Kata “pencobaan” pada umumnya mengandung konotasi negatif, sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak diharapkan. Yesus sendiri dalam Doa Bapa Kami mengajarkan: “Janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan”. Tetapi faktanya, “pencobaan” itu bisa terjadi sewaktu-waktu dalam hidup kita. Sebagai orang Kristen, bagaimanakah sikap/cara pandang kita bila harus menghadapi “pencobaan” ini?
1. Pencobaan harus dianggap sebagai kebahagiaan
Yakobus 1:2 “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan.“
Sikap/cara pandang terhadap pencobaan sangat penting, bahkan lebih penting dari pencobaan itu sendiri, karena akan menentukan “menang kalahnya” kita terhadap pencobaan itu. Contoh: Daud dan Saul waktu menghadapi Goliat. Ketika mendengar perkataan Goliat, Saul dan seluruh Israel cemas hati. Ketika melihat Goliat, semua orang Israel melarikan diri. Ketika Saul mendengar bahwa Daud akan pergi melawan Goliat, dia berkata: “Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia” (1Sam. 17:11,24,33).
Bandingkan dengan Daud yang berkata: “Siapa orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemooh barisan Allah yang hidup? Engkau mendatangi aku dgn pedang, tombak, dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa Tuhan menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan Tuhanlah pertempuran…” (1Sam. 17:26,45,47).
Daud dan Saul melihat pencobaan yang sama (Goliat), tetapi Saul dan segenap orang Israel cemas, lari dan ketakutan, bukan karena dikalahkan Goliat, tapi dikalahkan pikirannya sendiri. Cara pandang yang salah terhadap pencobaan, menghasilkan reaksi yang berbeda di dalam diri Saul dan orang-orang Israel, yang akhirnya berakhir dengan kekalahan. Berbeda dengan Daud, ia mengalahkan pencobaannya (Goliat) dengan iman kepada Tuhan.
Ada cerita ilustrasi. Suatu hari Tuhan memerintahkan malaikat maut mengumumkan di bumi, bahwa pada akhir tahun nanti ada 10,000 orang yang akan dipanggil Tuhan. Ternyata pada akhir tahun yang meninggal ada 30,000 orang. Tuhan memerintahkan malaikat maut untuk meneliti, mengapa ada 20,000 orang meninggal sebelum “waktuNya”. Ternyata setelah diteliti, mereka meninggal akibat ketakutan mereka sendiri karena mendengar pengumuman malaikat maut bahwa akan ada 10,000 orang dipanggil Tuhan pada akhir tahun itu. Bukankah kita sering kalah dengan pikiran kita, dan bukan kalah dengan pencobaan itu sendiri.
2. Pencobaan adalah ujian iman yang menghasilkan ketekunan
Yakobus 1:3 “sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan“.
Keselamatan kita diperoleh dengan cuma-cuma, gratis, karena pemberian Allah, tapi iman kita bertumbuh karena ujian. Ujian adalah satu-satunya cara untuk naik ke level yang lebih tinggi. Ujian adalah satu-satunya cara untuk membuktikan “progress” / kemajuan kita. Oleh sebab itu pencobaan harus dipandang sebagai kesempatan untuk naik kelas dalam kerohanian kita.
Samuel Johnson berkata: “Great works are performed not by strength, but by perseverance.” Pekerjaan besar terbentuk bukan dengan kekuatan, tetapi dengan ketekunan. Pada dasarnya manusia mudah melakukan sesuatu yang baik dalam jangka pendek, tetapi kekristenan adalah suatu “perjalanan” dalam jangka panjang, karena itu dibutuhkan ketekunan dan kemauan yang lebih besar daripada kemampuan untuk menyelesaikannya.
Thomas Kempis berkata: “There is no means of escaping from tribulation and sorrow, except to bear them patiently.” Tak ada artinya melarikan diri dari penderitaan dan kesesakan, kecuali memikulnya dengan sabar. Hadapi pencobaan dengan tekun, kita pasti “naik kelas”.
3. Pencobaan adalah berkat yang menyempurnakan
Yakobus 1:4 “Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun“.
Banyak orang beragama yang tekun berbuat baik, agar mencapai level “kesempurnaan” rohani. Tetapi bagi orang Kristen, ketekunan berbuat baik itu bukan untuk mencapai level “kesempurnaan”, melainkan suatu proses tanggung jawab yang menyempurnakan , utuh dan tak berkekurangan.
Mat. 25:23 “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu“.
Pencobaan yang saat ini kita hadapi adalah proses tanggung jawab yang semakin besar sebagai “reward” (hadiah) atas kesetiaan kita memikul tanggung jawab pada pencobaan yang lebih “kecil” sebelumnya.
Pilot-pilot American Airlines dilatih dengan menggunakan simulator yang diberi beban sedikit-sedikit dan semakin berat untuk mempersiapkan mereka menghadapi potensi problem dalam penerbangan yang mungkin akan mereka hadapi ketika menjalankan tugasnya di masa mendatang.
Lewat pencobaan-pencobaan yang kita hadapi di masa lalu maupun di masa kini, Tuhan sedang melatih kita untuk sedikit demi sedikit siap menghadapi pencobaan yang lebih besar, yang tidak diharapkan di masa mendatang.
1Kor.10:13 “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya“.
Tuhan melindungi kita dengan janji FirmanNya, Ia akan mengontrol pencobaan yang kita hadapi untuk tidak melampaui kekuatan kita, sehingga kita mampu menunjukkan kecakapan kita dalam menghadapi masalah-masalah yang senantiasa akan tetap berukuran “biasa” bagi kita, di mana saja dan kapan saja, meskipun kelihatannya dan dirasakannya “luar biasa”, sehingga berkat yang kita terima sempurna, utuh dan tak berkekurangan. (TDmail)