Apakah Yesus benar-benar ada?
IDENTITAS KELAHIRAN:
Apakah Yesus Kristus benar-benar ada atau apakah kekristenan dibangun
berdasarkan legenda saja?. Beberapa pakar mempertanyakan keberadaan
Yesus, namun cukup banyak musuh kekristenan mencoba membuktikan Yesus
tidak pernah ada. Dalam sebuah tuntutan hukum terhadap Vatikan, gereja
dituduh menciptakan kisah keberadaan Yesus. Kasus tersebut diajukan ke
pengadilan oleh Luigi Casciolli, Februari 2006, namun ditolak dan
ditutup oleh pengadilan. Argumen menentang keberadaan Yesus disiarkan ke
publik oleh jaringan televisi CNN, ketika Ketua Ateis Amerika Ellen
Johnson menyatakan,
“Kenyataannya, tidak ada sedikitpun bukti dari sumber sekuler bahwa Yesus Kristus itu ada.” Yesus Kristus dan kekristenan adalah agama modern. Dan Yesus Kristus adalah penggabungan dari tuhan-tuhan lain: Osiris dan Mithras, yang punya kesamaan asal-usul, kesamaan kematian seperti mitos Yesus Kristus,” (ateis, Ellen Johnson).
Johnson dan panel para pemimpin religius pita-biru mendiskusikan
pertanyaan “Apa yang terjadi setelah kita meninggal dunia” dalam acara
televisi Larry King di CNN. King yang biasanya lancar berbicara sempat
terdiam, merenung, dan kemudian mengatakan, “Jadi Anda tidak percaya
keberadaan Yesus Kristus?”.Dengan nada yakin, Johnson menjawab,”Tidak
pernah ada. Ini bukan apa yang saya percaya; tidak ada bukti sekuler
bahwa JC, Yesus Kristus, pernah ada (hidup).” King tidak meneruskan
diskusi dan langsung masuk iklan. Setelah itu, tidak ada diskusi
mengenai bukti mendukung atau menentang keberadaan Yesus. Pemirsa
televisi internasional itu dibiarkan terheran-heran.[1]
Lima puluh tahun lalu, dalam bukunya Kenapa Saya Bukan Orang Kristen,
penganut ateis Bertrand Russell mengagetkan generasinya dengan
mempertanyaan eksistensi Yesus. Dia menulis, “Dari sudut pandang sejarah
cukup diragukan apakah Yesus Kristus benar-benar ada, dan jika Dia ada,
kita tidak mengetahui apapun mengenaiNya. Jadi saya tidak begitu
mempedulikan pertanyaan historis itu, yang sangat sukar.”[2]
Apa ada kemungkinan Yesus yang dipercaya begitu banyak orang pernah
hidup, ternyata tidak pernah ada? Dalam kisah peradaban, sejarahwan
sekuler Will Durant mengungkapkan pertanyaan ini,” Apa Yesus ada (pernah
hidup/eksis)?.” Apakah cerita-cerita dari para pendiri kekristenan
adalah produk dari kepedihan, imajinasi, dan harapan manusia — mitos
yang bisa disejajarkan dengan legenda Krishna, Osiris, Attis, Adonis,
Dionysus, dan Mithras?.”[3] Durant memperlihatkan bagaimana kisah kekristenan, “Dicurigai banyak kemiripan dengan legenda dewa-dewa (tuhan-tuhan pagan).”[4]
Dalam artikel ini, kita akan lihat bagaimana sejarahwan besar ini
menjawab pertanyaannya sendiri mengenai eksistensi Yesus. Jadi,
bagaimana kita tahu dengan meyakinkan bahwa orang ini, yang dipuja orang
dan dikutuki orang lain, nyata adanya?. Apakah Johnson benar, ketika
dia menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah penggabungan dari tuhan-tuhan
lain?”, dan Russell benar ketika dia menyatakan keberadaan Yesus ” cukup
diragukan”?
Mitos Vs Realitas
Mari kita mulai dengan pertanyaan yang lebih fundamental: apa yang
membedakan mitos dengan realitas atau kenyataan?. Bagaimana caranya kita
tahu, contohnya, apakah Alexander Agung benar-benar ada? Andaikata,
tahun 336 SM, Alexander Agung jadi raja Makedonia pada usia 20 tahun.
Seorang jenius militer, pemimpin tampan dan sombong ini melakukan
pembantaian dari desa ke desa, kota ke kota, dan di seluruh
kerajaan-kerajaan Yunani – Persia sehingga dia menguasai semuanya. Dalam
waktu singkat, hanya delapan tahun, pasukan Alexander menempuh
perjalanan penaklukan sejauh 22.000 mil.
Dikabarkan, Alexander menangis ketika tidak ada lagi wilayah yang
akan ditaklukkannya (saya merasa, inilah orang yang saya tidak ingin
mengajaknya main monopoli.)
Sebelum dia meninggal di usia 32, pencapaian militer Alexander
dikabarkan lebih besar dari penaklukan militer siapapun sepanjang
sejarah. Bukan hanya para raja yang hidup sebelumnya, tapi juga mereka
yang lahir sesudahnya sepanjang sejarah kita. Tapi hari ini, selain
beberapa kota yang diberi nama Alexandria, film membosankan yang dibuat
Oliver Stone, dan beberapa buku, warisannya sudah lama dilupakan. Pada
kenyataannya, nama Colin Farrell lebih mampu membuat film sangat laku
(box office) daripada nama Alexander. Meski film itu gagal, para
sejarahwan percaya Alexander ada karena tiga alasan utama:
- dokumentasi tertulis dari sejarahwan terdahulu
- dampak sejarah
- bukti-bukti sejarah lainnya dan bukti arkeologi
Dokumen Sejarah Tentang Yesus
Sejarah Alexander Agung dan penaklukan militernya diperoleh dari lima
sumber kuno, yang semuanya bukan saksi mata. Kendati ditulis 400 tahun
setelah Alexander, tulisan Plutarch berjudul Kehidupan Alexander
merupakan catatan utama kehidupannya.
Karena Plutarch dan para penulis lain terpisah beberapa ratus tahun
dari saat kehidupan Alexander, maka mereka mendasarkan informasinya dari
informasi-informasi yang sudah ada sebelumnya. Dari dua puluh catatan
sejarah Alexander, tidak satupun ada sampai sekarang (sudah musnah).
Catatan yang lebih kemudian memang ada, tapi tiap kisah memperlihatkan
“Alexander” yang berbeda, yang kebanyakan bergantung pada imajinasi
kita. Namun meski dengan perbedaan waktu beberapa ratus tahun, para
sejarahwan yakin bahwa Alexander merupakan manusia nyata dan detil-detil
utamanya, seperti yang kita baca mengenai kehidupannya benar.
Melihat Alexander sebagai titik referensi, kita catat apa yang
dikatakan sejarahwan religius dan sekuler mengenai Yesus. Tapi kita
harus bertanya, apakah sejarah yang mereka tuliskan itu bisa diandalkan
dan obyektif? Mari kita lihat sekilas.
Perjanjian Baru
Ke 27 buku Perjanjian Baru diklaim ditulis oleh penulis yang tahu
secara langsung mengenai Yesus atau menerima informasi dari mereka yang
kenal langsung. Empat Injil menceritakan kehidupan dan pengajaran Yesus
dari perspektif berbeda. Tulisan-tulisan ini diteliti dengan sangat
ketat oleh para ahli dari dalam dan dari luar kekristenan.
Pakar John Dominic Crossan percaya, hanya kurang dari 20 persen dari
apa yang kita baca di Injil secara orisinil berasal dari perkataan
Yesus. Kendati ini pandangan skeptis, tidak dipersoalkan mengenai Yesus
benar-benar pernah hidup. Kendati ada pandangan Crossan dan beberapa
ahli lain, konsensus sebagian besar sejarahwan adalah catatan Injil yang
memberi kita gambaran jelas mengenai Yesus Kristus.
Mengenai apakah catatan Injil itu benar, ada artikel tersendiri (Lihat “Yesus.doc”), Jadi, kita akan melihat sumber-sumber non-Kristen untuk menjawab pertanyaan kita mengenai apakah Yesus ada (eksis).
Catatan Awal Non-Kristen
Jadi, sejarahwan abad pertama mana yang menulis mengenai Yesus, tapi
tidak punya agenda kekristenan? Pertama-tama, mari kita lihat
musuh-musuh Yesus.
Orang Yahudi yang memusuhiNya punya keuntungan terbesar dengan cara
meniadakan keberadaan Yesus. Tapi bukti memperlihatkan arah sebaliknya.
“Beberapa tulisan Yahudi menceritakan kehidupan nyata manusia Yesus. Dua
buku Gemara dari Talmud Yahudi mencatat Yesus. Kendati hanya disinggung
sedikit kalimat yang dimaksudkan untuk menentang KeTuhanan Yesus,
tulisan sangat awal Yahudi ini tidak memulai argumennya dengan
pernyataan bahwa Dia bukan orang yang pernah hidup (bukan tokoh sejarah)[5]
Flavius Josephus adalah sejarahwan terkemuka Yahudi yang mulai
menulis pada zaman Romawi di tahun 67. Josephus, yang lahir hanya
beberapa tahun setelah Yesus meninggal, tentu sangat tahu reputasi Yesus
dimata orang Yahudi dan Romawi. Dalam tulisan terkenalnya, Jaman Kuno Yahudi
(a.d. 93), Josephus menulis Yesus sebagai manusia nyata. ” Pada masa
kehidupan Yesus, seorang yang suci, mungkin seperti itu Dia dipanggil,
karena Dia melakukan hal-hal luar biasa, dan mengajar orang-orang, dan
dengan gembira menerima kebenaran“. Dia dipercayai oleh banyak orang
Yahudi dan Yunani. Dia adalah Mesias.”[6]
Kendati ada perdebatan mengenai beberapa kata dari catatannya, terutama
berkaitan dengan Yesus sebagai Mesias (para ahli yang skeptis berpikir
bahwa orang Kristen menyisipkan kalimat ini), bisa dipastikan Josephus
mengkonfirmasikan keberadaan (eksistensi) dari Yesus.
Bagaimana dengan sejarahwan sekuler — mereka yang hidup di zaman itu
tapi tidak punya motivasi religius? Saat ini, ada konfirmasi sedikitnya
19 penulis sekuler yang mencatat Yesus sebagai manusia nyata.[7]
Salah satu sejarahwan terkemuka , Cornelius Tacitus, menegaskan bahwa
Yesus telah menderita dibawah (pemerintahan Pontius) Pilatus. Tacitus
lahir 25 tahun setelah Yesus wafat, dan dia melihat bagaimana penyebaran
kekristenan mulai memberi dampak terhadap Roma. Sejarahwan Romawi
menulis secara negatif mengenai Yesus dan orang Kristen,
mengidentifikasi mereka, di tahun 115, sebagai ” ras manusia yang tidak
disukai karena perilaku jahatnya, dan secara umum disebut Kristiani”.
Nama itu diambil dari Kristus, yang pada pemerintahan Tiberius,
menderita dibawah Pontius Pilatus, Penguasa Yudea.”[8]
Fakta-fakta mengenai Yesus dibawah ini ditulis oleh sumber-sumber non-Kristen:
- Yesus dari Nazareth.
- Yesus hidup secara bijak dan saleh/suci.
- Yesus disalibkan di Palestina dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, pada saat Tiberius jadi kaisar ketika Paskah, dan disebut sebagai Raja Orang Yahudi.
- Yesus dipercaya oleh para muridNya telah mati dan bangkit dari kubur tiga hari kemudian.
- Para musuh Yesus mengakui Dia melakukan tindakan tidak-biasa (mukjizat) , yang mereka sebut sebagai sihir.
- Kelompok kecil murid Yesus berlipat ganda dengan cepat, meluas sampai mencapai Roma.
- Para murid Yesus menolak politeisme, hidup bermoral (suci), dan memuja Yesus sebagai ALLAH.
Ahli teologi Norman Geisler mencatat :
“ Penggambaran ini sangat cocok dengan apa yang ada di Perjanjian Baru.”[9]
Semua di atas adalah catatan independen, religius dan sekuler,
membicarakan manusia nyata yang cocok dengan Yesus di Injil.
Ensiklopedia Britannica mencatat sejumlah tulisan sekuler sebagai bukti
yang meyakinkan bahwa Yesus itu ada (eksis). Dituliskan,
“Catatan-catatan independen ini membuktikan bahwa di zaman purba, bahkan oleh para musuh kekristenan tidak ragu akan Yesus sebagai tokoh sejarah (ada atau nyata)”.[10]
Dampak Historis
Perbedaan penting antara sebuah mitos dan manusia nyata adalah
bagaimana tokoh itu memberi dampak historis. Contohnya, buku-buku telah
ditulis dan film-film juga telah dibuat mengenai Raja Arthur dari
Camelot dan Ksatria Meja Bundarnya. Karakter-karakter ini telah begitu
melekat sehingga banyak orang percaya mereka pernah ada di zaman itu.
Namun para sejarahwan, yang mencari tanda-tanda kehidupan mereka, tidak
bisa menemukan dampak apapun dalam hukum, etika, atau agama. Sebuah
kerajaan besar seperti Camelot tentunya akan meninggalkan jejaknya pada
sejarah masa kini.
Ketidakberadaan dampak historis ini mengindikasikan Raja Arthur dan
Ksatria Meja Bundar hanyalah mitos saja. Sejarahwan Thomas Carlyle
mengatakan, ” Tidak ada orang besar yang hidup sia-sia. Sejarah dunia
adalah biografi orang besar.”[11] Seperti dicatat Carlyle, hanya orang yang benar-benar ada atau nyata, bukan mitos, yang memberi dampak pada sejarah.
Sebagai orang yang pernah ada atau hidup, Alexander memberi dampak
sejarah oleh penaklukan militernya, mengubah negara-negara,
pemerintahan, dan hukum. Tapi apa dampak Yesus Kristus terhadap dunia
kita?
Pemerintahan Israel dan Romawi di abad pertama sebagian besar tidak
tersentuh oleh kehidupan Yesus. Warga biasa kekaisaran Romawi tidak tahu
Dia ada sampai bertahun-tahun kemudian setelah kematianNya, budaya
Romawi juga sebagian besar tidak terpengaruh oleh ajarannya selama
puluhan tahun, dan diperlukan beberapa ratus tahun sebelum pembunuhan
orang Kristen di arena (Coliseum) jadi rekreasi nasional. Selain itu,
dunia hanya tahu sedikit atau tidak sama sekali mengenai Dia. Yesus
tidak pernah jadi panglima sebuah bala tentara.
Dia tidak menulis buku atau mengubah hukum apapun. Para pemimpin
Yahudi berharap menghapus ingatan mengenaiNya, dan tampaknya mereka akan
berhasil. Namun, sekarang, Romawi kuno tinggal reruntuhan. Pasukan
Kaisar dan kekuasaan imperial Romawi sudah lenyap. Bagaimana Yesus
dikenang sekarang ini? Apakah dia masih punya pengaruh?
- Lebih banyak buku ditulis mengenai Yesus dibandingkan dengan tokoh lain dalam sejarah.
- Banyak negara menggunakan kata-katanya sebagai dasar bangunan pemerintahan. Menurut Durant, “Kebesaran Kristus adalah dimulainya demokrasi.”[12]
- Khotbah di bukitnya telah membentuk paradigma baru dalam etika dan moral.
- Sekolah-sekolah, rumah sakit, dan upaya kemanusiaan lain telah dibangun berdasarkan namaNya. Universitas Harvard, Yale, Princeton, dan Oxford adalah beberapa universitas dimana orang Kristen perlu diberi ucapan terima kasih karena sudah memulainya.
- Peningkatan peran perempuan di budaya barat, akar jejaknya bisa diusut sampai kepada Yesus. (Perempuan di zaman Yesus dipandang inferior dan tidak dilihat sebagai orang sepenuhnya sampai pengajaranNya diikuti)
- Perbudakan dihapuskan di Inggris dan Amerika juga karena pengajaran Yesus bahwa hidup manusia itu berharga.
- Mereka yang pernah mengalami ketergantungan pada obat, alkohol, pelacur, dan yang lainnya mencari tujuan hidup dan mengklaim Dia sebagai penjelasan perubahan hidup mereka.
- Dua miliar manusia menyebut diri mereka Kristen. Sementara sebagian orang Kristen hanya tinggal nama saja, tapi bagi yang lain terus memberi dampak terhadap budaya kita dengan mengajarkan prinsip-prinsip Yesus bahwa hidup itu berharga dan kita harus saling mengasihi.
Yang paling menakjubkan, Yesus memberi semua dampak ini hanya dengan
melakukan pelayananNya selama tiga tahun. Jika Yesus tidak ada (hidup
nyata), orang akan heran bagaimana sebuah mitos mampu begitu besar
mempengaruhi sejarah. Ketika sejarahwan H.G. Wells ditanya siapa yang
meninggalkan warisan terbesar terhadap sejarah, dia menjawab,”Dengan tes
ini, Yesus berada pada tempat pertama.”[13]Bukti-bukti terdokumentasi dan dampak historis menegaskan pada fakta
bahwa Yesus itu ada (nyata). Jika Yesus benar-benar ada, kita juga bisa
mengharapkan menemukan jejak kaki secara rinci dalam sejarah. Mitos
tidak meninggalkan konfirmasi detil-detil semacam itu.Salah satu kunci bagi Durant dan para ahli lain adalah faktor waktu.
Mitos dan legenda biasanya berkembang selama ratusan tahun — cerita
George Washington tidak pernah bohong , sampai dua ratus tahun kemudian
berubah jadi legenda. Berita mengenai kekristenan, di sisi lain, meluas
terlalu cepat untuk bisa disebut sebagai mitos atau legenda. Jika Yesus
tidak pernah ada (nyata), mereka yang menentang kekristenan akan langung
menyebutNya sebagai mitos sejak semula. Tapi mereka tidak melakukannya.
Bukti-bukti itu, bersama dengan catatan awal dan dampak historis
Yesus Kristus, meyakinkan sejarahwan skeptis bahwa pendiri kekristenan
itu bukan mitos atau legenda.
Tapi ada juga pakar-pakar tentang mitos tidak yakin. Seperti
Muggeridge, pakar dari Oxford, CS Lewis, sejak semula yakin Yesus tidak
lebih dari sebuah mitos.
Lewis pernah menyatakan, “Semua agama, karena itu, semua mitologi …. hanyalah ciptaan manusia — Kristus sama saja dengan loki.”[14] (Loki adalah dewa kuno Norwegia. Seperti Thor, tapi tanpa rambut kepangnya.)
Sepuluh tahun setelah menyatakan Yesus sebagai mitos, Lewis menemukan
rincian sejarah, termasuk dokumen-dokumen dari para saksi mata, telah
membuktikan keberadaanNya.
Yesus Kristus memberi keluasan dampak sejarah seperti gempa besar.
Dan gempa bumi ini telah meninggalkan jejak lebih luas daripada Grand
Canyon. Jejak ini berupa bukti-bukti yang meyakinkan para ahli bahwa
Yesus benar-benar ada dan benar-benar memberi dampak pada dunia kita
sejak 2.000 tahun lalu.
Salah satu orang yang skeptis, yang berpendapat Yesus hanyalah mitos
adalah wartawan Inggris, Malcolm Muggeridge. Namun dalam salah satu
penugasannya ke Israel, Muggeridge berhadapan dengan bukti-bukti akan
Yesus Kristus yang dia tidak tahu bukti itu ada. Ketika dia memeriksa
tempat-tempat bersejarah — tempat kelahiran Yesus, Nazareth, tempat
penyaliban, dan kubur yang kosong — perasaan keberadaan Yesus mulai
muncul.
Belakangan dia menyatakan:
“Satu ketika saya ada di Tanah Suci untuk membuat tiga program televisi BBC mengenai Perjanjian Baru yang …. secara pasti menarik saya tentang kelahiran Yesus, pelayanNya, dan penyalibanNya. …saya jadi sadar bahwa pernah ada seseorang, Yesus, yang juga ALLAH.”[15]
Beberapa pakar Jerman, yang sangat kritis, pada abad 18 dan 19 juga
telah mempertanyakan eksistensi Yesus, menyebutkan bahwa tokoh kunci
seperti Pontius Pilatus dan Imam Kepala Yosep Kayafas di catatan Injil
tidak pernah dikonfirmasikan sebagai manusia nyata. Tidak ada jawaban
sampai pertengahan abad 20.
Tahun 1962, para arkeologi mengkonfirmasikan eksistensi Pilatus
ketika mereka menemukan namanya ada dalam sebuah prasasti batu yang
ditemukan. Hampir sama, keberadaan Kayafas tidak pasti sampai tahun
1990, ketika sebuah kotak berisi tulang-belulang ditemukan dengan
namanya ada dikotak itu. Para arkeolog juga menemukan apa yang mereka
percaya sebagai rumah Simon Petrus dan gua dimana Yohanes Pembaptis
membaptis.
Akhirnya, mungkin bukti sejarah paling meyakinkan akan keberadaan
Yesus adalah pertumbuhan cepat kekristenan. Bagaimana hal itu bisa
terjadi tanpa Kristus? Bagaimana sekelompok nelayan dan pekerja lainnya
menciptakan Yesus dalam beberapa tahun saja? Durant menjawab pertanyaan
awal yang berasal darinya — apakah Yesus ada? — dengan kesimpulan ini:
Beberapa orang sederhana itu jika saja mampu dalam satu generasi menciptakan satu pribadi yang sangat kuat dan menarik, mulia dalam etika, dan sangat inspiratif terhadap visi persaudaraan manusia, akan merupakan mukjizat yang jauh lebih besar dari yang tercatat di Injil. Setelah dua abad, kritikan keras akan kehidupan, karakter, dan pengajaran Kristus, tetap saja jelas dan menjadi bahan paling menarik dalam sejarah manusia barat.
Putusan Para Ahli
Clifford Herschel Moore, dosen di Universitas Harvard, mempertegas
kesejarahan Yesus. “Kekristenan mengetahui Penyelamat dan Pengampun
tidak seperti tuhan-tuhan lain yang sejarahnya terkontiminasi keimanan
mitos. …Yesus adalah manusia historis, bukan karakter mitos. Tidak ada
sedikitpun atau ada penipuan mitos yang masuk dengan sendirinya kepada
orang percaya Kristen, imannya didasarkan secara positif, historis, dan
fakta-fakta yang bisa diterima. ”[16]
Beberapa, jika ada, sejarahwan yang serius setuju dengan pernyataan
Ellen Johnson dan Bertrand Russell bahwa Yesus tidak nyata (ada).
Dokumentasi luas mengenai kehidupan Yesus yang ditulis oleh para penulis
masa kini, dampak besar pada sejarah, dan konfirmasi tak terbantahkan
bukti sejarah telah membuat para ahli mengakui Yesus benar-benar ada
(nyata). Mampukan mitos melakukan itu semua? Semua, kecuali beberapa
pakar yang amat sangat skeptis menyatakan tidak.
Dr. Michael Grant of Cambridge menulis, “Untuk menyimpulkannya,
metode kritis modern telah gagal mendukung teori Yesus adalah mitos.
Sudah berkali-kali dijawab kembali dan dituntaskan oleh pakar terkemuka.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tidak ada seorang ahli yang melontarkan
pernyataan bahwa Yesus bukan tokoh historis (nyata).”[17]
Sejarahwan Yale, Jaroslav Pelikan, mengatakan, “Apapun yang mungkin
dipikirkan seseorang atau percaya mengenai Dia, Yesus dari Nazareth
telah menjadi tokoh dominan dalam sejarah budaya Barat hampir selama dua
puluh abad. … mulai dari kelahirannya, dimana sebagian besar manusia
menandai kalendernya, atas namaNya jutaan orang mengutuki dan jutaan
lainnya berdoa.”[18]
End Notes
1. Ellen Johnson and Larry King, “What Happens After We Die?” Larry King Live, CNN, April 14, 2005.
2. Bertrand Russell, Why I Am Not a Christian (New York: Simon & Schuster, 1957), 16.
3. Will Durant, Caesar and Christ, vol. 3 of The Story of Civilization (New York: Simon & Schuster, 1972), 553.
4. Ibid., 557.
5. D. James Kennedy, Skeptics Answered (Sisters, OR: Multnomah, 1997), 76.
6. The Gemaras are early rabbinical commentaries of the Jewish
Talmud, a body of theological writings, dated a.d. 200–500.6 Quoted in
Durant, 554.
7. Quoted in D. James Kennedy, Skeptics Answered, (Sisters Oregon: Multnomah Publishers Inc., 1997), 73.
8. Quoted in Durant, 281.
9. Norman Geisler and Peter Bocchino, Unshakable Foundations (Grand Rapids, MI: Bethany House, 2001), 269.
10. Quoted in Josh McDowell, Evidence That Demands a Verdict, vol. 1 (Nashville: Nelson, 1979), 87.
11. Quoted in Christopher Lee, This Sceptered Isle, 55 B.C.–1901 (London: Penguin, 1997), 1.
12. Will Durant, The Story of Philosophy (New York: Pocket, 1961), 428.
13. Quoted in Bernard Ramm, Protestant Christian Evidences (Chicago: Moody Press, 1957), 163.
14. Malcolm Muggeridge, Jesus Rediscovered (Bungay, Suffolk, U.K.: Fontana, 1969), 8.
15. David C. Downing, The Most Reluctant Convert (Downers Grove, IL: InterVarsity, 2002), 57.
16. Quoted in McDowell, 193.
17. Michael Grant, Jesus (London: Rigel, 2004), 200.
18. Jaroslav Pelikan, Jesus through the Centuries (New York: Harper & Row, 1987), 1
Permission to reproduce this article: Publisher grants permission to
reproduce this material without written approval, but only in its
entirety and only for non-profit use. No part of this material may be
altered or used out of context without publisher’s written permission.
Printed copies of Y-Origins and Y-Jesus magazine may be ordered at: www.JesusOnline.com/product_page © 2007 B&L Publications. This article is a supplement to Y-Jesus magazine by Bright Media Foundation & B&L Publications: Larry Chapman, Chief Editor.