Kamis, 11 April 2013

Umat Kristiani Boleh Belajar Dari Disiplin Kerja Bangsa Jepang

Berbicara tentang kedisiplinan dan komitmen untuk lakukan yang terbaik, budaya kerja bangsa Jepang bisa dijadikan sebagai contoh. Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang disiplin dan tingkat produktivitasnya tinggi. Berkat budaya kerjanya itu maka mereka bisa menjadi bangsa yang tingkat ekonominya sejajar dengan negara-negara maju di Eropa dan Amerika.
Orang jepang terkenal dengan etos kerjanya yang luar biasa. Etos kerja ini memiliki peranan penting atas kebangkitan ekonomi jepang, terutama setelah kekalahan Jepang diperang dunia kedua. Dulu orang Jepang bukanlah orang yang memiliki etos kerja yang tinggi. Mereka tidak disiplin dan lebih senang bersantai dan menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang.
Namun kekalahan Jepang pada perang dunia kedua mengubah keadaan yang serba santai dimasa lalu. Ekonomi Jepang kacau balau, pengangguran dimana-mana. Saat itu mereka tidak punya pilihan lain selain bekerja dengan sangat keras agar bisa survive. Kondisi yang serba tidak enak itu secara tidak langsung menempa kedisiplinan mereka dan memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembentukan etos kerja mereka yang begitu mengagumkan. Etos kerja tersebut menular ke generasi selanjutnya dalam konsep moral yang ditanamkan dengan ketat melalui jalur pendidikan.
Berbagai disiplin bangsa Jepang ditempat kerja mereka akan diuraikan dalam berbagai contoh sbb:
1. Prinsip Bushido
Prinsip tentang semangat kerja keras yang diwariskan secara turun- menurun. Semangat ini melahirkan proses belajar yang tak kenal lelah. Awalnya semangat ini dipelajari Jepang dari barat. Tapi kini baratlah yang terpukau dan harus belajar dari Jepang.
2. Prinsip Disiplin Samurai
Prinsip yang mengajarkan tidak mudah menyerah. Para samurai akan melakukan harakiri (bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah bertarung. Hal ini memperlihatkan usaha mereka untuk menebus harga diri yang hilang akibat kalah perang. Kini semangat samurai masih tertanam kuat dalam sanubari bangsa Jepang, namun digunakan untuk membangun ekonomi, menjaga harga diri, dan kehormatan bangsa secara teguh. Semangat ini telah menciptakan bangsa Jepang menjadi bangsa yang tak mudah menyerah karena sumber daya alamnya yang minim juga tak menyerah pada berbagai bencana alam, terutama gempa dan tsunami.
3. Konsep Budaya Keishan
Perubahan secara berkesinambungan dalam budaya kerja. Caranya harus selalu kreatif, inovatif, dan produktif. Konsep Keisan menuntut kerajinan, kesungguhan, minat dan keyakinan, hingga akhirnya timbul kemauan untuk selalu belajar dari orang lain.
4. Prinsip Kai Zen
Mendorong bangsa Jepang memiliki komitmen tinggi pada pekerjaan. Setiap pekerjaan perlu dilaksanakan dan diselesaikan sesuai jadwal agar tidak menimbulkan pemborosan. Jika tak mengikuti jadwal, maka penyelesaian pekerjaan akan lambat dan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, perusahaan di Jepang menerapkan peraturan “tepat waktu”. Inilah inti prinsip Kai Zen: optimal biaya dan waktu dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.
5. Perusahaan untung besar, saya juga akan untung
Disiplin dan semangat kerja inilah yang membentuk sikap dan mental kerja yang positif. Disiplin juga menjadikan para pekerja patuh dan loyal pada perusahaan atau tempat mereka bekerja. Mereka mau melakukan apa saja demi keberhasilan perusahaan tempat mereka bekerja, bahkan hebatnya mereka sanggup bekerja lembur tanpa mengharapkan bayaran tambahan. Karena mereka beranggapan jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara otomatis mereka akan mendapatkan kompensasi setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka sudah tertanam keinginan melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Gagal melakukan tugas sama halnya mempermalukan diri sendiri, bahkan harga diri mereka merasa hilang.
6. Malu, kalau pulang lebih cepat
Mereka yang pulang lebih cepat dianggap sebagai pekerja yang tidak penting dan tidak produktif. Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat kerja. Kecintaan orang Jepang pada pekerjaannya, membuat mereka fokus pada pekerjaannya. Tanpa ada pengawas pun mereka bekerja dengan baik, penuh dedikasi, dan disiplin.
7. Kerja ya kerja, istirahat betul-betul istirahat
Ketika jam 8 pagi masuk kerja, tak ada lagi obrolan dan canda, mereka langsung bekerja di komputer masing-masing atau sibuk langsung di depan workstation masing-masing. Baru ketika tiba saatnya hiru gohan no jikan (makan siang) mereka hentikan aktivitas masing-masing dan bercanda ria dengan teman-teman sambil menuju shokudo (kantin).
8. Tidur 30 menit, di waktu jam istirahat
60 menit jam makan siang, rata-rata dibagi 30 menit untuk urusan makan siang, 30 menit untuk tidur sejenak, guna memulihkan energi lagi. Mereka akan sisihkan waktu untuk tidur sambil merebahkan kepala di meja kerja masing-masing. Re-charge energi.
9. Disiplin soal kecil-kecil
* Sampah yang jatuh di area kerja, harus dipungut dengan tangan kosong (sude), tidak boleh memakai alat.
* Jika menemukan puntung rokok atau permen karet, Anda harus segera pungut, tidak peduli siapa yang membuangnya, Anda tidak boleh pura-pura seolah tidak melihatnya.
Tidak ada sukses yang diraih tanpa disiplin diri dan semangat kerja yang tinggi. Tuhan sudah menyediakan berkat-berkatNya untuk kita semua, tinggal kita yang "menggali berkat" tersebut dengan semangat dan disiplin kerja yang tinggi.
Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
( Mazmur 90:12 )
Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat
( Efesus 5:16 )