segala hal yang harus kita lakukan untuk “mendapatkan kebangunan rohani.” Konsekuensi dari hal ini sering kali hanyalah depresi. Seperti inilah seharusnya khotbah itu, khotbah seharusnya menggambarkan tentang Yesus didepan mata para pendengarnya dan mengajarkan tentang apa artinya memiliki Dia dalam hidup kita sehari-hari.
Itulah mengapa Paulus mengatakan: “Betapa mengerikannya bagiku jika aku tidak memberitakan Injil!” Dia melihat semua orang telah “disalibkan dalam Kristus” dan ingin menyampaikan bahwa semua orang “sempurna di dalam Kristus” dihadapan Allah. Paulus sangat tahu bahwa tidak seorang pun benar. Bahkan pembenaran itu adalah anugerah yang kita terima melalui Yesus Kristus (1 Kor. 1:30). Jika fokus saat berkhotbah tentang pembenaran tersebut ada di dalam “kita”, bukannya di dalam Kristus, hal tersebut akan dengan sangat mudah menciptakan rasa bersalah daripada menciptakan kehidupan.

”Sekecil apapun” kebenaran diri sendiri harus ditiadakan.

Saat Injil diberitakan, orang akan diangkat dari kesalahan dan kekalahan. Yesus berkata kepada seorang perempuan berdosa dalam Yohanes 8: ““Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” Kuasa dosa hancur pada saat itu. Saat kuasa dosa dihancurkan, Yesus membebaskan perempuan itu untuk hidup. Hari ini pun Yesus tetap sama. Melalui khotbah-khotbah dan pengajaran, rasa bersalah dan perasaan rendah diri akan hilang. Kuasa dosa akan dipatahkan. Sebuah khotbah harusnya menciptakan harapan dan iman sehingga para pendengarnya akan merasakan lagi kasih Yesus yang indah. Mungkin Anda juga telah terperangkap dalam perangkap rasa bersalah. Biarkan Roh Kudus menolong Anda. Tugas-Nya bukan untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan Anda, tetapi untuk menunjukkan betapa berharga, dikasihi dan betapa benarnya Anda di dalam Kristus tanpa memandang segala kesalahan Anda. Hanya kasih karunia Allah yang dapat mematahkan kuasa dosa. Kasih karunia tidak hanya membuang dosa dan rasa bersalah tetapi juga menghilangkan perasaan tertekan karena mengejar kesuksesan, keegoisan, kebiasaan untuk membandingkan satu dengan yang lain, dan perasaan yang selalu tidak cukup.
…mustahil bagi manusia untuk dapat mendekati Allah bahkan bila yang dibutuhkan hanyalah “sedikit saja” kebenaran diri sendiri.
Yesus adalah teladan kita dalam segala hal yang mungkin. Beberapa perkataan Yesus yang pertama kali dicatat adalah: “Bertobatlah dan percayalah pada Injil!” Apakah arti dari bertobat? Artinya kita tidak lagi mencoba untuk menyenangkan Allah dengan perbuatan baik kita. Tidak peduli betapa baiknya perbuatan kita, semuanya itu disebut perbuatan sia-sia. Akan tetapi, kita dipanggil untuk berjalan dalam iman. Ini berarti kita mengerti bahwa setiap hal baik yang kita alami adalah pemberian Allah bagi kita dan merupakan bagian dari kasih karunia-Nya yang luar biasa. Yesus menunjukkan pada kita bahwa mustahil bagi manusia untuk dapat mendekati Allah bahkan bila yang dibutuhkan hanyalah “sedikit saja” kebenaran diri sendiri. Semua berkat harus diterima sebagai anugerah saja.
Tentu saja Alkitab berbicara tentang hal-hal yang benar dan salah. Dalam Alkitab kita dapat menemukan banyak sekali hikmat dan nasihat baik yang dapat diterapkan sehari-hari. Tetapi Alkitab bukan sekedar kitab moral. Semua agama mempunyai sikap moral tertentu. Alkitab sebenarnya, dari halaman pertama kitab Kejadian sampai halaman terakhir kitab Wahyu, semuanya tentang satu pribadi – Yesus Kristus (Lukas 24:27). Semua khotbah harus meninggikan Yesus. Itulah saat dimana Yesus sendiri akan menguatkan Injil-Nya. Banyak orang percaya percaya bahwa Yesus lebih mudah melakukan mukjizat di Afrika atau Asia. Tetapi Yesus melakukan mukjizat dimanapun Injil-Nya diberitakan; dimanapun ada “seseorang” yang menerimanya dengan iman. Yesus tidak membeda-bedakan suku bangsa. Yang diperlukan hanya satu, ada orang yang memberitakan dan mendengar maka Yesus akan meneguhkan Injil-Nya dengan mukjizat. Anda dapat menjadi “orang” yang akan memberitakan atau menjadi “orang “ yang akan menerima.
Memberitakan Injil tidak berarti semua khotbah harus seperti khotbah pada waktu Paskah. Namun demikian, inti dari Injil harus selalu menjadi dasar dari semua khotbah.