Frase “Damai Sejahtera dan Kehendak baik” lazim didengar diantara mereka yang mengetahui kisah-kisah Kristen. Dalam artikel ini Peter Youngren membahas tentang arti penting dibalik frase tersebut.
Pernahkah Anda memikirka tentang pesan malaikat di Bethlehem, “kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Lukas 2:14). Apa arti sebenarnya dari “damai sejahtera”? Ayat ini mungkin merupakan salah satu ayat Alkitab yang sering disalah mengerti.Apakah para malaikat menyatakan bahwa tepat pada saat Yesus datang, manusia akan hidup di dalam perdamaian? Jika demikian, kedatangan Yesus jelas merupakan kegagalan karena kita mengetahui ada perang yang tak terhitung jumlahnya selama 2000 tahun terakhir.
Apakah para malaikat menyatakan bahwa Allah akan memberikan damai hanya kepada orang yang berkenan saja? Hal itu akan berarti pesan injil kita adalah pesan tentang perbuatan manusia dan usaha diri sendiri. Akankah ada yang memenuhi syarat? Siapa yang telah benar-benar menunjukkan kehendak baik yang cukup sehingga layak mendapatkan damai Allah? Adakah diantara kita yang tanpa dosa? Bukankah setiap mulut telah tertutup? Bukankah setiap orang telah menunjukkan bahwa mereka terkontaminasi oleh dosa? (Roma 3:19)
Tampak kontradiksi saat Yesus berkata, “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang” (Matius 10:34). Pada permukaannya memang tampak ada pertentangan. Lalu yang mana? Apakah Yesus datang untuk membawa damai? Atau membawa pedang? Melalui membagi firman kebenaran dengan benar kita dapat dengan mudah menemukan jawaban bagi pertanyaan ini.
Peperangan Allah dengan dosa manusia telah berakhir!
Tentu saja Allah menginginkan damai diantara manusia, tetapi hal ini bukanlah pesan utama dari para malaikat. Frase “damai sejahtera dan kehendak baik” mengekspresikan hati dan maksud Allah terhadap manusia. Allah telah berperang dengan dosa manusia sejak di Taman Eden. Sekarang perang itu telah berakhir! Sumber utama dari konflik antara manusia dengan Allah (dosa) telah dihilangkan oleh seorang penyelamat.Allah tidak bersembunyi dari Adam – Adam yang menyembunyikan diri dari Allah.
Allah selalu mengasihi manusia, seperti yang ditunjukkan saat Adam pertama kali melakukan dosa. Allah tidak bersembunyi dari Adam – Adam yang menyembunyikan diri dari Allah. Allah selalu merupakan Gembala Agung yang mencari domba yang terhilang. Beberapa halaman kemudian, dalam kitab Kejadian, kita temukan Kain, pembunuh pertama. Bertentangan dengan itu, Allah menjangkau Kain bahkan saat dia berdusta tentang kematian adiknya. Tidakkah Allah berpaling dari seorang pembunuh dan pendusta? Tidak, Allah mengasihi orang berdosa; Dia selalu mengasihi. Saat Kain menyadari bahwa dia tertangkap, dia meminta Allah untuk melindunginya. Akankah Allah melindungi seorang pembunuh? Luar biasa sekali jawabannya adalah “ya.” Kemudian kita baca, “Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN” (Kejadian 4:16). Anda tidak dapat meninggalkan apa yang tidak Anda miliki. Allah tidak meninggalkan Kain – Kain meninggalkan Allah. Sekali lagi kita melihat kasih Allah bagi dunia yang penuh dosa bahkan mulai dari permulaannya.
Berikut ini adalah kejadian lain yang menunjukkan bahwa Allah “mengedipkan mata” atas dosa (Kisah Para Rasul 17:18), mengetahui bahwa dosa akan mendapatkan hukuman terakhirnya pada tubuh Yesus. Akan tetapi ada suatu perasaan yang tidak menentu. Pada periode waktu antara Adam sampai Musa, Allah menhukum dosa-dosa pada saat seluruh peradaban berada dalam bahaya, seperti pada zaman Nuh. Akan tetapi, bahkan pada saat-saat yang terburuk pun Allah selalu menyediakan kesempatan bagi korban dan persembahan untuk menebus dosa.
Selama periode waktu antara Musa dan Yesus, Hukum Taurat berlaku bagi bangsa Israel. Taurat itu tidak diberikan untuk menjadikan seorangpun menjadi kudus, atau menjadi standar kehidupan manusia. Akan tetapi, tujuan dari hukum Taurat adalah untuk menunjukkan kekudusan Allah dan ketidak mampuan kita yang nyata untuk meraih standar Allah. Hukum Taurat diberikan untuk mempersiapkan kita menerima kasih karunia. Selama periode 1.400 tahun yang disebut Perjanjian Lama itu, ada kesan tentang adanya murka dan kemarahan. Sering kali dosa-dosa dihukum saat bangsa Israel melanggar perintah-perintah Allah.
Semua itu adalah latar belakang dari pesan malaikat “damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan.” Begitu kita mengerti hukum Taurat Musa dengan segala persyaratannya yang tidak mungkin dilakukan, kita juga mengerti tentang Perjanjian Baru damai sejahtera.
Perang telah berakhir. Damai telah datang. Sekarang Yesus menggambarkan peluk cium Allah sebagai Bapa dengan akurat.
Apa dasar dari perdamaian ini? Yaitu, Yesus Kristus “sekali dan selamanya” menyelesaikan permasalahan dosa. Allah akan melakukan kepada dosa apa yang layak diterimanya dan Allah selalu ingin untuk melakukannya – menghukumnya. Murka Allah yang adil atas dosa manusia jatuh ke atas Yesus. Perang telah berakhir. Damai telah datang. Sekarang Yesus menggambarkan peluk cium Allah sebagai Bapa dengan akurat.
Mengapa Allah merubah Perjanjian Lama menjadi Perjanjian Baru?
Apakah Allah telah berubah?
Sama sekali tidak! Allah selalu kudus, adil, murni dan siap untuk menghukum dosa. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa saat ini hukuman tersebut telah dikenakan pada Yesus, menghasilkan sebuah pesan damai sejahtera dan kehendak baik dari Allah. Pendeknya, dosa-dosa Anda telah dibayar. Jangan pernah memandang Allah sebagai Allah yang penuh dendam yang tidak dapat bersekutu dengan orang-orang berdosa. Beberapa orang menggambarkan Allah sebagai “Mafia” yang kepadanya Anda membayarkan uang sogokan. Kita “membayar” Allah dengan doa, sedekah, datang ke gereja dan perbuatan baik agar membuat Dia tetap senang. “Damai sejahtera dan kehendak baik” berarti bahwa Allah tidak pelu untuk dipuaskan; Dia telah puas oleh pengorbanan yang telah disediakan Yesus. Hal ini sama sekali tidak memandang remeh dosa. Yohanes menulis, “setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci” (1 Yohanes 3:3). Saat Anda benar-benar percaya pada pengharapan Injil, bahwa Kristus telah membayar dosa Anda “sekali untuk selamanya”, hal itu memotivasi Anda untuk menjadi murni. Allah tidak mengabaikan dosa. Dia membayarnya dan membuangnya.Jika sebaliknya, kematian Yesus di atas kayu salib adalah pembayaran yang berlebihan akan dosa-dosa manusia.
Yohanes Pembabtis mengulagi pesan dari para malaikat. “Tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan TUHAN dua kali lipat karena segala dosanya (Yesaya 40:2). Semua yang dianggap peperangan antara Allah dan manusia telah berakhir karena fakta bahwa dosa-dosa telah dibayar dua kali lipat. Ini adalah sebuah ungkapan menarik yang mengindikasikan bahwa tidak seorangpun bisa berpikir bahwa dosa-dosa mereka tidak dibayar sepenuhnya. Jika sebaliknya, kematian Yesus di atas kayu salib adalah pembayaran yang berlebihan akan dosa-dosa manusia.
Sebuah perjanjian damai
Yesaya menubuatkan pesan yang sama: “Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau” (Yesaya 54:10). Janji Allah tentang “damai sejahtera dan kehendak baik” tidak dapat dibatalkan. Pesan Yesaya sama dengan pesan Yohanes Pembabtis dan para malaikat. Kedatangan Yesus meluncurkan sebuah perjanjian damai yang untuk selama-lamanya.Yesaya 53 menggambarkan secara terperinci harga yang dibayarkan untuk perjanjian damai ini. Tubuh Yesus sangat terpengaruh sehingga “begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi” (Yesaya 52:14). Dia tidak hanya menanggung prinsip dosa keatas diri-Nya sendiri, tetapi totalitas kejahatan manusia. “Ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya… dan TUHAN telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian.” Allah mengenakan dosa manusia pada daging Yesus sehingga Dia bisa mengenakan kebenaran Yesus kepada setiap orang yang percaya.
Yesus menderita setiap ketidak-adilan, penghinaan dan perlakuan yang tidak wajar yang dapat dipikirkan manusia. Setiap area dari kehidupannya terpengaruh – fisik, mental dan emosional. Kelahiran Yesus mengisyaratkan damai sejahtera dan kehendak baik; era 1.400 dari hukum Taurat Musa bagi Israel telah berakhir. Mulai dari sekarang dan seterusnya kebaikan Allah akan membawa manusia ke dalam pertobatan (Roma 2:4). Tugas kita adalah untuk membagikan damai sejahtera dari Allah. Saat Injil damai sejahtera ini merubah jutaan hidup manusia, kita akan menemukan kedamaian diantara manusia.