Senin, 20 Juni 2011

Apa maksudnya segambar dan serupah Allah? Memang kita sama dengan Allah?

Banyak orang bertanya, "sebelum menciptakan manusia, apakah Allah tahu bahwa nanti manusia akan menentangNya?" Jawabannya, "tentu Allah tahu!" Lalu mereka akan melanjutkan pertanyaan mereka, "kalau begitu mengapakah Allah mau menciptakan manusia?" Dan belum sempat kita menjawab biasanya pertanyaan demi pertanyaan akan mereka lontarkan seperti peluru senjata otomatis.
Kalimat "kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita" menunjukkan bahwa Sang Pencipta memang telah merencanakan menciptakan Adam yang berbeda dengan semua makhluk lain. Makhluk lain tidak segambar dan serupa Allah, melainkan hanya Adam. Allah menghendaki agar ketika makhluk lain melihat Adam, mereka melihat SangPencipta. Tujuan penciptaan telah diungkapkan dengan jelas yaitu "supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
Allah berencana menciptakan makhluk yang mewakiliNya menguasai semua ciptaanNya yang lain. Ia menciptakan makhluk yang segambar dan serupa dengan diriNya sehingga ketika makhluk lain melihat Adam, mereka sepertinya melihat Sang Pencipta itu sendiri. [Selebihnya...] Seperti petani membuat boneka, agar ketika burung pipit melihat boneka yang bergerak-gerak ia mengira sang petani itu yang sedang menjaga sawahnya.
Sebagian theolog tidak berani menafsirkan kesegambaran dan keserupaan manusia dengan Allah adalah dalam hal bentuk, karena Yohanes 4:24 menyatakan bahwa Allah itu Roh.
Tetapi kata besalmenu (gambar kita) dan kidmatenu (rupa kita) itu sesungguhnya menunjuk kepada bentuk. Pada Kej.9:6 dikeluarkan larangan membunuh manusia dengan alasan manusia diciptakan segambar dengan Allah. Dapat dimengerti bahwa penyerangan terhadap manusia yang adalah gambar Allah dapat dilihat sebagai penyerangan terhadap Allah sendiri. Ketika seseorang merobek-robek foto seseorang, memang dapat dilihat sebagai bentuk penyerangan terhadap orang itu.
Segambar dan serupa dalam roh? Lalu mengapakah ketika manusia telah mati, ketika rohnya telah meninggalkan tubuhnya, masih perlu dihormati? Apakah makna dibalik penguburan orang secara terhomat? Tuhan menghendaki agar orang yang telah mati, dikuburkan ke dalam tanah dengan hormat. Dengan hormat karena diciptakan sesuai gambar Allah, ke dalam tanah karena bahan baku tubuh tersebut terbuat dari tanah. Bapa-bapa beriman di PL telah tercatat menguburkan orang-orang mereka secara terhormat ke dalam tanah.
Kata besalmenu dan kidmatenu adalah kata yang biasa dipakai untuk menunjuk pada rupa seseorang. Set, anak Adam pengganti Habel dikatakan adalah seorang laki-laki menurut gambar dan rupa Adam, kata yang dipakai adalah persis sama dengan kata untuk menjelaskan bahwa Adam yang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah.
DENGAN KEHENDAK BEBAS
Adam bukan hanya diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, bahkan dalam pasal 2 dirinci bahwa Adam terbuat dari debu tanah dan dihembusi nafas. Selanjutnya dikatakan bahwa Adam ditempatkan di taman Eden dan diberi tugas. Adam adalah satu-satunya makhluk yang bisa bertugas karena ia satu-satunya yang diberi kemampuan untuk berpikir. Kalau tidak, ia tidak mungkin bisa mengurus taman Eden dan mengendalikan semua makhluk ciptaan yang lain. Ia bisa berpikir dengan sangat cerdas, namun pikirannya belum terisi pengetahuan. Sama seperti seorang bayi yang memiliki kemampuan berpikir namun belum ada pengetahuan di dalam otaknya, demikianlah Adam sesaat selesai diciptakan. Bedanya hanyalah kemampuan berpikir bayi bertumbuh gradual sedangkan kemampuan berpikir Adam langsung pada tahap sempurna. Jadi otak Adam itu seperti prosesor komputer yang sangat canggih, namun belum ada program terisi di dalam memorinya.
Selain pikiran, Adam juga diberi kehendak bebas karena hanya makhluk yang berpikiran dan berkehendak bebaslah yang bisa bekerja. Tidak ada satu makhluk pun di atas muka bumi yang bisa diberi tugas selain manusia. Karena diberi kemampuan berpikir dan kehendak bebas maka Adam harus mempertanggungjawabkan pikiran dan kehendak bebas yang diberikan kepadanya. Dengan kemampuan berpikir dan kehendak bebas, bahkan perasaan, ia bisa berpikir, memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berkenan kepada Allah atau sebaliknya tidak berkenan kepada Allah, bahkan menentang Allah. Adam adalah pribadi (person) yang bisa berpikir, memutuskan sesuatu, bertindak, bisa tersinggung, marah dan mengasihi.
Mengapa Allah memutuskan menciptakan makhluk yang bisa menentangNya? Jawabannya, Allah ingin menikmati sikap positif dari makhluk ciptaanNya. Allah ingin dicintai sebagaimana Ia mencintai, itulah sebabnya Ia menciptakan makhluk yang bisa mencintai, makhluk yang berpikiran dan berperasaan. Allah tidak mau dicintai robot yang tidak berperasaan. Dan juga tidak mau dicintai oleh yang tidak ada pilihan selain mencintai, atau semacam cinta yang terpaksa. Ia menginginkan cinta dari makhluk yang bisa memilih yaitu yang berkehendak bebas. Jika makhluk itu bisa mencintai dan membenci, dan juga bisa memilih, lantas ia memilih mencintai, maka di situlah nikmatnya dicintai. Dicintai atas pemilihan subyek yang mencintai, bukan atas pengaturan obyek yang dicintai.
Dan efek samping dari bisa mencintai ialah bisa membenci. Singkatnya, Allah menciptakan makhluk yang seperti diriNya. Tentu manusia tidak memiliki kemampuan seperti diriNya melainkan memiliki sekedar kemampuan untuk mengendalikan makhluk-makhuk lain. Manusia benar-benar serupa Allah yang memiliki pikiran, perasaan, dan kehendak bebas.
Jadi, Allah tahu manusia akan jatuh ke dalam dosa, namun bukan Allah yang menyebabkan mereka jatuh ke dalam dosa. John Calvin bikin kesalahan ketika ia berkata bahwa Allahlah yang menyebabkan Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. [John Calvin, Institutes of Christian Religion. Ed. by John T. Mcniel. Trans.by Ford Lewis Battles (Philadelphia: The Westminster Press. 1960) hal.995].
Kegagalan utama calvinisme ialah pada pemahaman mereka terhadap manusia yang Allah ciptakan. Mereka gagal memahami Adam sebagai manusia berakal budi dan berperasaan serta berkehendak bebas. Itulah sebabnya John Calvin memaksakan kehendaknya kepada penduduk kota Geneva, karena ia berpikir bahwa Allah juga selalu memaksakan kehendakNya kepada semua ciptaanNya. Padahal sejak Allah menciptakan manusia yang berakal budi, berperasaan dan berkehendak bebas, Allah selalu konsisten dengan ketetapanNya. Ia tidak akan merubah ketetapanNya karena Ia tidak dapat menyangkal diriNya (II Tim.2:13).
SETELAH KEJATUHAN
Allah telah menciptakan manusia yang berakal budi, berperasaan, dan berkehendak bebas, atau pribadi (Person). Allah mau mereka mempraktekkan kehendak bebas yang Ia berikan. Itulah sebabnya Ia menempatkan dua jenis pohon ke dalam taman Eden, yaitu pohon kehidupan dan pohon pengetahuan baik-jahat. Adam diberitahu bahwa kalau ia memakan buah pohon kehidupan maka ia akan hidup selamanya (Kej.3:22) dan kalau ia memakan buah pohon pengetahuan baik-jahat maka ia akan mati (Kej.2:16-17).
Jika seseorang memberi kebebasan kepada anda untuk memilih, namun hanya disodorkan pada satu alternatif, maka orang itu sedang membohongi anda. Allah tidak berbuat demikian kepada Adam. Ia menciptakannya dengan kemampuan berpikir, memberinya kehendak bebas untuk memilih, dan juga memberikan alternatif kepadanya untuk dipilih.
Allah menghendaki Adam memilih buah pohon kehidupan, dan melarangnya memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat. Jika Adam dan Hawa percaya dan bersikap positif kepada Allah, maka mereka akan memakan buah pohon kehidupan, serta menjauhi pohon pengetahuan baik dan jahat.
Iblis tahu persis kondisi manusia yang memiliki kehendak bebas sebagaimana dirinya karena ia berasal dari malaikat. Hanya malaikat dan manusia yang diberi akal budi, perasaan dan kehendak bebas. Banyak orang bertanya, mengapa Allah tidak melarang iblis menguji Hawa? Jawabannya, kalau Allah berbuat demikian, maka apa manfaatnya manusia diberi kehendak bebas dan di taman Eden ditaruh dua macam pohon? Semua itu untuk mendapatkan sikap positif (kasih) makhluk pribadi yang diciptakanNya. John Calvin, demikian juga dengan John Owen pengikut setianya, menekankan tujuan penciptaan adalah untuk kemuliaan Allah terasa agak mengusik karena seolah-olah Allah kurang mulia sebelum menciptakan manusia. Padahal Allah telah memiliki kemuliaan dan telah sangat mulia serta tidak perlu tambah mulia lagi sebelum menciptakan manusia, dan manusia tidak bisa menambah kemuliaan Allah. Yang lebih tepat adalah Allah menciptakan makhluk pribadi, dan ingin mendapatkan sikap positif dari makhluk pribadi yang diciptakanNya. Tentu sikap positif yang timbul dari hati tiap-tiap pribadi, bukan yang ditentukan Allah.
Apakah Allah tahu Adam dan Hawa akan jatuh ke dalam dosa? Tentu Allah tahu! Tetapi Allah juga tahu bahwa kemudian mereka akan menyesal dan akan mengerti bahwa Allah sangat mengasihi mereka. Dan Allah tahu bahwa melalui mereka akan lahir manusia yang akan memusuhiNya, namun juga tahu akan ada yang mengasihiNya. Karena setelah kejatuhan manusia, Allah segera menjanjikan Juruselamat, kemudian ada banyak keturunan Adam dan Hawa yang merespons positif kepada kasih karunia Allah. Akibat dari memilih memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat, manusia harus mati atau dihukum mati. Dosa tidak dapat dihapuskan dengan apapun selain dengan penghukuman, dan hukumannya adalah hukuman mati (Rom.6:23).
Juruselamat dijanjikan untuk menerima penghukuman itu. Adam dan Hawa, dan siapa saja yang hidup sebelum penjatuhan penghukuman kepada Sang Juruselamat harus percaya kepada Sang Juruselamat yang AKAN datang. Dua ekor binatang dimatikan dan mengambil kulitnya untuk membuat pakaian bagi mereka masing-masing. Walaupun tidak dikatakan domba, namun kemungkinan besar adalah domba karena kulit domba merupakan model pakaian kulit yang paling awal. Dan juga sekaligus sebagai simbol tentang proses penyelamatan yaitu tindakan penjatuhan hukuman kepada Sang Juruselamat yang dijanjikan.
Setelah kejatuhan, ternyata manusia tidak sampai kehilangan kesadaran dirinya, atau kehilangan kemampuan memutuskan atau kehilangan kemampuan memilih yang dimiliki sebelum kejatuhan. Kemampuan inteligensi manusia pun masih tetap sama bahkan Allah sendiri menyatakan (menyindir) bahwa manusia sudah sehebat Allah yaitu tahu tentang yang baik dan yang jahat (Kej.3:22). Manusia telah tahu tentang yang baik dan yang jahat, bahkan telah melakukan kejahatan, yaitu memihak iblis untuk menentang Allah.
Manusia memiliki inteligensi yang tetap sama sehingga sanggup menciptakan pesawat yang beratnya ratusan ton dan terbang di angkasa. Bahkan perkembangan teknologi yang sangat pesat di abad 21 ini telah menyebabkan sebagian manusia merasa betul-betul menjadi Allah.
Ungkapan "mati secara rohani" (Rom.6:13, Ef.2:1,Kol.2:13), tidak tepat untuk diartikan sebagai kehilangan kemampuan mengerti penjelasan tentang Allah dan keselamatan jiwa diri seseorang. Manusia setelah kejatuhan terbukti bisa mengerti berbagai hal termasuk hal-hal baik-buruknya, untung-ruginya, patut-tidaknya. Tentu sangatlah tidak tepat untuk menyimpulkan bahwa pikirannya berhenti ketika mempermasalahkan tentang penciptanya, atau keselamatan jiwanya. "Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu (Ef.2:1)" bisa diartikan `dalam keadaan tidak ada hubungan dengan Allah yang adalah sumber kehidupan'. Dosa dan pelanggaran manusia telah menyebabkan terputusnya hubungannya dengan Allah yang maha kudus. Diperlukan keputusan untuk bertobat dan percaya kepada Kristus, Sang Penebus dosa, untuk menjadikan dirinya suci di hadapan Allah, barulah hubungan dengan Allah dipulihkan.
Setelah seseorang bertobat dan percaya kepada Kristus maka, "...telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita" (Kol.2:13-14). Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa orang yang tadi mati secara rohani dihidupkan bersama Kristus dengan cara mengampuni pelanggarannya. Ia menjadi kudus di dalam Kristus dan memiliki hubungan kembali dengan Allah yang adalah sumber hidup.
Jadi, kematian rohani dan hidup kembali di dalam Kristus tidak ada hubungannya dengan kesanggupan memberi respon terhadap berita Injil keselamatan. John Calvin yang mengikuti Agustinus telah salah besar dalam menganalogikan kematian rohani dengan kematian jasmani dan menyimpulkan bahwa kondisi kematian rohani itu berarti tidak bisa bereaksi sama sekali terhadap rangsangan luar.
Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa ternyata bisa berhitung, bisa menciptakan berbagai peralatan, bisa mengenang hal-hal yang telah lampau, dan bisa berencana atas hal-hal yang akan datang. Terbukti manusia berdosa bisa memahami perkara rohani bahkan terlibat aktif perkara rohani dari aspek negatif. Mereka bisa menjalin hubungan dengan dunia iblis serta bisa menjadi alat-alat iblis. Manusia berdosa juga terlibat acara sembah-menyembah berbagai dewa dan illah. Timbulnya sikap menyembah kepada berbagai ilah walaupun salah tetap menunjukkan adanya kerinduan terhadap perkara rohani dalam diri manusia yang telah jatuh ke dalam dosa.
Rahab bisa sampai pada keyakinan bahwa Jehovah adalah Allah yang berkuasa yang sudah pasti akan mengalahkan bangsanya, bukankah itu sebuah kesadaran rohani yang ditunjukkan manusia berdosa? Rut bisa memutuskan memilih Jehovah sebagai Allahnya bukankah juga sebuah bukti bahwa setelah manusia berdosa mendengar tentang kebenaran bisa membuat pilihan berpihak kepada kebenaran?
Kesimpulan yang tepat adalah bahwa setelah manusia jatuh ke dalam dosa, ia sama sekali tidak kehilangan kesadaran diri, tidak kehilangan kemampuan berpikir, dan juga tidak kehilangan kemampuan memutuskan serta memilih. Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa hanya kehilangan hubungan dengan Allah yang maha kudus karena Allah yang maha kudus tidak mungkin dihampiri manusia yang berdosa. Manusia yang jatuh ke dalam dosa telah Totally Depraved dalam arti telah kehilangan kemuliaan Allah (Rom.2:23), terputus hubungannya dengan Allah atau mati secara rohani oleh pelanggaran dan dosanya.

SETELAH DISELAMATKAN
Kondisi diselamatkan dari dosa, oleh Rasul Paulus juga disebut dihidupkan kembali di dalam Kristus. Jika dihubungkan dengan kehilangan kemuliaan Allah, maka dapat dikatakan dipulihkan kembali, atau diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Alkitab juga memakai istilah `dikuduskan'dan disebut `orang-orang kudus'.
Proses penyelamatan terhadap manusia berdosa ialah melalui penghukuman terhadap dosa, dan penghukuman itu diambil alih oleh Sang Juruselamat. Melalui sikap bertobat dan percaya kepada Sang Juruselamat seorang berdosa dihitung telah terhukum pada penghukuman yang dijalani Sang Juruselamat. Manusia berdosa yang hidup sebelum penghukuman Sang Juruselamat harus beriman kepada Sang Juruselamat yang akan dihukumkan. Sedangkan manusia berdosa yang hidup sesudah penghukuman Sang Juruselamat harus beriman kepada Sang Juruselamat yang sudah dihukumkan.
Manusia berdosa yang tadinya telah totally depraved, artinya telah putus hubungan dengan Allah karena dosa, atau telah mati secara rohani, dihubungkan kembali atau dihidupkan kembali atau dipulihkan kembali. Keselamatan yang terjadi pada seseorangsama sekali bukan pemaksaan, melainkan keputusan untuk merespon positif terhadap kasih karunia Allah. Sebagaimana kejatuhan manusia itu adalah keputusannya sendiri, demikian juga keselamatan adalah keputusan manusia itu sendiri untuk menyambut uluran kasih Allah.
Setelah pemulihan, atau penyelamatan, maka kondisi dan posisi manusia kembali seperti semula, yaitu saat sebelum kejatuhan. Adam dan Hawa adalah pribadi yang bebas, yang diberi kemampuan untuk memutuskan untuk dirinya sendiri. Demikianlah keturunan mereka yang telah jatuh ke dalam dosa, dan telah diselamatkan, yaitu memiliki kehendak bebas dan kemampuan untuk mengambil keputusan bagi mereka masing-masing. Sama sekali tidak ada indikasi bahwa keturunan Adam dan Hawa yang diselamatkan oleh Injil abstrak, bisa mempertimbangkan hal atas itu kehilangan kebebasan dan kemampuan mereka untuk mengambil keputusan.
Setelah diselamatkan, manusia tidak kehilangan kebebasan, karena manusia bukan tertangkap Allah untuk dibawa ke Sorga, melainkan merespon kasih karunia yang ditawarkan. Jika keselamatan itu terjadi karena terpengaruh "hipnotis" Allah, maka manusia kehilangan kebebasan atau kemampuan untuk memutuskan dan memilih.
Benar bahwa Allah memelihara iman orang yang telah percaya, namun sama sekali tidak berarti orang tersebut kehilangan kebebasannya untuk melepaskan kepercayaannya atau mengundurkan diri (Ibr.10:35,38). Sedangkan mengenai banyak atau tidak, bahkan ada atau tidak orang yang telah diselamatkan yang mau melepaskan kepercayaannya, itu bukan kasus yang dibicarakan, melainkan bahwa orang yang telah diselamatkan ternyata masih tetap pribadi yang bebas, bukan yang terjajah atau tertangkap Allah untuk ditransfer ke Sorga secara paksa.
KESIMPULAN
Manusia adalah ciptaan Allah yang diberi kemampuan berpikir, kesadaran diri, kehendak bebas, atau suatu pribadi. Manusia tidak pernah kehilangan semua itu ketika jatuh ke dalam dosa, melainkan hanya kehilangan kemuliaan Allah dan hubungan atau komunikasi dengan penciptanya. Setelah diselamatkan, manusia tetap adalah makhluk pribadi yang bebas, sebagaimana ketika manusia belum jatuh ke dalam dosa.***