Apakah pada jaman sekarang orang Kristen boleh makan darah atau tidak, menimbulkan pro dan kontra yang hebat. Dan kalau darah tetap dilarang untuk dimakan, maka penerapannya cukup banyak, seperti:
· anjing yang mau dimakan / dimasak, biasanya tidak disembelih, tetapi dikepruk kepalanya. Tentu tidak mungkin darahnya akan keluar semua.
· orang berburu, yang menembak binatang buruannya sehingga langsung mati, tentu juga tidak mungkin mengeluarkan semua darah dari binatang buruannya.
· pada waktu makan ikan, atau steak, yang dimasak kurang matang, kita sering melihat ada darah di sana.
· banyak orang pada waktu mau memasak burung dara, tidak membunuhnya dengan menyembelihnya, tetapi hanya dengan menutup hidungnya. Tentu saja darah tidak keluar sama sekali.
Bolehkah kita makan masakan-masakan seperti ini?
Satu penerapan lagi tentang larangan makan darah adalah: Saksi Yehuwa menggunakan larangan makan darah ini sebagai dasar untuk melarang transfusi darah, dengan alasan bahwa baik dengan makan darah maupun dengan transfusi darah, darah dimasukkan ke dalam tubuh. Kalau kita bisa menggugurkan ajaran yang melarang makan darah pada jaman sekarang, maka kita juga menggugurkan argumentasi dari sekte sesat ini.
Sekarang mari kita memperhatikan lebih dulu beberapa ayat, yang selain kelihatannya melarang makan darah, juga membingungkan tentang arti yang dimaksudkannya.
Kej 9:4 - “Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
Bdk. Ul 12:23 - “Tetapi jagalah baik-baik, supaya jangan engkau memakan darahnya, sebab darah ialah nyawa, maka janganlah engkau memakan nyawa bersama-sama dengan daging”.
Bdk. Im 17:11 - “Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa”.
Ada 2 hal yang perlu dipersoalkan:
1) Apa maksudnya kalau dikatakan ‘darah ialah nyawa’?
2) Bolehkah kita sekarang makan darah?
I) Apa maksudnya darah sama dengan nyawa?
Jelas bahwa kalau dalam Kej 9:4 dan beberapa ayat lain ‘darah’ diidentikkan dengan ‘nyawa’, itu tidak bisa diartikan bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa ‘darah’ betul-betul sama dengan ‘nyawa’. ‘Darah’ diidentikkan dengan ‘nyawa’, karena darah yang mengalir dalam tubuh seseorang adalah sesuatu yang menunjukkan / membuktikan kehidupan. Kalau darah itu hilang, maka kehidupan berhenti / nyawa melayang.
Jamieson, Fausset & Brown: “The reason assigned, ‘the blood is the life thereof,’ embodies a fact which ranks among the most remarkable discoveries of modern science, that the blood is the circulating principle of life” (= Alasan yang diberikan, ‘darah adalah nyawa darinya’, mewujudkan suatu fakta yang tergolong di antara penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern yang paling hebat, bahwa darah adalah dasar kehidupan yang bersirkulasi).
Barnes’ Notes: “it lives so long as the blood flows in its veins, ... The draining of the blood from the body is an obvious occasion of death” (= ia hidup selama darah mengalir dalam pembuluh-pembuluh darahnya, ... Pengeluaran darah sampai habis dari tubuh merupakan suatu alasan / penyebab yang jelas dari kematian).
Calvin: “the life and the blood are not put for different things, but for the same; not because blood is in itself the life, but inasmuch as the vital spirits chiefly reside in the blood, it is, as far as our feeling is concerned, a token which represents life” (= ‘nyawa’ dan ‘darah’ tidak diajukan untuk hal-hal yang berbeda, tetapi untuk hal-hal yang sama; bukan karena ‘darah’ itu dalam dirinya sendiri adalah ‘nyawa’, tetapi karena roh yang vital terutama terletak dalam darah, itu adalah, sejauh perasaan kita yang dipersoalkan, suatu tanda yang menggambarkan / melambangkan nyawa) - hal 293.
Word Biblical Commentary: “It is easy to see why blood is identified with life ... a beating heart and a strong pulse are the clearest evidence of life” (= Adalah mudah untuk melihat mengapa ‘darah’ disamakan dengan ‘nyawa’ ... jantung yang berdenyut dan denyut nadi yang kuat merupakan bukti yang paling jelas dari nyawa / kehidupan).
Karena ‘darah ialah nyawa’ maka dalam Mat 27:4,24 dikatakan sebagai berikut: “(4) dan berkata: ‘Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah.’ Tetapi jawab mereka: ‘Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!’ ... (24) Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!"”.
Karena ‘darah ialah nyawa’ maka Tuhan menggunakan darah untuk menebus nyawa manusia! Dalam Perjanjian Lama digunakan darah binatang, dalam Perjanjian Baru digunakan darah Kristus!
II) Bolehkah kita sekarang makan darah?
Pada jaman Adam, manusia hanya boleh makan barang tak berjiwa seperti tumbuh-tumbuhan, biji-bijian, dan buah-buahan.
Kej 1:29 - “Berfirmanlah Allah: ‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu”.
Tetapi sejak jaman Nuh, setelah keluar dari bahtera, maka Tuhan mengijinkan manusia untuk memakan binatang.
Kej 9:3-4 - “(3) Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. (4) Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
1) Text ini dengan jelas menunjukkan bahwa sejak saat ini manusia boleh makan daging (Kej 9:3).
Jadi, berbeda dengan pada jaman Adam, dimana manusia hanya boleh makan tumbuh-tumbuhan / buah-buahan (Kej 1:29), maka sejak saat ini manusia diijinkan makan daging.
Matthew Henry: “Hitherto, most think, man had been confined to feed only upon the products of the earth, fruits, herbs, and roots, and all sorts of corn and milk; so was the first grant, Gen 1:29. But the flood having perhaps washed away much of the virtue of the earth, and so rendered its fruits less pleasing and less nourishing, God now enlarged the grant, and allowed man to eat flesh, which perhaps man himself never thought of, till now that God directed him to it, nor had any more desire to than a sheep has to suck blood like a wolf. But now man is allowed to feed upon flesh, as freely and safely as upon the green herb. Now here see, (1.) That God is a good master, and provides, not only that we may live, but that we may live comfortably, in his service; not for necessity only, but for delight. (2.) that every creature of God is good, and nothing to be refused, 1 Tim. 4:4. Afterwards some meats that were proper enough for food were prohibited by the ceremonial law; but from the beginning, it seems, it was not so, and therefore is not so under the gospel” (= ).
Matthew Henry memberikan alasan mengapa mulai saat itu Allah mengijinkan manusia makan daging. Air bah telah menghancurkan banyak kebaikan dari bumi, dan membuat buah-buahan berkurang enaknya dan tidak bisa mencukupi gizi yang dibutuhkan oleh manusia.
Adam Clarke: “There is no positive evidence that animal food was ever used before the flood. Noah had the first grant of this kind, and it has been continued to all his posterity ever since. It is not likely that this grant would have been now made if some extraordinary alteration had not taken place in the vegetable world, so as to render its productions less nutritive than they were before; and probably such a change in the constitution of man as to render a grosser and higher diet necessary. We may therefore safely infer that the earth was less productive after the flood than it was before, and that the human constitution was greatly impaired by the alterations which had taken place through the whole economy of nature. Morbid debility, induced by an often unfriendly state of the atmosphere, with sore and long-continued labour, would necessarily require a higher nutriment than vegetables could supply. That this was the case appears sufficiently clear from the grant of animal food, which, had it not been indispensably necessary, had not been made. That the constitution of man was then much altered appears in the greatly contracted lives of the postdiluvians; yet from the deluge to the days of Abraham the lives of several of the patriarchs amounted to some hundreds of years; but this was the effect of a peculiar providence, that the new world might be the more speedily repeopled” (= ).
Adam Clarke memberikan alasan yang sama dengan yang diberikan oleh Matthew Henry di atas, tetapi ia juga menambahkan alasan lain, yaitu adanya perubahan dalam diri manusia yang menyebabkan ia membutuhkan makanan yang lebih kasar dan lebih tinggi.
Catatan: baik Matthew Henry maupun Adam Clarke tak bisa memberikan dasar-dasar Kitab Suci tentang pandanganya. Jadi ini hanya semacam tebakan, yang bisa benar, bisa juga salah. Alasan yang pasti tentang mengapa sejak jaman Nuh itu Allah mengijinkan manusia makan daging, tidak diketahui.
Mengingat bahwa sejak jaman Nuh Tuhan sendiri mengijinkan manusia makan daging, maka tidak ada siapapun yang boleh melarang manusia untuk makan daging dengan menggunakan Kej 1:29, yang sudah dianulir oleh Kej 9:3. Juga orang kristen sebetulnya tidak boleh mempunyai pandangan bahwa makan daging itu salah, dosa, kejam, tidak mempunyai peri-kebinatangan dsb. Tetapi kalau ada orang Kristen seperti itu dan saudara bertemu dengan orang kristen seperti itu, perhatikan Ro 14:1-4 - “(1) Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. (2) Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. (3) Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu. (4) Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri”.
2) Text ini kelihatannya melarang manusia makan darah (9:4).
Kej 9:4 - “Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
Benarkah ayat ini melarang makan darah itu? Dan kalau benar, apakah larangan makan darah dari ayat ini, dan juga dari ayat-ayat lain dalam Perjanjian Lama, masih berlaku pada jaman sekarang ini? Ada pro dan kontra yang sangat hebat dalam menjawab kedua pertanyaan ini.
a) Orang-orang yang mengatakan bahwa sampai jaman sekarang larangan itu masih berlaku, berargumentasi sebagai berikut:
1. Hukum Musa / Perjanjian Lama melarang makan darah dalam banyak ayat, seperti:
· Im 7:26,27 - “(26) Demikian juga janganlah kamu memakan darah apapun di segala tempat kediamanmu, baik darah burung-burung ataupun darah hewan. (27) Setiap orang yang memakan darah apapun, nyawa orang itu haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.
· Im 17:10-14 - “(10) ‘Setiap orang dari bangsa Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka, yang makan darah apapun juga Aku sendiri akan menentang dia dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya. (11) Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa. (12) Itulah sebabnya Aku berfirman kepada orang Israel: Seorangpun di antaramu janganlah makan darah. Demikian juga orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu tidak boleh makan darah. (13) Setiap orang dari orang Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu, yang menangkap dalam perburuan seekor binatang atau burung yang boleh dimakan, haruslah mencurahkan darahnya, lalu menimbunnya dengan tanah. (14) Karena darah itulah nyawa segala makhluk. Sebab itu Aku telah berfirman kepada orang Israel: Darah makhluk apapun janganlah kamu makan, karena darah itulah nyawa segala makhluk: setiap orang yang memakannya haruslah dilenyapkan”.
· Im 19:26a - “Janganlah kamu makan sesuatu yang darahnya masih ada”.
· Ul 12:15-16 - “(15) Tetapi engkau boleh menyembelih dan memakan daging sesuka hatimu, sesuai dengan berkat TUHAN, Allahmu, yang diberikanNya kepadamu di segala tempatmu. Orang najis ataupun orang tahir boleh memakannya, seperti juga daging kijang atau daging rusa; (16) hanya darahnya janganlah kaumakan, tetapi harus kaucurahkan ke bumi seperti air”.
· Ul 12:23-25 - “(23) Tetapi jagalah baik-baik, supaya jangan engkau memakan darahnya, sebab darah ialah nyawa, maka janganlah engkau memakan nyawa bersama-sama dengan daging. (24) Janganlah engkau memakannya; engkau harus mencurahkannya ke bumi seperti air. (25) Janganlah engkau memakannya, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, apabila engkau melakukan apa yang benar di mata TUHAN”.
· Ul 15:23 - “Hanya darahnya janganlah kaumakan; haruslah kaucurahkan ke tanah seperti air.’.
· 1Sam 14:31-34 - “(31) Dan pada hari itu mereka memukul kalah orang Filistin dari Mikhmas sampai ke Ayalon. Rakyat sudah sangat letih lesu, (32) sebab itu rakyat menyambar jarahan; mereka mengambil kambing domba, lembu dan anak lembu, menyembelihnya begitu saja di atas tanah, dan memakannya dengan darahnya. (33) Lalu diberitahukanlah kepada Saul, demikian: ‘Lihat, rakyat berdosa terhadap TUHAN dengan memakannya dengan darahnya.’ Dan ia berkata: ‘Kamu berbuat khianat; gulingkanlah sekarang juga sebuah batu besar ke mari.’ (34) Kata Saul pula: ‘Berserak-seraklah di antara rakyat dan katakan kepada mereka: Setiap orang harus membawa lembunya atau dombanya kepadaku; sembelihlah itu di sini, maka kamu boleh memakannya. Tetapi janganlah berdosa terhadap TUHAN dengan memakannya dengan darahnya.’ Lalu setiap orang dari seluruh rakyat membawa serta pada malam itu lembunya, dan mereka menyembelihnya di sana”.
Catatan: sekalipun dikatakan ‘darah apapun’, tetapi dalam detailnya tidak pernah dikatakan ‘darah ikan’. Memang kalau ikan dipancing atau dijala, dan sebentar lagi mati, tidak mungkin kita mengeluarkan darahnya. Apakah memang pada saat itu darah ikan diijinkan untuk dimakan, atau ikan termasuk dalam kata ‘apapun’, dan tetap dilarang, saya tidak tahu. Problem tentang keharusan mengeluarkan darah ini juga terjadi pada saat seseorang berburu. Kalau ia memanah binatang buruan itu, dan binatang itu langsung mati, bagaimana caranya ia mengeluarkan darahnya?
2. Kej 9:4 bukan ceremonial law, karena pada saat itu belum ada ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan).
Saya berpendapat bahwa ini merupakan argumentasi yang terkuat dari golongan yang melarang makan darah sampai sekarang.
3. Dalam Perjanjian Baru juga ada ayat-ayat yang melarang makan darah, yaitu Kis 15:20,29 Kis 21:25.
Kis 15:20,29 - “(20) tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. ... (29) kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat.’”.
Kis 21:25 - “Tetapi mengenai bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan.’”.
Ayat-ayat ini lebih-lebih lagi digunakan oleh golongan yang anti makan darah sebagai dasar untuk mengatakan bahwa dalam Perjanjian Barupun orang Kristen dilarang makan darah.
b) Orang-orang yang mengatakan bahwa pada jaman ini larangan makan darah sudah tidak berlaku, berargumentasi sebagai berikut:
1. Larangan makan darah dalam Taurat Musa sudah dihapuskan dengan 2 alasan:
a. Penebusan dosa dalam Perjanjian Lama dengan menggunakan darah binatang, merupakan TYPE dari penebusan dosa dengan darah Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru.
Kalau kita melihat larangan makan darah dalam begitu banyak ayat dalam Taurat Musa, maka satu hal yang sangat penting untuk dipertanyakan yaitu: Mengapa dalam hukum Taurat Musa darah dilarang untuk dimakan?
Wycliffe Bible Commentary tentang Im 17:11: “Neither the Hebrew nor the resident foreigner was to eat any manner of blood. The reasons are given in Lev 17:11. The first was that it was the fluid which carried life through the body, and thus it represented the life or soul (nepesh) of the animal. The second was actually the primary reason, with the first simply forming the foundation for the second: Atonement for sins was made by the sacrifice of animals, by offering the life of the animal as a substitution for one’s own life; the shedding of blood as the fluid of life was the offering of that portion which most clearly set forth the atonement picture” [= Baik orang Ibrani ataupun orang asing yang tinggal di sana tidak boleh memakan darah dengan cara apapun. Alasannya diberikan dalam Im 17:11. Yang pertama adalah bahwa itu merupakan cairan yang membawa kehidupan / nyawa melalui tubuh, dan dengan demikian itu menggambarkan kehidupan / nyawa atau jiwa (NEPESH) dari binatang. Yang kedua sebetulnya merupakan alasan yang terutama, dengan yang pertama hanya membentuk fondasi untuk yang kedua: Penebusan dosa dibuat dengan pengorbanan binatang, dengan mempersembahkan kehidupan / nyawa dari binatang sebagai suatu pengganti dari kehidupan / nyawa kita sendiri; pencurahan dari darah sebagai cairan kehidupan / nyawa merupakan persembahan dari bagian itu yang secara paling jelas menyatakan gambaran penebusan].
Im 17:11-12 - “(10) ‘Setiap orang dari bangsa Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka, yang makan darah apapun juga Aku sendiri akan menentang dia dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya. (11) Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa”.
Ay 10nya melarang makan darah, disertai ancaman hukuman mati. Ay 11 dimulai dengan kata ‘karena’, yang menunjukkan bahwa ay 11 merupakan alasan mengapa Allah melarang manusia makan darah pada jaman Musa. Alasannya adalah ‘nyawa makhluk ada dalam darahnya’ (pernyataan seperti ini sudah dijelaskan artinya di bagian depan dari pelajaran ini), dan darah itu digunakan sebagai pendamaian / penebusan. Karena darah itu digunakan untuk penebusan, maka darah itu bukan untuk manusia (untuk dimakan), tetapi harus dipersembahkan kepada Allah.
Keil & Delitzsch tentang Im 17:11: “God appointed the blood for the altar, as containing the soul of the animal, to be the medium of expiation for the souls of men, and therefore prohibited its being used as food” (= Allah menetapkan darah untuk mezbah, sebagai mencakup jiwa dari binatang, untuk menjadi perantara dari penebusan untuk jiwa-jiwa manusia, dan karena itu melarang penggunaannya sebagai makanan).
Matthew Henry tentang Ul 12: “When they could not bring the blood to the altar, to pour it out there before the Lord, as belonging to him, they must pour it out upon the earth, as not belonging to them, because it was the life, and therefore, as an acknowledgment, belonged to him who gives life, and, as an atonement, belonged to him to whom life is forfeited” (= Pada waktu mereka tidak bisa membawa darah kepada mezbah, untuk mencurahkannya di sana di hadapan Tuhan, sebagai kepunyaanNya, mereka harus mencurahkannya di bumi, sebagai bukan kepunyaan mereka, karena itu adalah kehidupan / nyawa, dan karena itu, sebagai suatu pengakuan, bahwa itu adalah kepunyaan Dia yang memberikan nyawa / kehidupan, dan, sebagai suatu penebusan, merupakan kepunyaanNya bagi siapa nyawa / kehidupan dikorbankan).
Saya ingin memberi komentar tentang kata-kata Matthew Henry ini. Saya berpendapat bahwa kalau alasan dari larangan makan darah itu adalah untuk menunjukkan pengakuan kita bahwa Allah adalah pemberi kehidupan, maka larangan makan darah itu harus diberlakukan secara kekal. Saya tidak menerima alasan ini.
Saya berpendapat bahwa satu-satunya alasan yang menyebabkan adanya larangan makan darah adalah karena darah itu digunakan dalam penebusan (Im 17:11), dan merupakan TYPE dari penebusan oleh darah Yesus Kristus (Yoh 1:29 1Pet 1:19 Ibr 9:1-10:22).
Dan satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa semua TYPE berakhir pada saat ANTI-TYPEnya datang. Dengan demikian sejak Yesus mati di atas kayu salib, dan darahNya sudah dicurahkan untuk menebus dosa umat manusia, maka darah binatang bukan lagi merupakan alat penebusan dosa, dan karena itu, larangan makan darah binatang juga harus dihapuskan.
b. Larangan makan darah adalah ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan) yang sudah tidak berlaku sejak kematian dan kebangkitan Kristus.
Bahwa ceremonial law tak berlaku lagi sejak kematian Yesus Kristus di atas kayu salib terlihat dari:
· Sobeknya tirai pemisah dalam Bait Allah, yang memisahkan Ruang Suci dan Ruang Maha Suci (Mat 27:51). Ini merupakan petunjuk bahwa Allah sudah menyingkirkan Bait Allah dengan semua imam, upacara dan hukum-hukumnya.
Bdk. Ibr 10:19-21 - “(19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, (21) dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah”.
· Tidak ada lagi keharusan sunat dalam Perjanjian Baru (Kis 15:1-dst Gal 2:3-5 Gal 5:6 Gal 6:12-15), karena keharusan sunat juga merupakan salah satu dari ceremonial law.
· Kis 10:9-16 - “(9) Keesokan harinya ketika ketiga orang itu berada dalam perjalanan dan sudah dekat kota Yope, kira-kira pukul dua belas tengah hari, naiklah Petrus ke atas rumah untuk berdoa. (10) Ia merasa lapar dan ingin makan, tetapi sementara makanan disediakan, tiba-tiba rohnya diliputi kuasa ilahi. (11) Tampak olehnya langit terbuka dan turunlah suatu benda berbentuk kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya, yang diturunkan ke tanah. (12) Di dalamnya terdapat pelbagai jenis binatang berkaki empat, binatang menjalar dan burung. (13) Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: ‘Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14) Tetapi Petrus menjawab: ‘Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir.’ (15) Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: ‘Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.’ (16) Hal ini terjadi sampai tiga kali dan segera sesudah itu terangkatlah benda itu ke langit”.
Apakah Kis 10 ini, dimana Petrus disuruh menyembelih dan makan binatang-binatang yang tidak tahir, yang dalam Perjanjian Lama dilarang oleh hukum Taurat Musa, menunjukkan bahwa ceremonial law dihapuskan? Sekalipun arti yang terutama dari penglihatan itu adalah: jangan menganggap orang non Yahudi sebagai orang najis, orang yang tidak bisa diselamatkan, orang yang tidak perlu diinjili, dsb, tetapi text ini juga bisa dijadikan dasar untuk berkata bahwa larangan makan binatang-binatang haram, yang termasuk dalam ceremonial law, dibatalkan, dan dengan demikian orang kristen boleh makan daging binatang apapun.
· Ef 2:15 - “sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”.
Tentu ini tidak boleh diartikan bahwa seluruh hukum Taurat, termasuk hukum moralnya, dihapuskan pada saat itu. Mengapa? Karena adanya Mat 5:17-19 - “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.
Jadi, dalam persoalan hukum moral (seperti 10 hukum Tuhan), maka berlaku kata-kata dalam Mat 5:17-19, yang menunjukkan bahwa hukum-hukum itu berlaku kekal. Tetapi dalam persoalan ceremonial law, berlaku Ef 2:15, yang menunjukkan bahwa itu dihapuskan pada saat kematian Kristus.
· Ayat-ayat dalam surat Ibrani seperti:
* Ibr 8:7,13 - “(7) Sebab, sekiranya perjanjian yang pertama itu tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang kedua. ... (13) Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya”.
* Ibr 9:1-14 - “(1) Memang perjanjian yang pertama juga mempunyai peraturan-peraturan untuk ibadah dan untuk tempat kudus buatan tangan manusia. (2) Sebab ada dipersiapkan suatu kemah, yaitu bagian yang paling depan dan di situ terdapat kaki dian dan meja dengan roti sajian. Bagian ini disebut tempat yang kudus. (3) Di belakang tirai yang kedua terdapat suatu kemah lagi yang disebut tempat yang maha kudus. (4) Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas, dan tabut perjanjian, yang seluruhnya disalut dengan emas; di dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian, (5) dan di atasnya kedua kerub kemuliaan yang menaungi tutup pendamaian. Tetapi hal ini tidak dapat kita bicarakan sekarang secara terperinci. (6) Demikianlah caranya tempat yang kudus itu diatur. Maka imam-imam senantiasa masuk ke dalam kemah yang paling depan itu untuk melakukan ibadah mereka, (7) tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan harus dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena pelanggaran-pelanggaran, yang dibuat oleh umatnya dengan tidak sadar. (8) Dengan ini Roh Kudus menyatakan, bahwa jalan ke tempat yang kudus itu belum terbuka, selama kemah yang pertama itu masih ada. (9) Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka, (10) karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan. (11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, - (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal. (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.
* Ibr 10:1-14 - “(1) Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang setiap tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya. (2) Sebab jika hal itu mungkin, pasti orang tidak mempersembahkan korban lagi, sebab mereka yang melakukan ibadah itu tidak sadar lagi akan dosa setelah disucikan sekali untuk selama-lamanya. (3) Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa. (4) Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa. (5) Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: ‘Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki - tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku -. (6) Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. (7) Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendakMu, ya AllahKu.’ (8) Di atas Ia berkata: ‘Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya’ - meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat -. (9) Dan kemudian kataNya: ‘Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendakMu.’ Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua. (10) Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. (11) Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. (12) Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, (13) dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan kakiNya. (14) Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan”.
Kalau masih ada orang yang menganggap bahwa larangan makan darah dalam hukum Taurat Musa (ceremonial law) itu tetap berlaku, maka:
· orang itu juga harus menganggap bahwa memakan binatang-binatang yang haram, yang disebutkan dalam Im 11, juga dilarang pada jaman ini.
· orang itu juga harus menganggap bahwa memakan lemak, juga dilarang pada jaman ini. Perlu dingat, bahwa selain larangan makan darah, hukum Taurat Musa juga sangat menekankan larangan memakan lemak. Ini pasti akan makin memusingkan, karena setiap kali kita makan daging apapun, selalu bisa ada lemaknya.
Ada satu hal yang menarik yaitu bahwa larangan makan darah dan lemak seringkali digabungkan menjadi satu. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
Im 7:22-27 - “(22) TUHAN berfirman kepada Musa: (23) ‘Katakanlah kepada orang Israel: Segala lemak dari lembu, domba ataupun kambing janganlah kamu makan. (24) Lemak bangkai atau lemak binatang yang mati diterkam boleh dipergunakan untuk segala keperluan, tetapi jangan sekali-kali kamu memakannya. (25) Karena setiap orang yang memakan lemak dari hewan yang dipergunakan untuk mempersembahkan korban api-apian bagi TUHAN, nyawa orang yang memakan itu, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya. (26) Demikian juga janganlah kamu memakan darah apapun di segala tempat kediamanmu, baik darah burung-burung ataupun darah hewan. (27) Setiap orang yang memakan darah apapun, nyawa orang itu haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.
Ay 25nya menunjukkan secara explicit apa alasannya tidak boleh makan lemak, yaitu karena itu harus dipersembahkan sebagai korban api-apian kepada Tuhan.
Lemak memang diberikan sebagai persembahan kepada Tuhan, seperti yang dilakukan oleh Habel (Kej 4:4).
Larangan-larangan makan lemak dalam ayat-ayat lain bisa saudara lihat dalam Kel 29:10-14,19-28 Im 3:1-17 Im 4:1-35 dan sebagainya. Perhatikan juga 2 text dalam kitab Yehezkiel di bawah ini:
Yeh 44:6-7 - “(6) Katakanlah kepada kaum pemberontak, yaitu kaum Israel: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Cukuplah perbuatan-perbuatanmu yang keji itu, hai kaum Israel, (7) yang membiarkan orang-orang asing, yaitu orang-orang yang tidak bersunat hatinya maupun dagingnya masuk dalam tempat kudusKu dan dengan kehadirannya mereka menajiskannya waktu kamu mempersembahkan santapanKu, yaitu lemak dan darah. Dengan berbuat begitu kamu lebih mengingkari perjanjianKu dari pada dengan segala perbuatanmu yang keji yang sudah-sudah”.
Yeh 44:15 - “Tetapi mengenai imam-imam orang Lewi dari bani Zadok yang menjalankan tugas-tugas di tempat kudusKu waktu orang Israel sesat dari padaKu, merekalah yang akan mendekat kepadaKu untuk menyelenggarakan kebaktian dan bertugas di hadapanKu untuk mempersembahkan kepadaKu lemak dan darah, demikianlah firman Tuhan ALLAH”.
Menurut saya, text yang paling harus diperhatikan adalah Im 3:17.
Im 3:17 - “Inilah suatu ketetapan untuk selamanya bagi kamu turun-temurun di segala tempat kediamanmu: janganlah sekali-kali kamu makan lemak dan darah.’”.
Digabungkannya larangan makan lemak dan darah dalam Im 3:17 menunjukkan bahwa larangan memakan hal-hal itu disebabkan karena keduanya dipersembahkan kepada Tuhan, seperti yang diperintahkan dalam ayat-ayat sebelumnya.
Apakah kata-kata ‘untuk selamanya’ dan ‘turun-temurun’ dalam Im 3:17 ini berarti bahwa larangan ini berlaku terus dan tidak mungkin dianulir / dihapuskan? Tidak, karena sunat (Kej 17:7,13) dan perjamuan Paskah (Kel 12:14,17,24) juga diberikan dengan kata-kata seperti itu, tetapi toh dihapuskan. Jadi, yang kekal adalah arti / maknanya, bukan pelaksanaannya.
2. Sekarang bagaimana dengan Kej 9:4 yang bukan termasuk dalam ceremonial law?
Kej 9:4 - “Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
a. Ada banyak penafsir yang beranggapan bahwa ini bukan larangan makan darah, tetapi larangan makan binatang yang masih hidup, atau larangan makan daging mentah.
Perhatikan kutipan-kutipan dari beberapa penafsir di bawah ini:
Matthew Henry: “Man must not prejudice his own life by eating that food which is unwholesome and prejudicial to his health (v. 4): ‘Flesh with the life thereof, which is the blood thereof (that is, raw flesh), shall you not eat, as the beasts of prey do.’ It was necessary to add this limitation to the grant of liberty to eat flesh, lest, instead of nourishing their bodies by it, they should destroy them” [= Manusia tidak boleh membahayakan hidupnya sendiri dengan memakan makanan yang tidak sehat dan membahayakan kesehatannya (ay 4): ‘Daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya (yaitu, daging mentah), janganlah kamu makan, seperti binatang-binatang pemangsa melakukannya’. Adalah penting untuk menambahkan pembatasan ini terhadap pemberian kebebasan untuk makan daging, supaya jangan hal ini bukannya memberikan gizi kepada tubuh mereka olehnya, tetapi malah menghancurkannya].
Matthew Henry: “they must not be barbarous and cruel to the inferior creatures. They must be lords, but not tyrants; they might kill them for their profit, but not torment them for their pleasure, nor tear away the member of a creature while it was yet alive, and eat that” (= mereka tidak boleh bersikap biadab dan kejam terhadap makhluk-makhluk ciptaan yang lebih rendah. Mereka harus menjadi tuan, tetapi bukan tiran; mereka boleh membunuh makhluk-makhluk itu untuk memanfaatkannya, tetapi tidak boleh menyiksanya untuk kesenangan mereka, ataupun menyobek-nyobek anggota-anggota tubuh dari makhluk-makhluk tersebut sementara mereka masih hidup, dan memakannya).
Jamieson, Fausset & Brown: “The intention of this prohibition was to prevent those excesses of cannibal ferocity, in eating flesh of living animals” (= Tujuan dari larangan ini adalah untuk mencegah perbuatan yang keterlaluan dari kebuasan yang bersifat kanibal, dalam memakan daging dari binatang yang masih hidup).
Barnes’ Notes: “The first restriction on the grant of animal food is thus expressed: ‘Flesh with its life, its blood, shall ye not eat.’ The animal must be slain before any part of it is used for food. And as it lives so long as the blood flows in its veins, the life-blood must be drawn before its flesh may be eaten. The design of this restriction is to prevent the horrid cruelty of mutilating or cooking an animal while yet alive and capable of suffering pain. The draining of the blood from the body is an obvious occasion of death, and therefore the prohibition to eat the flesh with the blood of life is a needful restraint from savage cruelty” (= Pembatasan pertama pada pemberian binatang sebagai makanan dinyatakan demikian: ‘Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan’. Binatang itu harus dibunuh sebelum bagian manapun darinya digunakan sebagai makanan. Dan karena binatang itu masih hidup selama darah masih mengalir dalam pembuluh-pembuluh darahnya, darah kehidupan itu harus dikeluarkan sebelum dagingnya boleh dimakan. Tujuan dari pembatasan ini adalah untuk mencegah kekejaman yang mengerikan yang dilakukan dengan memotong-motong atau memasak seekor binatang sementara ia masih hidup dan masih bisa menderita sakit. Pengeluaran darah dari tubuh merupakan suatu penyebab yang jelas dari kematian, dan karena itu larangan untuk makan daging dengan darah kehidupan merupakan suatu pengendalian / pengekangan yang perlu terhadap kekejaman yang buas).
Word Biblical Commentary: “Westermann, following Jacob, wants to take this phrase in its most literal sense, viz., that one is not to eat animal flesh with the blood still pulsating through it. (The fondness of certain Abyssinian tribes for eating raw meat freshly cut from a living animal is sometimes cited.) In other words, this verse is not prohibiting the consumption of blood itself” [= Westerman, mengikuti Jacob, memandang ungkapan ini dalam arti yang paling hurufiah, yaitu bahwa seseorang tidak boleh memakan daging binatang dengan darah yang masih berdenyut melaluinya. (Kesenangan dari suku-suku Abyssinia tertentu untuk memakan daging mentah yang dipotong secara masih segar dari seekor binatang yang masih hidup kadang-kadang dikutip.) Dengan kata lain, ayat ini tidak melarang untuk memakan darah itu sendiri].
Catatan: Penafsir dari Word Biblical Commentary sendiri tidak menyetujui pandangan ini dengan alasan bahwa pandangan ini bertentangan dengan ayat-ayat yang melarang untuk makan darah dalam kitab-kitab Musa. Saya berpendapat bahwa alasan yang ia berikan sangat tidak berdasar, karena larangan dalam hukum Musa memang mempunyai alasannya sendiri.
b. Ada penafsir-penafsir yang menganggap ayat ini sebagai larangan untuk makan darah.
Calvin: “Some thus explain this passage, ‘Ye may not eat a member cut off from a living animal,’ which is too trifling. However, since there is no copulation conjunction between the two words, ‘blood’ and ‘life,’ I do not doubt that Moses, speaking of the life, added the word ‘blood’ exegetically, as if he would say, that flesh is in some sense devoured with its life, when it is eaten with its own blood” (= Sebagian orang menjelaskan text ini demikian, ‘Kamu tidak boleh memakan suatu anggota yang dipotong dari binatang yang masih hidup’, yang merupakan sesuatu yang terlalu dangkal / bernilai rendah. Tetapi, karena di sana tidak ada kata penghubung yang menggabungkan antara kedua kata ‘darah’ dan ‘nyawa’, saya tidak ragu-ragu bahwa Musa, berbicara tentang ‘nyawa’, lalu menambahkan kata ‘darah’ sebagai penjelasan, seakan-akan ia mau berkata, bahwa dalam arti tertentu daging ditelan dengan nyawanya, pada waktu daging itu dimakan dengan darahnya sendiri) - hal 293.
Kej 9:4 (Lit): ‘Tetapi daging dengan nyawanya, darahnya, janganlah kamu makan’.
Pulpit Commentary: “Not referring to, although certainly forbidding, the eating of flesh taken from a living animal ... rather interdicting the flesh of slaughtered animals from which the blood has not been properly drained ” (= Tidak menunjukkan kepada, sekalipun jelas melarang, tindakan makan daging yang diambil dari binatang yang masih hidup ... tetapi lebih melarang daging dari binatang yang dibantai dari mana darah tidak dibuang dengan benar) - hal 139-140.
Word Biblical Commentary: “it is likely that it is here prohibiting any consumption of blood” (= adalah sangat mungkin bahwa di sini kitab itu melarang makan darah apapun).
Adam Clarke: “Though animal food was granted, yet the blood was most solemnly forbidden, because it was the life of the beast” (= Sekalipun binatang boleh dimakan, tetapi darah dilarang dengan cara yang paling khidmat, karena itu adalah nyawa dari binatang itu).
Catatan: Adam Clarke bukan hanya menganggap Kej 9:4 sebagai larangan makan darah, tetapi ia juga beranggapan bahwa sampai jaman sekarangpun darah dilarang untuk dimakan. Ini saya sangat tidak setuju.
Dari 2 penafsiran ini, saya memilih yang kedua. Jadi, saya berpendapat bahwa Kej 9:4 bukan semata-mata melarang makan binatang yang masih hidup, tetapi terutama melarang makan darahnya. Alasan saya adalah: ayat-ayat yang melarang makan darah dalam hukum Taurat Musa tidak berbeda kata-katanya dengan Kej 9:4 ini. Lalu mengapa ayat-ayat dalam hukum Taurat Musa harus diartikan sebagai larangan makan darah, sedangkan Kej 9:4 ini sebagai larangan makan daging mentah?