Kadang kala seorang Kristen merasa dipermalukan
oleh perkataan-perkataan Yesus. Mari kita ambil contoh ketika pada murid merasa
sangat resah dan tersinggung oleh perkataan Yesus saat Dia berkata, "Barangsiapa
makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia akan hidup oleh Aku."
Makan daging? Minum darah? Sebaiknya memakai
kata-kata yang lebih beradab. Maksud saya, pakailah ungkapan yang sudah
diperhalus. Bahasa semacam ini, bahasa kaum kanibal seperti ini tidak cocok
dengan masyarakat dan kebudayaan kita yang sangat tinggi.
Para murid pada saat itu memang sangat
tersinggung. Sangatlah tidak pantas jika Kristus, Sang Guru Besar Hukum Taurat,
Sang Guru Besar tentang kehidupan, berbicara tentang hal makan daging dan minum
darah.
Namun Yesus tidak merasa terganggu dengan fakta
bahwa bahasa-Nya akan menimbulkan rasa tersinggung semacam itu.
Dan kemudian, ketika murid-murid-Nya
meninggalkan Dia, Dia tidak berkata, "Hei! Kembalilah! Biar Kujelaskan dulu apa
maksudnya. Jangan mengartikan secara harfiah begitu. Biar Ku-jelaskan apa yang
Ku-maksudkan. Kalian tidak perlu buru-buru meninggalkan-Ku sekarang
ini."
Saat mereka beranjak pergi, Dia tidak mengambil
tindakan untuk menghentikan mereka, Dia tidak mengatakan apa-apa. Dia biarkan
saja mereka pergi.
Dan selanjutnya, kepada mereka yang masih
berdiri di sana, yang sedang dalam keadaan bimbang, tertekan dan bingung, mereka
belum beranjak pergi akan tetapi tampaknya mereka juga ingin pergi.
Yesus malah berkata kepada mereka, "Apakah
kalian juga akan meninggalkan-Ku?" Dia tidak berkata, "Aku tidak mau kalian ikut
pergi juga." Dia berkata, "Apakah kalian juga akan meninggalkan-Ku?" Dengan kata
lain, "Kalau kalian ingin pergi, jangan ragu-ragu. Jangan ragu. Silakan
pergi."
Wow! Pikir mereka, "Guru yang satu ini
mengherankan sekali!" Dia tidak membuat penjelasan apa-apa; Dia tidak berusaha
menahan mereka.
Dari cara-Nya mengerjakan sesuatu hal, terlihat
betapa Dia sangat berbeda.
Jika kita disalah-pahami, kita akan berkata,
"Hei, dengarkan dulu! Sabar dulu. Bukan itu maksudku. Jangan tersinggung
dulu."
Yesus sama sekali tidak bereaksi seperti itu.
Jika mereka ingin pergi, silakan saja. Biarkan saja. Sungguh mengherankan! Sikap
hati macam apakah ini? Dia bahkan tidak berusaha meluruskan persoalan. Dia tidak
berusaha menahan mereka.
Dia tidak berusaha untuk menahan mereka. Jika
mereka ingin pergi, silakan pergi. Memang harus begitu. Sungguh bertentangan
dengan cara berpikir manusia.
"Runtuhkanlah Bait ini. Dalam tiga hari, Aku
akan membangunnya."
Mari kita lihat contoh lain, contoh yang
menyinggung hati kebanyakan orang Yahudi dan mungkin juga kebanyakan
murid-murid-Nya. "Runtuhkanlah Bait ini. Dalam tiga hari, Aku akan
membangunnya."
Oh! Anjuran untuk meruntuhkan Bait Allah yang
kudus bagi orang Yahudi sama saja dengan penghujatan! Itu adalah ucapan yang
tidak akan bisa ditoleransi oleh orang Yahudi manapun. Mereka akan sangat
marah!
Namun, apakah Yesus berkata kepada orang-orang
Yahudi, "Stop, stop, stop. Jangan marah dulu. Yang Kumaksudkan adalah tubuh
jasmani-Ku ini." Dia tidak membuat uapya pelurusan itu. Tidak sama
sekali.
Makna harfiah dari perkataan tersebut jelas akan
dipahami sebagai tindakan menghancurkan Bait Allah. Dan orang Yahudi akan
memahami hal itu sebagai Bait Allah di Yerusalem. Namun Dia sama sekali tidak
berusaha meluruskan pemahaman yang seperti itu.
Makna rohaninya adalah bahwa Allah berdiam lebih
banyak di dalam Aku ketimbang di dalam bangunan itu, jadi kalau kamu hancurkan
bangunan yang ini atau yang itu, yang manapun Allah akan bisa membangunnya dalam
tiga hari. Akan tetapi Dia sama sekali tidak meluruskan pemahaman
mereka.
Dan Anda tahu bahwa di dalam pengadilan terakhir
atas Yesus, hal apakah yang disampaikan oleh para saksi terhadap Dia? Persisnya
seperti ini: "Orang ini berkata, 'Hancurkanlah Bait Allah ini dan dalam tiga
hari Aku akan membangunnya.’" Itulah tuduhan yang membuat-Nya dijatuhi hukuman
mati. Tuduhan penghujatan. Itulah tuduhan yang diajukan oleh para saksi terhadap
Dia.
Adakah Yesus mengucapkan sesuatu sebagai
pembelaan-Nya? Tidak ada.
Anda mungkin berkata, "Kalau kamu
disalah-pahami, luruskanlah persoalannya. Tegaskan pendirianmu." Yesus tidak
mengucapkan apapun. Tidak sama sekali. Tak ada pelurusan. Dia tidak mengucapkan
satu katapun untuk pembelaan-Nya. Ketika mereka mengajukan tuntutan-tuntutan
mereka, Yesus hanya diam saja. Dia tidak takut untuk disalah-pahami. Sekalipun
di dalam hal ini kasusnya bisa menyangkut nyawa-Nya, Dia tetap tidak berkata
apa-apa. Tak ada kata pembelaan, tak ada pelurusan yang diberikan. Sungguh luar
biasa.
Dia biarkan mereka menghakimi
perkataan-perkataan-Nya entah secara harfiah atau dengan cara lainnya. Jika
kalian mengartikannya seperti itu, ya sudah. Kita tidak mengerti sikap yang
semacam ini, bukankah begitu? Dan di sepanjang ajaran dari Yesus, kita dapati
hal ini - Dia menyatakan firman-Nya dengan keagungan ilahi dan Dia sama sekali
tidak berusaha untuk meluruskan apa yang Dia maksudkan.
Mengapa Dia tidak berusaha untuk menjelaskan
apa yang Dia maksudkan?
Mengapa bisa begitu? Mengapa? Nah, karena Yesus
bekerja dengan menggunakan konsep cara kerja Allah yang memang kebanyakan tidak
bisa kita pahami. Dia tahu bahwa Roh Kudus Allah akan membuka makna dari
perkataan-perkataan itu bagi mereka yang secara rohani terbuka terhadap Allah
dan Dia [Roh Kudus] akan menutupi maknanya atas mereka yang secara tertutup
terhadap Allah.
Inilah pegangan dasar yang Dia pakai di dalam
mengajar murid-murid-Nya. Dia berkata kepada mereka, "Kepadamu, Allah menyatakan
rahasia-rahasia Kerajaan." Tidak jauh sebelum ayat tersebut, yakni di dalam
Matius pasal 16, apakah yang dikatakan oleh Yesus kepada para murid-Nya?
"Menurut orang-orang, siapakah Aku ini?"
Lalu Dia berkata, "Menurut kalian, siapakah Aku
ini?" Dia tidak berkata, "Sekarang Kuberitahu kalian tentang siapa Aku ini."
Tidak, Dia tidak mengatakan hal-hal tersebut. Dan Petrus berkata, "Engkau adalah
Kristus. Engkau adalah Anak Allah yang hidup."
Kemudian apa kata Yesus? "Bravo Petrus! Kamu
memang murid jempolan. Tidak sia-sia Aku habiskan waktu satu setengah tahun
untuk mendidikmu. Kamu benar-benar telah cukup tahu."
Tidak, Dia justru berkata, "Petrus, kamu
mengetahui hal ini karena satu hal, karena Bapa-Ku telah menyatakannya kepadamu.
Kamu mengikuti seorang manusia biasa, orang yang pekerjaannya adalah tukang
kayu. Kamu melihat-Ku makan, sama seperti orang lain dan tidur juga seperti
orang lain. Kamu telah melihat-Ku sebagai seorang manusia, akan tetapi kamu tahu
bahwa Aku adalah Anak Allah.
Bagaimana kamu bisa tahu hal itu? Itu karena
Bapa-Ku menyatakan hal itu kepadamu."
Perkataan-perkataan Yesus entah akan menjadi
batu sandungan atau justru menjadi batu karang di mana kehidupan Anda akan
dibangun di atasnya
Dengan demikian, jika kita menghampiri firman
Yesus, maka Firman itu bisa menyinggung Anda atau justru menjadi firman yang
memberi kehidupan bagi Anda. Ia bisa menjadi batu sandungan atau justru menjadi
batu karang tempat kehidupan Anda akan dibangun di atasnya. Hal yang sangat
menarik.
Hal yang sama juga berlaku pada Paulus. Paulus
berkata, "Hidup kami membawa keharuman kehidupan bagi sebagian orang namun juga
membawa bau kematian bagi sebagian yang lain." Sungguh sangat tegas.
Pemberitaan Firman Allah membawa kehidupan bagi
sebagian orang dan juga kematian bagi sebagian yang lainnya. Seperti pedang yang
memisahkan umat manusia.
Harap Anda perhatikan bahwa Yesus sama sekali
tidak berusaha menjelaskan makna ayat-ayat ini. Tak ada penjelasan yang
diberikan. Dan akibatnya, Firman ini menjadi seperti pedang, memisahkan antara
orang yang satu dengan yang lainnya. Sangat luar biasa memang firman dari
Kristus. Dia tidak takut untuk disalah-pahami. Dia sampaikan perkataan-Nya dan
membiarkan Allah yang mengerjakan urusan selanjutnya. Sungguh luar
biasa.
(Dikutip dari khotbah "Ada yang tidak akan
mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam
Kerajaan-Nya")