Atas permintaan Robert Raikes, seorang editor surat kabar yang baik, Ny. Meredith menerima segerombolan anak jalanan di dapur rumahnya di Sooty Alley. Raikes bahkan membayar Ny. Meredith satu shilling setiap hari Minggu untuk mengajar anak-anak yang berpakaian compang- comping ini membaca Alkitab dan mengulanginya di luar kepala. Tetapi anak-anak ini luar biasa bandelnya. Mereka adalah anak-anak yang terkungkung di sebuah pabrik yang basah dan gelap di Gloucester, Inggris, selama enam hari dalam satu minggu. Mereka hanya mendapat kesempatan bergembira ria pada hari Minggu, dan pada hari-hari Minggu itulah mereka menjadi liar. Setiap Minggu para petani dan pemilik toko merasa takut pada kenakalan anak-anak ini. Robert Raikes berharap bahwa "Sekolah Minggu" ini akan mengubah hidup anak- anak itu, namun mereka membawa kebiasaan mereka yang menjijikkan dan mengerikan itu ke dapur Ny. Meredith. Ny. Meredith tidak sanggup menangani mereka.
Raikes tidak membiarkan niatnya pupus. Ia memindahkan Sekolah Minggunya ke dapur Ny. King tempat May Critchley mengajar mereka dari pukul 10.00 sampai pukul 12.00 siang dan dari pukul 13.00 sampai dengan pukul 17.00 pada petang hari. Ia menghendaki anak-anak hadir setelah tangan dicuci dan rambut disisir. Dalam waktu yang singkat anak-anak itu mau belajar. Tidak lama kemudian terkumpul sembilan puluh anak menghadiri Sekolah Minggu pada setiap hari Minggu. Perlahan-lahan mereka belajar membaca.
Hal ini bukanlah upaya pertama Raikes bagi pembaruan masyarakat. Sebagai seorang editor Gloucester Journal yang berpikiran liberal, ia sangat sadar akan roda kemiskinan dan kriminalitas. Orang-orang yang tidak dapat membayar utang dipenjarakan, dan ketika mereka keluar, tidak ada kehidupan bagi mereka. Maka mereka terdorong berbuat kejahatan lagi. Selama bertahun-tahun Raikes berupaya bekerja sama dengan mantan napi untuk membantu mereka agar tidak berbuat kejahatan lagi, namun sia-sia.
"Dunia bergerak maju di atas kaki anak-anak kecil." Kalimat yang berasal dari Raikes itu mengungkapkan pemikiran tentang dimulainya Sekolah Minggu ini. Para orang dewasa telah berjalan terlalu jauh, tetapi anak-anak baru memulainya.
Masalah yang dihadapinya ialah ketidaktahuan. Anak-anak dari keluarga kurang mampu tidak pernah mendapat kesempatan pergi ke sekolah -- mereka harus bekerja untuk membantu keluarga mereka. Akibatnya, mereka tidak dapat beranjak dari kemiskinan. Namun, jika mereka dapat belajar pelajaran dasar pada hari Minggu -- membaca, menulis, berhitung dan moralitas alkitabiah -- maka suatu saat mereka mungkin mengubah semuanya itu.
Jadi, eksperimen itu berawal di Sooty Alley. Lambat-laun ide ini bertumbuh. Pada tahun 1783, dengan kepercayaan diri bahwa eksperimennya telah berhasil, Raikes mulai mengumumkannya dalam harian yang diterbitkannya. Dengan hati-hati ia melaporkan alasan dan hasilnya. Ide tersebut menjadi populer.
Orang-orang Kristen yang terpandang mendukung ide tersebut. John Wesley menyukainya, dan kelompok Wesley pun mulai melakukannya. Penulis populer, Hannah More, mengajar agama dan memintal pada gadis-gadis di Cheddar. Seorang pedagang dari London, William Fox, pernah menyumbangkan ide serupa, namun memutuskan menunjang proyek Raikes. Pada tahun 1785, Fox mendirikan perkumpulan untuk menunjang dan mendukung banyak Sekolah Minggu di berbagai kawasan di Inggris.
Ratu Charlotte pun membenarkan Sekolah Minggu tersebut. Ia memanggil Raikes untuk mendengarkan hal itu dan kemudian ia mengijinkan namanya dipakai untuk upaya pengumpulan dana yang dilaksanakan Fox.
Kemasyuran membawa pertentangan juga dari para konservatif yang takut akan terganggunya hari Sabat dan oleh para pedagang yang khawatir akan kehilangan bisnis pada hari Minggu. Ada beberapa teman Raikes yang mengejeknya "Bobby Wild Goose (pengejar sesuatu yang tidak mungkin tercapai) dan Resimen Gembelnya".
Namun, hingga tahun 1787, ada seperempat juta anak-anak menghadiri Sekolah Minggu di Inggris. Lima puluh tahun kemudian, ada 1,5 juta anak di seluruh dunia yang dididik oleh 160.000 tenaga pengajar. Yang menggembirakan ialah perkembangan Manchester pada tahun 1835. Sekolah Minggu tersebut terdiri dari 120 tenaga pengajar, yang 117 di antara mereka adalah mantan murid-murid Sekolah Minggu itu sendiri.
Dua perubahan besar telah terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Pada awalnya, guru-guru di sana dibayar, tetapi lambat-laun hal itu telah menjadi aktivitas sukarela. Pada awalnya, kurikulum terdiri dari membaca, menulis dan berhitung -- dengan Alkitab dipakai sebagai teks yang tersedia. Ketika Sekolah Minggu mendapat dana yang lumayan, mereka dapat mengadakan buku-buku teks lain. Tetapi, ketika pendidikan umum berkembang, Sekolah-sekolah Minggu memusatkan perhatiannya pada pelajaran Alkitab saja.
Gerakan Sekolah Minggu merupakan fenomena besar di Inggris dan Amerika, dengan implikasi religius maupun sekuler. Hal ini terjadi di tengah-tengah kebangkitan rohani yang membalikkan Gereja dari kelesuan dan mungkin juga telah menyelamatkan Inggris dari bencana revolusi yang dahsyat. Perlahan-lahan orang-orang Kristen yang kaya mulai sadar akan tanggung jawab mereka terhadap kaum miskin. Gerakan Sekolah Minggu telah menanamkan benih pendidikan umum dan merevolusi pendidikan agama, khususnya ketika dihidupkannya pencetakan materi- materi agama. Pada akhir tahun 1800-an, gerakan Sekolah Minggu memberikan Gereja puluhan kidung baru.
Hasil paling besar adalah anak-anak muda yang tak terhitung jumlahnya, yang telah tergerak oleh interaksi sederhana dari pendidikan Sekolah Minggu.
Sumber:
Judul Buku : 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen
Penulis : A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang, dan Randy Petersen
Judul Artikel: Tahun 1780 -- Robert Raikes Memulai Sekolah Minggu
Penerbit : PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1991
Halaman : 111 - 113