Ungkapan hati orang yang menduga hidupnya akan segera berakhir sangatlah penting untuk diperhatikan. Karena itu merupakan seluruh isi hatinya. Kepalsuan dan kepura-puraan tidak lagi menjadi bagian dari kehidupannya karena ia tahu dengan segera ia harus berhadapan dengan Penciptanya.
Billy Graham, penginjil Barat yang paling terkenal di abad 20 baru-baru ini dalam satu wawancara dengan Newsweek berkata bahwa ia tidak lagi punya waktu yang lama di dunia ini. Dalam usianya yang menjangkau 87 tahun, ia sedang melewati tahun-tahun terakhir hidupnya. Pada saat-saat begini apa yang penting dan apa yang tidak penting menjadi sangat kentara baginya.
Katanya, "Sekarang lebih dari sebelumnya, saya meluangkan waktu membaca Alkitab dan berdoa bersama istri saya. Saya melihat setiap hari sebagai anugerah dari Tuhan, dan kita tidak boleh menganggap pasti anugerah itu. Semakin tua, semakin saya melihat pentingnya kekekalan bagi saya secara pribadi." Pada malam hari, Graham bersama isterinya banyak berbagi tentang apa yang menanti mereka di alam yang baru setelah mereka meninggalkan dunia ini. Katanya, "Saya banyak memikirkan tentang surga, saya memikirkan tentang kegagalan saya di waktu lampau, tetapi saya tahu semuanya telah ditutupi oleh darah Kristus, dan itu memberikan saya satu keyakinan yang besar.
Anak perempuannya, Anne berkata, "Semakin Anda menjadi tua, hal-hal sekunder menjadi tidak penting dan luput dari ingatan. Hal yang utama sekali lagi menjadi hal yang terutama - bagi ayah, hal yang terutama adalah Yesus, mengasihi Tuhan secara total, dan mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri." Hal yang dikutip Anne tentang ayahnya juga merupakan Shema atau dua perintah terutama yang menyimpulkan seluruh Kitab Suci, "Mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan mengasihi sesama-mu manusia seperti diri-mu sendiri." (Kitab Injil Matius pasal 22, ayat-ayat 37-39)
Saat ditanya jika ia diberi kesempatan untuk memulai hidupnya sekali lagi, apakah yang akan ia lakukan, Graham menjawab, "Saya akan meluangkan lebih banyak waktu menyelami Kitab Suci dan teologi. Penyesalan saya yang terutama adalah saya tidak memberikan perhatian yang lebih kepada studi dan pembacaan. Saya menyesalinya karena saya merasa saya bisa lebih "penuh" jika saya lebih mengenal Kitab Suci. Saya mempunyai teman yang dapat menghafal sebagian besar dari ayat-ayat di Kitab Suci, dan itu sangat berarti bagi saya sekarang." (Baginya hal itu penting karena Graham merasakan sudah mulai kehilangan daya ingatnya.)
Namun tema yang menyimpulkan seluruh pemikiran Graham di hari tuanya adalah kerendahan hati. Ia pasti bahwa imannya dalam Yesus adalah jalan menuju keselamatan. Saat ditanya apakah ia percaya bahwa surga akan tertutup kepada orang Yahudi, Muslim, Buddha atau orang sekuler yang baik, Graham menjawab, "Itu merupakan keputusan-keputusan yang hanya dapat dibuat oleh Tuhan. Sangatlah bodoh bagi saya untuk berspekulasi tentang siapa yang akan diselamatkan dan siapa yang tidak...saya tidak mau berspekulasi tentang hal-hal itu. Saya yakin kasih Tuhan itu absolut. Ia berkata bahwa Ia memberikan anaknya bagi seluruh dunia dan saya yakin Ia mengasihi setiap orang tanpa memandang etiket yang dipakai mereka.
Cara pandangnya yang begitu liberal mungkin akan membuat banyak orang Kristen fundamental tidak senang, tetapi di pandangannya, hanya Tuhan yang tahu siapa yang akan diselamatkan. Sebagai seorang penginjil yang telah menginjili selama lebih dari 60 tahun, Graham dengan setia memproklamirkan pesan Injil bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan menuju Surga, tetapi ia juga berkeyakinan, "Bagaimanapun, keselamatan adalah karya Tuhan yang Maha Kuasa, dan hanya Dia yang tahu apa yang ada di dalam hati setiap manusia."
Memang benar, hanya Tuhan yang tahu tentang keselamatan dan penghakiman bagi manusia di dunia ini. Jikalau kita meneliti keempat Kitab Injil kita akan menemukan bahwa tidak banyak disebut tentang penghakiman bagi orang tidak percaya. Kebanyakan pengajaran Yesus tentang penghakiman menunjuk kepada penghakiman orang percaya. Kita dapat melihat hal ini apakah di Perumpamaan tentang Sepuluh Gadis (Kitab Injil Matius pasal 25, ayat 1-13), Perumpamaan tentang Talenta (Kitab Injil Matius pasal 24, ayat 14-30), Perumpamaan tentang Pemisahan Kambing dan Domba (Kitab Injil Matius pasal 25, ayat 31-46) maupun di Perumpamaan tentang Orang Kaya dan Lazarus (Kitab Injil Lukas pasal 16, ayat 19-31). Penelaahan yang saksama di ayat-ayat itu akan memberitahu kita bagaimana Tuhan akan menghakimi orang percaya.
Kita juga akan menemukan bahwa dalam semua pengajaran Yesus itu, faktor yang menyelamatkan bukanlah sekadar bahwa kita percaya pada Yesus tetapi apakah kita berbuat sesuatu untuk Tuhan. Apakah kita melipatgandakan talenta yang telah diberikan kepada kita? Apakah kita memberi makan kepada yang lapar, mengunjungi orang yang sakit dan di penjara? Apakah kita melihat kebutuhan orang lain dan kita berbuat sesuatu? Singkat kata apa yang dicari Tuhan adalah apakah kehidupan kita menghasilkan buah yang dapat menyegarkan dan memberi penghiburan kepada orang lain.
Maka tidak heranlah, orang seperti Billy Graham di hari tuanya mempunyai keyakinan yang begitu besar tentang masa depannya di kekekalan. Sepanjang hidupnya ia sudah begitu banyak menabur bagi Tuhan. "Saya mempunyai keyakinan tentang kekekalan dan itu adalah hal yang sangat menakjubkan. Saya bersyukur kepada Tuhan karena memberikan saya kepastian itu. Saya tidak takut akan maut. Saya mungkin sedikit takut pada prosesnya, tetapi bukan pada maut itu sendiri, karena saya pikir di saat roh saya meninggalkan tubuh yang fana ini, saya akan berada di hadirat Tuhan." Tidak ada kemerdekaan yang lebih berarti dari kemerdekaan atas rasa takut akan maut.
Semoga hikmat dan contoh dari seorang tokoh besar Kristiani di abad ini dapat membuat kita lebih bersungguh-sungguh lagi untuk menjalani kehidupan kita sesuai dengan panggilan Tuhan buat kita umatnya.