(Renungan singkat dari Fenelon dalam meneguhkan
iman seorang percaya yang sedang berhadapan dengan maut)
Saya sama sekali tidak kaget bahwa Anda sering
memikirkan tentang kematian. Saya kira adalah lazim untuk memikirkan tentang
maut semakin kita menjadi tua dan lemah! Setidaknya, itulah pengalaman saya.
Kita tiba ke satu tahap di mana kita dipaksa
untuk memikirkan tentang pengakhiran yang tak terelakkan, yang semakin mendekat
itu. Semakin kita tua dan tidak aktif, semakin kita memikirkan hal
ini.
Mungkin kita berharap pikiran sedemikian tidak
menghantui kita. Tetapi Tuhan mengizinkan ini terjadi supaya kita tidak tertipu
dan berpikir bahwa kita tidak takut berhadapan dengan maut. Sangatlah bagus
untuk memikirkan tentang maut dengan serius supaya kita sadar akan kelemahan
kita sebagai manusia dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Tidak ada yang lebih membuat kita rendah hati
dibandingkan dengan pemikiran tentang maut. Di tengah-tengah renungan tentang
hal ini, kita sering bertanya-tanya apa yang sudah terjadi dengan iman dan
jaminan yang kita pikir kita miliki.
Tetapi pengalaman ini sangat baik bagi kita.
Inilah ujian kerendahan hati kita. Waktu iman kita dihancurkan dan diuji, kita
sekali lagi melihat kelemahan dan ketidak-layakan kita, dan sekali lagi kita
memahami perlunya kita akan belas kasihan dari Tuhan.
Di saat seperti itu, kita melihat kelemahan kita
dan bukan kelebihan kita. Dan inilah yang seharusnya, karena sangatlah merbahaya
untuk memandang pada kelebihan kita, karena kita mungkin akan terjebak dalam
bahaya memikirkan bahwa kita tidak lagi memerlukan rahmat Tuhan.
Saat kita kehilangan iman dan jaminan, hanya ada
satu hal yang perlu dilakukan. Kita harus melewati lembah itu dengan berjalan
bersama-sama dengan sang Gembala, sama seperti sebelum kita masuk ke lembah itu.
Sambil kita melewati lembah ini, biarlah kita menangani dosa-dosa yang
disingkapkan oleh Tuhan, dan terus berjalan di dalam terang yang Ia berikan.
Di sisi lain, kita harus berwaspada agar tidak
menjadi terlalu sensitif hanya karena kita sedang berhadapan dengan maut. Tuhan
tidak mau Anda terlalu memusingkan diri dengan hal-hal yang tidak penting. Kita
harus tetap tenang, tidak mengasihani diri sendiri karena maut sudah mendekat.
Tetapi, janganlah terlalu berpegang kepada kehidupan, persembahkan hidup Anda
kepada Tuhan dan terus hidup dalam penyerahan kepada-Nya.
Seorang santo, Ambrose, menjelang kematiannya
ditanya, "Tidakkah Anda takut menghadapi Tuhan di penghakiman nanti?" Ia
menjawab dengan kata-kata yang tak terlupakan, "Tidak, kita mempunyai Tuan yang
baik." Kita harus mengingat hal ini.
Terdapat banyak ketidak-pastian tentang maut,
bahkan bagi orang percaya. Kita tidak terlalu pasti bagaimana Tuhan akan
menghakimi kita, dan kita juga tidak dapat 100% yakin akan karakter kita. Tetapi
saya tidak menyatakan ini untuk mengguncang iman Anda. Tetapi saya coba untuk
menunjukkan kepada Anda betapa kita perlu untuk sepenuhnya bergantung pada belas
kasihan-Nya.
Kita harus, seperti yang dikatakan oleh Santo
Augustinus, rendahkanlah diri kita ke tingkat di mana kita tidak mempunyai suatu
apa pun untuk dipersembahkan melainkan, "kemelaratan kita dan belas
kasihan-Nya." Kita begitu melarat di dalam keberdosaan kita di mana tidak ada
suatu apa pun yang dapat menyelamatkan kita kecuali belas kasihan-Nya. Tetapi
bersyukurlah kepada Tuhan, karena yang kita butuhkan hanyalah belas
asih-Nya!
Juga, di dalam waktu-waktu depresi ini, bacalah
apa saja yang dapat menguatkan keyakinan dan meneguhkan hati Anda. "Sesungguhnya
Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya."
(Mazmur 73.1) Marilah kita mendoakan hati yang bersih yang berkenan di mata-Nya,
dan yang membuat-Nya mengasihani dan memahami kekurangan kita.
(Fenelon, atau Francois de Salignac de La Mothe Fenelon,
adalah Uskup Agung Cambrai di Perancis pada abad ke-17. Renungan singkat di atas
diambil dari koleksi surat-suratnya).